Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Minggu, 23 Agustus 2015

BAYANGMU MASIH DISINI


          Adalah sesosok pemuda yang anggun dalam bersikap, berbicara begitu tegas bagaikan singa podium yang berbicara di hadapan orang banyak. Dan begitu sejuk merasut Qalbu ketika berucap. Ia bagaikan rembulan purnama yang bersinar malam hari dan secerah mentari di pagi hari.
Namanya tak asing lagi bagi siapa saja yang mendengarnya, baik dalam keluarga, rekan, kerabat, relasi, guru, Ustadz, bahkan bagi siapa saja. Namanya UB (Ust. Basri). Nama yang begitu indah ketika didengar, begitu lembut ketika diucapkan. Namun, kini engkau telah tenang, terlelap dalam tidur panjangmu, senyummu kini hilang bersama onggokan tanah. Tetapi, dirimu akan abadi di hati sanubari dan jiwa orang-orang yang merindukanmu.
Aku tahu tak begitu mengenal dirimu yang hanya sesaat saja bagaikan angin berlalu. Tetapi, engkau mampu memukau hatiku untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari dirimu. Aku mengenal dirimu lewat PKTM I IPM (Pelatihan Taruna Melati I Ikatan Pelajar Muhammadiyah) tepatnya di SD Bontomanai, saat itu engkau menjadi ketua panitia bagi kami semua. Dan salah satu yang menjadi peserta di antara sekian banyak peserta adalah keponakanmu Nurjannah (Nanna;panggilan sehari-hari)
Ketika itu, Aku mengenal engkau sebagai pemuda yang tak gentar, penuh semangat dalam berkarya nyata, dan tetap BERDIKARI meski banyak rintangan dan hambatan yang menghadang bagaikan Nahkoda di tengah lautan mengarungi kerasnya ombak yang ganas namun tetap bisa melewati hari-hari penuh dengan wajah merona dan senyum manis diraut wajahmu.
Namamu tak kan hilang di telan waktu dan ruang sebab namamu masih tersimpan dilubuk hati terdalam orang-orang yang tulus memberikan kasih sayang dan cinta kepada dirimu walau dirimu kini tak berada di tengah-tengah mereka. Namun yang pasti engkau masih ada ketika adzan berkumandang dan orang yang mendengarnya menangis mengingat dirimu bahkan masih saja dirimu dimanja dengan kata kata cinta dan sayang untuk bagi orang yang mencintai dan menyayangimu.
 Kini hanya sebuah nama yang masih terpatri di dalam dada bagi keluarga tercintamu, teman, kerabat dan yang lainnya, termasuk diriku yang selalu mengingatmu. Kini hanya tinggal kenangan manis ketika masih bersamamu. Tak ada lagi celoteh dan senyum merekah merona di wajahmu. Kini dirimu telah hilang dari pandangan dan hanya bayangmu yang masih terngiang di benak orang yang mencintai dirimu.
Semua orang bercucuran air mata bak air hujan yang turun dari langit yang mengalir dengan deras dan mendung yang tak lagi cerah mendengar dan melihat engkau telah kembali ke pangkuan sang Ilahi untuk menghadap pada-Nya dan inilah memang sudah kodratnya manusia akan kembali ke asalnya yakni kembali kepada Allah Azza Wa Jalla. Seperti dalam titahnya, “Sesungguhnya kami milik engkau dan sesungguhnya kami akan kembali”. (QS.2:156).
Sosok dirimu tak akan pernah hilang dengan mengingat semua kebaikan yang telah engkau lakukan dan akan menjadi amal jariyah bagi setiap jiwa yang pernah memdengar titahmu dikala menyampaikan ajaran-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Dengan itu juga mereka yang telah mendengar seruanmu untuk senantiasa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kini engkau telah sendirian di bawah naungan rumah yang terbuat dari tanah dibilik papan yang berjejer menutupi tubuhmu berselimutkan kain kafan. Bersamaan dengan itu engkau ditemani beberapa kerabat keluargamu bertetangga dan tak saling menganggu antara satu sama lain.
Semoga segala amal shaleh yang engkau usahakan di dunia fana ini menjadi penerang rumahmu yang menjadi milikmu sendiri. Bacaan Al-Qur’an menjadi penyejuk Qalbunya. Dan mudah menjawab pertanyaan dua Malaikat Allah, Nakir dan Mungkar.  Mudah-mudahan engkau tak bosan menunggu orang yang belum menyusulmu, karena kehidupan ini hanya sementara. Bak penunggu pengambilan tiket bola di Stadion.
Satu hal yang engkau harus tahu bahwa ada sesosok wanita yang ingin menyapamu walau hanya dengan lukisan indah di kertas dengan mengungkapkan isi hatinya kepadaku dan kepada semua orang lewat FB. Salah satunya keponakanmu yang manis dan manja. Kusebut saja nama yang akrab di sapa dengan sebutan Nanna, ucapnya begitu lirih tetapi jelas terasa. “Lewat foto kusapa engkau yang jauh dari pandanganku dan tak terjangkau oleh tangan. Namun melalui lukisan di kertas ini Q mengenang senyummu, canda tawamu, serta kenangan indah saat engkau masih bersama di tengah-tengah kami. Q merindukan sosok dirimu Q masih ingin disampingmu namun waktu telah memisahkan kita. Kita telah berbeda alam. Q menyayangimu selamanya”.
Ketika membaca percikan kalimat yang penuh makna di atas kuutarakan maksud untuknya bahwa Aku ingin menulis tentang seluk beluk kehidupan UB. Dan Alhamdulillah Mahasiswi yang menapak semester 3 ini di Perguruan Tinggi Swasta di Makassar tepatnya di Universitas Muhammadiyah Makassar ini merespon dengan baik.
Awalnya keinginan untuk menulis tentang UB adalah untuk mengasah bakatku yang sedikit ini dan untuk mengenal lebih jauh dari sosok UB yang pernah menyinari kilauan dunia yang gelap gulita ini. Juga oleh kegelisahan diriku ini beberapa saat yang lalu yang datang menghampiri tidurku yang membuat Aku terusik olehnya bahkan mengganggu tidur malamku di bawah gemerlapan bintang-bintang yang bersinar menyinari gelapnya malam.
Inilah Aku ketika terbetik dibenakku untuk menulis sesuatu langsung menggerogoti pikiranku. Dan beban sedikit terobati ketika kuutarakan kepada salah satu keponakan UB walau hanya lewat dunia maya. Hasilnya luar biasa ia sangat antusias bahkan menanyakan kepadaku mengapa Aku ingin menulis tentang beliau sebab Aku merasakan ada sesuatu yang hilang dan itu kucoba memunculkan kembali lewat memori yang tersimpan.
Entahlah, apa yang terjadi mengapa semua muncul begitu saja dibenakku untuk menulis cerita serpihan kehidupan Almarhum UB. Namun, Aku hanya berdoa jika ini adalah suatu niat yang baik demi masa depan tak ada salahnya barangkali untuk menulis buku tentang beliau. Aku bukanlah orang yang dekat dengan beliau, Aku juga berharap apa yang akan saya lakukan ini dapat terwujud.
Rasa haru di hatiku begitu mencekam ketika membaca percapakanku dengan Nanna bahwa Ibu dari UB menangis ketika adzan berkumandan di Masjid ini menandakan bahwa walau UB jauh di peluput mata namaun bayangnya takkan hilang ditelan waktu. Sehingga menambah gairah untuk menulis tentang kehidupan UB tak pernah padam dan akan menjadi cerah secerah mentari di pagi hari.