TUGAS MAKALAH ISD & IBD TENTANG MANUSIA, NILAI, MORAL, DAN HUKUM
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
MUHAMMAD IQBAL
MASITHA
NURINDAH
FENY AFRIYANI
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan judul “Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas ISD & IBD dengan harapan dapat bermanfaat
dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Tidak lupa pula kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing kami
yang telah membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami
juga berterimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang sudah memberikan kritik
dan saran dalam pembuatan makalah ini.
Makassar, Oktober 2014
Penyusun
Kelompok 5
DAFTAR ISI
Kata
pengantar..............................................................................................................................
Daftar
isi ......................................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN ..........................................................................................................
A. Latar
belakang ..................................................................................................................
B. Sistem
penulisan................................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN ............................................................................................................
A. Pengertian
manusia...........................................................................................................
B. Pengertian
nilai..................................................................................................................
C. Pengertian
moral ..............................................................................................................
D. Pengertian
hukum ............................................................................................................
E. Manusia,
nilai, hukum, dan moral ....................................................................................
F. Hubungan
manusia dengan moral ....................................................................................
G. Hubungan
manusia dengan hukum ..................................................................................
H. Tujuan
hukum ..................................................................................................................
I. Penegakkan
hukum ..........................................................................................................
J. Problematika
hukum ........................................................................................................
BAB
III PENUTUP ....................................................................................................................
A. Kesimpulan
......................................................................................................................
B. Saran
................................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA .................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan pada
hakikatnya adalah upaya untuk menjadikan manusia berbudaya.Budaya dalam pengertian
yang sangat luas mencakup segala aspek kehidupan manusia, yang dimulai dari
cara berpikir,bertingkah laku sampai produk-produk berpikir manusia yang
berwujud dalam bentuk benda (materil)maupun dalam bentuk sistem nilai
(in- materil).
Pergaulan antar umat di dunia yang semakin intensif akan melahirkan
budaya-budaya baru, baik berupa pencampuran budaya, penerimaan budaya oleh
salah satu pihak atau keduanya, dominasi budaya, atau munculnya budaya
baru.Keseluruhan proses ini tentu saja dipengaruhi oleh proses pendidikan di
masyarakat.
Pemunculan kebudayaan
baru tidak sepenuhnya memberikan efek positif terhadap perkembangan suatu
bangsa, tetapi ada juga yang berdampak negative. Untuk menghindari
hal-hal negatif dari suatu kebudayaan baru, diperlukan berbagai upaya untuk
mengadakan saringan kebudayaan yang dianggap paling tepat untuk diterapkan .
Oleh karena , pemahaman terhadap kebudayaan menjadi penting bagi seorang
pendidik agar pendidik memahami secara persis kebudayaan dan pengaruhnya
terhadap perkembangan masyarakat.
1.2 Sistem Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHSAN
BAB III : PENUTUP
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia
berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir,
berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).
Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan
atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya
dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).
Terbentuknya pribadi
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan,
setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika,
tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala
seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh
kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu
tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi
kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk
hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan
itu bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk
yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada
masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain. Ia belajar
berjalan,belajar makan,belajar berpakaian,belajar membaca,belajar membuat
sesuatu dan sebagainya,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.
Malinowski(1949), salah
satu tokoh ilmu Antropologi dari Polandia menyatakan bahwa ketergantungan
individu terhadap individu lain dalam kelompoknya dapat terlihat dari
usaha-usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosialnya
yang dilakukan melalui perantaraan kebudayaan.
Rasa aman secara khusus
tergantung kepada adanya system perlindungan dalam rumah,pakaian dan peralatan.
Perlindungan secara umum, dalam pengertian gangguan/kelompok lain akan lebih
mudah diwujudkan kalau manusia berkelompok. Untuk menghasilkan keamanan dan
kenyamanan hidup berkelompok ini, diciptakan aturan-aturan dan kontrol-kontrol
social tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh setiap
anggota kelompok. Selain itu ditentukan pula siapa yang berhak mengatur
kehidupan kelompok untuk tercapainya tujuan bersama.
2.2. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu
yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu
itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Sifat-sifat nilai adalah
Sebagai berikut.
1. Nilai itu suatu relitas abstrak dan ad dalam kehidupan manusia.
Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati
hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya orang yang memiliki kejujuran.
Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bias menindra kejujuran itu.
2. Nilai memiliki sifat normative, artinya nilai mengandung harapan,
cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal das sollen.
Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak.
Misalnya nilai keadilan. Semua orang berharap manusia dan mendapatkan dan berperilaku
yang mencerminkan nilai keadilan.
3. Niliai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung
nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.
Misalnya nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong
untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
Menurut Cheng(1995):
Nilai merupakan sesuatu yang potensial,dalam arti terdapatnya hubungan yang
harmonis dan kreatif ,sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia
,sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki(dalam
Lasyo,1999,hlm.1).
Menurut
Lasyo(1999,hlm.9)sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau
motivasidalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Jadi dapat disimpulkan
bahwa nilai yaitu sesuatu yang menjadi etika atau estetika yang menjadi pedoman
dalam berperilaku.
Manusia sebagai makhluk
yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks,pertama akan memandang
nilai sebagai sesuatu yang objektif,apabila dia memandang nilai itu ada
meskipun tanpa ada yang menilainya,bahkan memandang nilai telah ada sebelum
adanya manusia sebagai penilai.Baik dan buruk,benar dan salah bukan hadir
karena hasil persepsi dan penafsiran manusia,tetapi ada sebagai sesuatu yang
ada dan menuntun manusia dalam kehidupannya.Pandangan kedua memandang nilai itu
subjektif,artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya.Jadi
nilai memang tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa hadirnya penilai.Oleh
karena itu nilai melekat dengan subjek penilai.
2.3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata
bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.Kata mores ini mempunyai sinonim
mos,moris,manner mores atau manners,morals.
Dalam bahasa
Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani
sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran
tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan
sebagainya.
Moral secara ekplisit
adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang
mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap
amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan
di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati
oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat
secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat
setempat.
Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata
aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk
melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk
menjadi manusia yang baik.
2.4. Pengertian Hukum
Disamping adat istiadat
tadi ,ada kaidah yang mengatur kehidupan manusia yaitu hukum, yang
biasanya dibuat dengan sengaja danmempunyai sanksi yang jelas.Hukum dibuat
dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian
diantara wrga masyarakat dan system social yang dibangun oleh suatu
masyarakat.Pada masyarakat modern hukum dibuat oleh lembaga – lembaga yang
diberikan wewenang oleh rakyat.
Keseluruhan kaidah dalam
masyarakat pada intinya adalah mengatur masyarakat agar mengikuti pola perilaku
yang disepakati oleh system social dan budaya yang berlaku pada masyarakat
tersebut. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau
berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat
tersebut.Setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola
perilaku masyarakat tadi.Pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan
merupakan cara bertindak seseorang yang kemudian diakui dan mungkin diikuti
oleh orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan
pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang lain, dinamakan
social organization.
2.5 Manusia, Nilai,
Hukum dan Moral
Meskipun banyak pakar
yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada yang telah disepakati dari semua
pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan manusia, dan selanjutnya nilai
itu penting. Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada
dasarnya adalah upaya dalam memberikan pengertian secara holistik terhadap
nilai, akan tetapi setiap orang tertarik pada bagian bagian yang “relatif belum
tersentuh” oleh pemikir lain.
Definisi yang mengarah
pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat pada pengertian nilai yang
dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of Social Interest, karena
ia melihat nilai dari sudut kepentingannya.
Nilai dapat diartikan sebagai
sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik
lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan atau
motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.
Nilai itu penting bagi
manusia. Apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena dianggap
berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar
manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih dipandang sebagai
kegiatan menilai. Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu
dan harus diaplikasikan dalam perbuatan. Menilai dapat diartikan menimbang
yakni suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu lainnya
yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan keputusan. Keputusan itu menyatakan
apakah sesuatu itu bernilai positif (berguna, baik, indah) atau sebaliknya
bernilai negatif. Hal ini dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada pada diri
manusia yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan.
Nilai memiliki polaritas
dan hirarki, antara lain:
1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang
sesuai polaritas seperti baik dan buruk; keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis yaitu hierarki urutan pentingnya.
Nilai (value) biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda abstrak yang dapat
diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Notonagoro
membagi hierarki nilai pokok yaitu:
3. Nilai material yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani
manusia.
4. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
5. Nilai kerohanian yaitu sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian terbagi
menjadi empat macam:
1. Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
2. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur
perasaan estetis manusia
3. Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa
manusia
4. Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan
disertai penghayatan melalui akal budi dan nuraninya
Hal-hal yang mempunyai
nilai tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda material) saja, bahkan sesuatu
yang immaterial seringkali menjadi nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi
manusia seperti nilai religius.
Nilai juga berkaitan dengan
cita-cita, keinginan, harapan, dan segala sesuatu pertimbangan internal
(batiniah) manusia. Dengan demikian nilai itu tidak konkret dan pada dasarnya
bersifat subyektif. Nilai yang abstrak dan subyektif ini perlu lebih
dikonkretkan serta dibentuk menjadi lebih objektif. Wujud yang lebih konkret
dan objektif dari nilai adalah norma/kaedah. Norma berasal dari bahasa latin
yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang
digunakan oleh tukang kayu.
Dari sinilah kita dapat
mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma
ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran.
Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.
Ada beberapa macam
norma/kaedah dalam masyarakat, yaitu:
1. Norma kepercayaan atau keagamaan
2. Norma kesusilaan
3. Norma sopan santun/adab
4. Norma hokum
Dari norma-norma yang
ada, norma hukum adalah norma yang paling kuat karena dapat dipaksakan
pelaksanaannya oleh penguasa (kekuasaan eksternal).
Nilai dan norma
selanjutnya berkaitan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin yakni mores
kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa
Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan
ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana
yang wajar. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia.
Derajat kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh moralitas yang
dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusia yang bermoral
adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.6 Hubungan Manusia
dengan Moral
Moral memiliki arti yang
hampir sama dengan etika. Etika berasal daribahasa kuno yang berarti ethos
dalam bentuk tunggal ethos memiliki banyak artiyaitu tempat tinggal biasa,
padang rumput, kebiasaan, adat, watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuj
jamak ethos (ta etha) yang artinya adat kebiasaan. Moralberasal dari bahsa
latin yaitu mos (jamaknya mores) yang berarti adat, cara, dantampat tinggal.
Dengan demikian secara etismologi kedua kata tersebut bermaknasama hannya asal
uasul bahasanya yang berbeda dimana etika dari bahasa yunanisementara moral
dari bahasa latin.
Moral yang
pengertiaannya sama dengan etika dalam makna nilai-nilaidan orma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalammengatur tingkah lakunya. Dalam
ilmu filsafat moral banyak unsur yang dikajisecara kritis, di landasi
rasionalitas manusia seperti sifat hakiki manusia, prinsipkebaikan,
pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dansebagainya.
Moral lebih kepada sifat aplikatif yaitu berupa nasehat tentang hal-halyang
baik.
Ada beberapa unsur dari
kaidah moral yaitu :
1. Hati NuraniMerupakan fenomena moral yang sangat hakiki.
Hati nurani
merupakanpenghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan hati
nuraniini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait
dalamdengan situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan
sanggupmererfleksikandirinya terutama dalam mengenai dirinya sendiri atau juga
mengenal orang.
1. Kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan adalah milik
individu yang sangat hakiki dan manusiawi dankarena manusia pada dasar nya
adal;ah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasanitu juga terbatas karena tidak
boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lainketika mereka melakukan
interaksi. Jadi, manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh
lingkungannya sebagai akibat tidak mampunya ia untuk hidupsendiri.
1. Nilai dan Norma Moral.
Nilai dan moral akan
muncul ketika berada pada orang lain dan ia akanbergabung dengan nilai lain
seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moralterkait dalam tanggung jawab
seseorang.
Antara hukum dan moral
terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid
leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai
moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas.
Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral,
perundang-undangan yang immoral harus diganti. Disisi lain moral juga
membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja kalau tidak
di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan
moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan
antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa
ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.
Kualitas hukum terletak
pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan
hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral
sangat jelas.
Perbedaan antara hukum
dan moral menurut K.Berten :
1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan
secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum
lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan
norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi
yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap utis dan tidak etis.
2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum
membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap
batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang
berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat
dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa
dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis
justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati
yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas
kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti
hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai
hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu
dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat
mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu
norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan
Setiardja membedakan hukum dan moral :
1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan
hukum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar
diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk
sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam
kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai
manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan
tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu
(1990,119).
2.7 Hubungan Manusia
dengan Hukum
Hukum dalam masyarakat
merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidup
manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum
merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban
dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia
dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi
teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang
melaksanakannya.
Hukum yang baik adalah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat,
yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah
dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat
adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada
masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan
bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk
dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah
hukum.
Untuk mewujudkan
keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan
(organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial
(social order) yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan
tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata
pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).
2.8 Tujuan Hukum
Banyak teori atau
pendapat mengenai tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para ahli :
1. Prof. Subekti, SH: Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu
mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan
keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang
mendapat bagian yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn: Tujuan hukum adalah mengatur
hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian
antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan
seimbang.
3. Geny : Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan
ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
4. Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat
merekayasa masyarakat (law is tool of social engineering).
5. Muchatr Kusumaatmadja berpendapat bahwa tujuan pokok dan utama
dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat
pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.
Tujuan hukum menurut
hukum positif Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang
berbunyi “..untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Pada umumnya hukum
bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu, menjaga
dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun
tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang
sedang berlaku.
2.9 Penegakan
Hukum
Indonesia adalah negara
yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan
(machstaat) apalagi bercirikan negara penjaga malam (nachtwachterstaat). Sejak
awal kemerdekaan, para bapak bangsa ini sudah menginginkan bahwa negara
Indonesia harus dikelola berdasarkan hukum.
Ketika memilih bentuk
negara hukum, otomatis keseluruhan penyelenggaraan negara ini harus sedapat
mungkin berada dalam koridor hukum. Semua harus diselenggarakan secara teratur
(in order) dan setiap pelanggaran terhadapnya haruslah dikenakan sanksi yang
sepadan.
Penegakkan hukum, dengan
demikian, adalah suatu kemestian dalam suatu negara hukum. Penegakan hukum
adalah juga ukuran untuk kemajuan dan kesejahteraan suatu negara. Karena,
negara-negara maju di dunia biasanya ditandai, tidak sekedar perekonomiannya
maju, namun juga penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) –nya
berjalan baik. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan
yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Friedmann berpendapat
bahwa efektifitas hukum ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
1. Substansi hokum yaitu materi atau muatan hukum. Dalam hal ini
peraturan haruslah peraturan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat untuk
mewujudkan ketertiban bersama.
2. Aparat Penegak Hukum agar hukum dapat ditegakkan, diperlukan
pengawalan yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang memiliki komitmen
dan integritas tinggi terhadap terwujudnya tujuan hukum.
3. Budaya Hukum yaitu budaya hukum yang dimaksud adalah budaya
masyarakat yang tidak berpegang pada pemikiran bahwa hukum ada untuk dilanggar,
sebaliknya hukum ada untuk dipatuhi demi terwujudnya kehidupan bersama yang
tertib dan saling menghargai sehingga harmonisasi kehidupan bersama dapat
terwujud.
Banyak pihak menyoroti penegakan hukum di Indonesia sebagai ‘jalan di tempat’
ataupun malah ‘tidak berjalan sama sekali.’ Pendapat ini mengemuka utamanya
dalam fenomena pemberantasan korupsi dimana tercipta kesan bahwa penegak hukum
cenderung ‘tebang pilih’, alias hanya memilih kasus-kasus kecil dengan
‘penjahat-penjahat kecil’ daripada buronan kelas kakap yang lama bertebaran di
dalam dan luar negeri.
Pendapat tersebut bisa
jadi benar kalau penegakan hukum dilihat dari sisi korupsi saja. Namun
sesungguhnya penegakan hukum bersifat luas. Istilah hukum sendiri sudah luas.
Hukum tidak semata-mata peraturan perundang-undangan namun juga bisa bersifat
keputusan kepala adat. Hukum-pun bisa diartikan sebagai pedoman bersikap tindak
ataupun sebagai petugas.
Dalam suatu penegakkan
hukum, sesuai kerangka Friedmann, hukum harus diartikan sebagai suatu isi hukum
(content of law), tata laksana hukum (structure of law) dan budaya hukum
(culture of law). Sehingga, penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui
perundang-undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas
hukum. Juga, yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana menciptakan budaya
hukum masyarakat yang kondusif untuk penegakan hukum.
Contoh paling aktual
adalah tentang Perda Kawasan Bebas Rokok misalnya. Peraturan ini secara
normatif sangat baik karena perhatian yang begitu besar terhadap kesehatan
masyarakat. Namun, apakah telah berjalan efektif? Ternyata belum. Karena,
fasilitas yang minim, juga aparat penegaknya yang terkadang tidak memberikan
contoh yang baik. Sama halnya dengan masyarakat perokok, kebiasaan untuk
merokok di tempat-tempat publik adalah suatu budaya yang agak sulit diberantas.
Oleh karenanya,
penegakan hukum menuntut konsistensi dan keberanian dari aparat. Juga, hadirnya
fasilitas penegakan hukum yang optimal adalah suatu kemestian. Misalnya, perda
kawasan bebas rokok harus didukung dengan memperbanyak tanda-tanda larangan
merokok, atau menyediakan ruangan khusus perokok, ataupun memasang alarm di
ruangan yang sensitif dengan asap.
Masyarakatpun harus
senantiasa mendapatkan penyadaran dan pembelajaran yang kontinyu. Maka, program
penyadaran, kampanye, pendidikan, apapun namanya, harus terus menerus
digalakkan dengan metode yang partisipatif. Karena, adalah hak dari warganegara
untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang tepat dan benar akan hal-hal
yang penting dan berguna bagi kelangsungan hidupnya.
2.10 Problematika Hukum
Problema paling mendasar
dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hokum oleh pengemban
kekuasaan.
Problem akut dan
mendapat sorotan lain adalah:
1. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber
daya manusia yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki
integritas dalam jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
2. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena
sering mengalami intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan
karena negara belum mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin
surut. Hal ini berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan
sendiri siapa yang dianggap adil.
4. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak
memerhatikan keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat
sebenarnya sulit untuk dijalankan.
5. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma
dan pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi
peraturan perundang-undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat
masyarakat.
Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang
tidak berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai
representasi dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada
mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh
kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
Pekerjaan besar
menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu dilakukan
agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan
apa yang dijanjikan dalam hukum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral
dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai
warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas
mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
3.2 Saran
Penegakan hukum harus
memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum. Karena, tujuan
hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice),
kepastian hukum (certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before
the law).
Penegakan hukum-pun
harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia.
Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif,
menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender. Penegakan hukum jangan
dipertentangkan dengan penegakan HAM. Karena, sesungguhnya keduanya dapat
berjalan seiring ketika para penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara
dalam konteks hubungan antara negara hukum dengan masyarakat sipil.
DAFTAR PUSTAKA
Di ambil dari internet
Nama Blog : E F R I A W A N
Mari Saling Berbagi Ilmu
Jam : 18.30 WITA
Hari / tanggal : Jumat / 31-10-2014