Adalah sesosok pemuda yang anggun dalam bersikap, berbicara begitu tegas bagaikan singa podium yang berbicara di hadapan orang banyak. Dan begitu sejuk merasut Qalbu ketika berucap. Ia bagaikan rembulan purnama yang bersinar malam hari dan secerah mentari di pagi hari.
Namanya
tak asing lagi bagi siapa saja yang mendengarnya, baik dalam keluarga, rekan,
kerabat, relasi, guru, Ustadz, bahkan bagi siapa saja. Namanya UB (Ust. Basri).
Nama yang begitu indah ketika didengar, begitu lembut ketika diucapkan. Namun,
kini engkau telah tenang, terlelap dalam tidur panjangmu, senyummu kini hilang
bersama onggokan tanah. Tetapi, dirimu akan abadi di hati sanubari dan jiwa
orang-orang yang merindukanmu.
Aku
tahu tak begitu mengenal dirimu yang hanya sesaat saja bagaikan angin berlalu.
Tetapi, engkau mampu memukau hatiku untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari
dirimu. Aku mengenal dirimu lewat PKTM I IPM (Pelatihan Taruna Melati I Ikatan
Pelajar Muhammadiyah) tepatnya di SD Bontomanai, saat itu engkau menjadi ketua
panitia bagi kami semua. Dan salah satu yang menjadi peserta di antara sekian
banyak peserta adalah keponakanmu Nurjannah (Nanna;panggilan sehari-hari)
Ketika
itu, Aku mengenal engkau sebagai pemuda yang tak gentar, penuh semangat dalam
berkarya nyata, dan tetap BERDIKARI meski banyak rintangan dan hambatan yang
menghadang bagaikan Nahkoda di tengah lautan mengarungi kerasnya ombak yang
ganas namun tetap bisa melewati hari-hari penuh dengan wajah merona dan senyum
manis diraut wajahmu.
Namamu
tak kan hilang di telan waktu dan ruang sebab namamu masih tersimpan dilubuk
hati terdalam orang-orang yang tulus memberikan kasih sayang dan cinta kepada
dirimu walau dirimu kini tak berada di tengah-tengah mereka. Namun yang pasti
engkau masih ada ketika adzan berkumandang dan orang yang mendengarnya menangis
mengingat dirimu bahkan masih saja dirimu dimanja dengan kata kata cinta dan
sayang untuk bagi orang yang mencintai dan menyayangimu.
Kini hanya sebuah nama yang masih terpatri di
dalam dada bagi keluarga tercintamu, teman, kerabat dan yang lainnya, termasuk
diriku yang selalu mengingatmu. Kini hanya tinggal kenangan manis ketika masih
bersamamu. Tak ada lagi celoteh dan senyum merekah merona di wajahmu. Kini
dirimu telah hilang dari pandangan dan hanya bayangmu yang masih terngiang di
benak orang yang mencintai dirimu.
Semua
orang bercucuran air mata bak air hujan yang turun dari langit yang mengalir
dengan deras dan mendung yang tak lagi cerah mendengar dan melihat engkau telah
kembali ke pangkuan sang Ilahi untuk menghadap pada-Nya dan inilah memang sudah
kodratnya manusia akan kembali ke asalnya yakni kembali kepada Allah Azza Wa
Jalla. Seperti dalam titahnya, “Sesungguhnya kami milik engkau dan sesungguhnya
kami akan kembali”. (QS.2:156).
Sosok
dirimu tak akan pernah hilang dengan mengingat semua kebaikan yang telah engkau
lakukan dan akan menjadi amal jariyah bagi setiap jiwa yang pernah memdengar
titahmu dikala menyampaikan ajaran-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Dengan itu juga
mereka yang telah mendengar seruanmu untuk senantiasa mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kini
engkau telah sendirian di bawah naungan rumah yang terbuat dari tanah dibilik
papan yang berjejer menutupi tubuhmu berselimutkan kain kafan. Bersamaan dengan
itu engkau ditemani beberapa kerabat keluargamu bertetangga dan tak saling
menganggu antara satu sama lain.
Semoga
segala amal shaleh yang engkau usahakan di dunia fana ini menjadi penerang
rumahmu yang menjadi milikmu sendiri. Bacaan Al-Qur’an menjadi penyejuk
Qalbunya. Dan mudah menjawab pertanyaan dua Malaikat Allah, Nakir dan
Mungkar. Mudah-mudahan engkau tak bosan
menunggu orang yang belum menyusulmu, karena kehidupan ini hanya sementara. Bak
penunggu pengambilan tiket bola di Stadion.
Satu
hal yang engkau harus tahu bahwa ada sesosok wanita yang ingin menyapamu walau
hanya dengan lukisan indah di kertas dengan mengungkapkan isi hatinya kepadaku
dan kepada semua orang lewat FB. Salah satunya keponakanmu yang manis dan
manja. Kusebut saja nama yang akrab di sapa dengan sebutan Nanna, ucapnya
begitu lirih tetapi jelas terasa. “Lewat foto kusapa
engkau yang jauh dari pandanganku dan tak terjangkau oleh tangan. Namun melalui
lukisan di kertas ini Q mengenang senyummu, canda tawamu, serta kenangan indah
saat engkau masih bersama di tengah-tengah kami. Q merindukan sosok dirimu Q
masih ingin disampingmu namun waktu telah memisahkan kita. Kita telah berbeda
alam. Q menyayangimu selamanya”.
Ketika membaca percikan kalimat yang
penuh makna di atas kuutarakan maksud untuknya bahwa Aku ingin menulis tentang
seluk beluk kehidupan UB. Dan Alhamdulillah Mahasiswi yang menapak semester 3
ini di Perguruan Tinggi Swasta di Makassar tepatnya di Universitas Muhammadiyah
Makassar ini merespon dengan baik.
Awalnya keinginan untuk menulis tentang
UB adalah untuk mengasah bakatku yang sedikit ini dan untuk mengenal lebih jauh
dari sosok UB yang pernah menyinari kilauan dunia yang gelap gulita ini. Juga
oleh kegelisahan diriku ini beberapa saat yang lalu yang datang menghampiri
tidurku yang membuat Aku terusik olehnya bahkan mengganggu tidur malamku di
bawah gemerlapan bintang-bintang yang bersinar menyinari gelapnya malam.
Inilah Aku ketika terbetik dibenakku
untuk menulis sesuatu langsung menggerogoti pikiranku. Dan beban sedikit
terobati ketika kuutarakan kepada salah satu keponakan UB walau hanya lewat
dunia maya. Hasilnya luar biasa ia sangat antusias bahkan menanyakan kepadaku
mengapa Aku ingin menulis tentang beliau sebab Aku merasakan ada sesuatu yang
hilang dan itu kucoba memunculkan kembali lewat memori yang tersimpan.
Entahlah, apa yang terjadi mengapa
semua muncul begitu saja dibenakku untuk menulis cerita serpihan kehidupan
Almarhum UB. Namun, Aku hanya berdoa jika ini adalah suatu niat yang baik demi
masa depan tak ada salahnya barangkali untuk menulis buku tentang beliau. Aku
bukanlah orang yang dekat dengan beliau, Aku juga berharap apa yang akan saya
lakukan ini dapat terwujud.
Rasa haru di hatiku begitu mencekam
ketika membaca percapakanku dengan Nanna bahwa Ibu dari UB menangis ketika adzan
berkumandan di Masjid ini menandakan bahwa walau UB jauh di peluput mata namaun
bayangnya takkan hilang ditelan waktu. Sehingga menambah gairah untuk menulis
tentang kehidupan UB tak pernah padam dan akan menjadi cerah secerah mentari di
pagi hari.