“Reformasi Gerakan Budaya Dalam Islam”
Siti
Suwadah Rimang*
Pendahuluan
Reformasi secara etimologis berasal dari
kata “reformation” dengan akar kata “reform” yang secara semantik bermakna
“make or become better by removing or putting right what is bad or wrong”[1].
Reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam arti bahwa
perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan perubahan untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut. Reformasi juga
bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak (to change without destroying)
atau perubahan dengan memelihara (to change while preserving). Dalam hal
ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang radikal dan berlangsung
dalam jangka waktu singkat, tetapi merupakan proses perubahan yang terencana
dan bertahap.
Makna reformasi dewasa ini banyak
disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang
mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan reformasi
itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan
mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
makna reformasi itu sendiri.
Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.
Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.
Oleh
karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai
berikut :
Pertama,
suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu
penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu
penyimpangan-penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme”
kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD
1945 serta batang tubuh UUD 1945.
Kedua,
suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas
(landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa
dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk
mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa
Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideologi yang jelas maka gerakan
reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada
kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni
Soviet dan Yugoslavia.
Ketiga,
suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi.
Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan
pada suatu tatanan struktural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka
reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa
kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2)
UUD 1945.
Reformasi
harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam
arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu
harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari
pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi
itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu
reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap
kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi
bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek
kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi
tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”.
Keempat,
Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang
lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan
ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia
demokrat, egaliter dan manusiawi.
Kelima,
Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang
berkeTuhanan Yang Yaha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap
diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan
ideologi, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan
mengarah kepada disintegrasi, anarkisme, brutalisme, dengan demikian hakekat
reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai,
meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara
terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional
dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.
Reformasi Budaya
Menurut
ahli budaya, kata budaya merupakan gabungan dari dua kata, yaitu budi dan daya.
Budi mengandung makna akal, pikiran, paham, pendapat, ikhtiar,
perasaan. Daya mengandung makna tenaga, kekuatan, kesanggupan. Jadi
kebudayaan berarti kumpulan segala usaha dan upaya manusia yang dikerjakan
dengan mempergunakan hasil pendapat untuk memperbaiki kesempurnaan hidup (Sidi
Gazalba, 1998 : 35) Apa yang anda ingat ketika orang menyebut kata budaya,
biasanya yang terlintas adalah seni suara, seni tari, seni tradisional, seni
film, dan seterusnya. Seolah-olah budaya milik para seniman tertentu saja,
padahal arti sesungguhnya budaya adalah segala sesuatu hasil karya, karsa dan
tingkah laku manusia. Manusia menjadi objek utama dari terbentuknya budaya.
Budaya mempunyai peran penting
terbentuknya kondisi yang lebih baik, jika salah dalam memahami budaya bisa
berakibat fatal, sesuatu yang dianjurkan menjadi seolah-olah wajib, sementara
sesuatu yang dilarang bisa menjadi boleh atau biasa saja. Sebagai contoh,
ketika proses pernikahan, salah satu perkara besar yang disiapkan adalah pesta
pernikahan dan aksesorisnya, seperti, berapa orang yang akan diundang?,
digedung mana?, siapa saja tokoh yang akan diundang? dan seterusnya. Padahal
tidak ada ketentuan bahwa syarat sahnya nikah adalah pesta. Pesta sesungguhnya
adalah anjuran yang jika anda mampu melaksanakannya, maka sangat dianjurkan.
Namun jika anda tidak mampu melaksanakannya maka tidak perlu melaksanakan,
cukup melaksanakan akad nikah, anda sah menjadi suami istri, menjadikan yang
haram menjadi halal.
Namun di tengah-tengah masyarakat
terbentuk budaya yang sangat kuat bahwa pernikahan tersebut “wajib” dipestakan,
semakin besar pesta pernikahannya seolah-olah semakin tinggi kelas sosial yang
bersangkutan. Akhirnya jika tidak punya dana yang cukup berhutangpun tidak
masalah.
Contoh lain, “budaya” korupsi diduga
sudah lama terbentuk dalam penyelengaraan negara, akhirnya susah untuk
benar-benar tidak kena getahnya korupsi, mulai dari kelurahan sampai pelayanan
yang tertinggipun terdapat getah-getah korupsi, masih ada sebagian pelaksana
negara yang menganggap “budaya’ korupsi sudah menjadi biasa dan tidak masalah
jika melakukannya.
Budaya mempunyai peran yang besarnya
dalam membentuk dan merubah pola perilaku dari suatu bangsa, perbaikan dan
kemajuan bisa terjadi, jika terjadi perubahan budaya ke arah yang labih baik
secara konsisten. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha
kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan
tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Saat ini bangsa Indonesia sedang
giat-giatnya memberantas “budaya” korupsi, dengan cara menyelidiki, menangkap,
mengadili dan memenjarakan pelaku korupsi, ini perlu didukung dan diapresiasi
sangat besar. Namun hal yang mendasar yang juga harus difikirkan adalah jika
pendekatan yang dilakukan hanya pendekatan hukum, maka akhirnya yang terjadi
adalah perubahan karena takut dihukum, dan ketika hukum lemah serta lengah,
budaya lama akan menjangkiti kembali. Diperlukan reformasi budaya, agar
terbentuk budaya bahwa korupsi itu benar-benar menjijikkan dan orang yang
korupsi adalah lambang keterbelakangan dan kuno.
Lalu soslusi apa yang harus diambil???
Dalam setiap kemajuan selalu diiringi
dengan perubahan budaya, sebagai contoh dalam dunia pendidikan, anda yang baru
tamat SMU melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Jika budaya yang anda
pakai adalah budaya ketika anda di SMU, maka itu adalah indikasi kegagalan anda
mengikuti perkuliahan, mengapa demikian? karena anda belum mampu melakukan
adaptasi budaya sesuai dengan kebutuhan di lingkungan baru anda.
Hal yang sama juga terjadi pada saat
anda melanjutkan studi S2 dan S3, jika saat anda memasuki lingkungan S3 yang
anda pakai adalah budaya saat anda belajar S1, yakinlah anda akan menghadapi
kendala dalam menyelesaikan S3 anda. kalau anda mau berhasil paksa diri anda
untuk merubah budaya anda sesuai tuntutan lingkungan S3 yang anda masuki.
Dibutuhkan kesadaran dari setiap orang
untuk mengetahui apa kebutuhan budaya yang dikehendaki ketika anda masuk dalam
tahapan tertentu, dan pastikan budaya tersebut adalah budaya yang benar. Kalau
setiap orang sadar bahwa perlu melakukan adaptasi budaya secara terus menerus,
ini pertanda perubahan besar akan terjadi, dan secara bertahap perlu dibakukan
dalam sistim yang lebih kuat bisa berupa perangkat hukum, tata nilai dan
lain-lain.
Al
Qur’an memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses, dan meletakkan
kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu
totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal hati dan tubuh yang
menyatu dalam suatu perbuatan. Oleh karena itu, secara umum kebudayaan dapat
dipahami sebagai hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia. Ia
tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari
nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan
Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia yang
berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia
untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi rasa dan karsa yang telah
terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang
menjadi sebuah peradaban.
Dalam
perkembangannya kebudayaan perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang
mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani
dan setan, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi
untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan
kebudayaan yang beradab atau peradaban Islami.
Oleh
karena itu, misi kerasulan Muhammad SAW sebagaimana dalam sabdanya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Artinya Nabi Muhammad
SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia agar mengembangkan
kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah.
Dibutuhkan standar
Agar tidak membingungkan, ketika anda
memasuki lingkungan budaya yang baru, dan sadar bahwa dibutuhkan adaptasi
budaya baru, maka dibutuhkan standar, budaya yang seperti apa yang seharusnya
dilakukan dan pastikan budaya tersebut adalah budaya yang benar. Dalam hal ini
saya menyarankan agama menjadi standar benar atau tidaknya budaya. Bagi anda
yang muslim, agama Islam menjadi standar apakah budaya yang ada benar atau
salah. Ini akan mempermudah bagi anda yang akan memasuki lingkungan baru,
apakah budaya pada lingkungan baru anda perlu anda ikuti atau perlu dikritisi
bahkan kalau perlu dirubah.
Spektrum
Dibutuhkan spektrum yang luas untuk
melakukan perubahan budaya di masyarakat, maka perlu dipilih cara dan media
yang paling besar dampak dan pengaruhnya pada masyarakat. Dalam perspektif
inilah akhirnya media-media budaya berupa seni dengan berbagai variansnya
menjadi sangat penting dan strategis. Lihatlah Amerika dengan strategi budaya
film mereka, yang mengangkat “Hero” dalam setiap film-film mereka, mulai dari
Batman, Spiderman, Robocop, dll. Sadarkah anda, bahwa ada strategi budaya,
bukan terjadi dengan sendirinya. Amerika melalui strategi budaya film, mengemas
budaya baru bahwa Amerika adalah “Hero” bagi kemanusian dan dunia. Cara ini
memuluskan keinginan Amerika untuk menguasai dan menjadi polisi dunia.
Indonesia dulu juga mempunyai “Hero”
seperti Pangeran Diponegoro, Fatahillah, Cut Nyak Dien, Si Pitung, Nagabonar,
dll. Namun sepertinya tidak terdesign dengan baik, sehingga spektrum dan
pengaruhnya kurang masif di tengah masyarakat.
Seni suara, seni film dan sinetron, merupakan media yang besar jangkauanya ke masyarakat, untuk itu diperlukan strategi budaya. Ada strategi nasional yang didesign oleh negara untuk didorong pelaksanaanya kepada para budayawan. Para Budayawan sadar bahwa output yang mereka hasilkan bukan hanya berujung pada melimpahnya materi berupa keuntungan, namun juga berdampak pada terbentuknya budaya yang kuat dan benar ditengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini saya sangat mengapresiasi kerja keras, cerdas dan kreatifnya Habiburrahman el-Zhirazy dan timnya, yang telah mempengaruhi budaya film Indonesia yang tadinya hanya seputar foya-foya, Hedonis, hantu dan seks, menjadi penuh makna, sehat dan benar. Saya melihat tawaran budaya yang jauh lebih baik dari sebelumnya, walaupun mungkin, ini sifatnya masih gebrakan individu bukan strategi budaya secara nasional.
Seni suara, seni film dan sinetron, merupakan media yang besar jangkauanya ke masyarakat, untuk itu diperlukan strategi budaya. Ada strategi nasional yang didesign oleh negara untuk didorong pelaksanaanya kepada para budayawan. Para Budayawan sadar bahwa output yang mereka hasilkan bukan hanya berujung pada melimpahnya materi berupa keuntungan, namun juga berdampak pada terbentuknya budaya yang kuat dan benar ditengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini saya sangat mengapresiasi kerja keras, cerdas dan kreatifnya Habiburrahman el-Zhirazy dan timnya, yang telah mempengaruhi budaya film Indonesia yang tadinya hanya seputar foya-foya, Hedonis, hantu dan seks, menjadi penuh makna, sehat dan benar. Saya melihat tawaran budaya yang jauh lebih baik dari sebelumnya, walaupun mungkin, ini sifatnya masih gebrakan individu bukan strategi budaya secara nasional.
Dengan budaya yang penuh makna, sehat
dan benar yang ditawarkan melalui media film, sinetron serta tarik suara,
diharapkan mampu membentuk karakter bangsa Indonesia yang benar dan kuat.
sehingga budaya kerja keras, jujur, jauh dari korupsi, religius, menjadi
terbentuk dengan kuat di masyarakat, dan kemajuan Indonesia bisa kita
impikan mengantikan negara-negara yang saat ini menjadi negara maju. Akhirnya
saya melihat Indonesia saat ini, sangat membutuhkan reformasi budaya.
Budaya
seringkali dimaknaisebagai manifestasi kehidupan setiap individu maupun
kelompok
yang berbeda dengan kehidupan hewan yang cenderung statis dan berjalan secara
alami. Manusia tidak begitu saja hidup di tengah-tengah alam yang luas ini,
melainkan selalu mengadakan perubahan-perubahan terhadap alam yang ada hingga
dapat terwujud sebagai sebuah budaya/kebudayaan. Kebudayaan
meliputi segala manifestasi dan kehidupan manusia yang
berbudi luhur dan yang bersifat rohani seperti agama, kesenian, filsafat, ilmu
pengetahuan, tata negara,dan lain sebagainya.Kebudayaan juga dapat diartikan
sebagai sebuah tradisi yang berlaku dalam masyarakat yang dapat diterjemahkan
atau penerusan norma-norma, adat istiadat maupun aturan-aturan yang berlaku
dalam masyarakat. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa apa yang sudah
mentradisi di masyarakat merupakan barang mati yang tidak dapat berubah, tetapi
tradisi di dalam masyarakat justru memerlukan pengembangan dan perpaduan sesuai
dengan aneka ragam perbuatan manusia secara keseluruhan dan sesuai pula dengan
pola pikir masyarakat. Hal ini karena tradisi diciptakan oleh masyarakat, maka
pada suatu ketika masyarakat berhak untuk menerima,menolak ataupun perubahnya.
Dalam kaitannya dengan agama, kebudayaan yang lahir dari agama dan berkembang
seiring dengan perkembangan agama yang melahirkan kebudayaan tersebut.
Dengan demikian, antara agama dan kebudayaan tidak
bisa dipisah-pisahkan. Ketika agama Islam mulai masuk di Indonesia, terutama
selama penyebaran Islam di pulau Jawa yang dibawa oleh para Wali (biasa disebut
dalam legenda Jawa sebagai Wali Sembilan atau Wali Songo), bentuk kebudayaan
yang bernuansa keislaman mulai bermunculan. Pendekatan yang dilakukan oleh para
Wali dengan mengakulturasikan Islam dan budaya lokal menjadi pilihan mereka.
Pendekatan dakwah melalui kebudayaan lokal dengan memasukkan unsur-unsur Islam dianggap
yang paling sesuai pada masa tersebut. Pilihan untuk memberi makna pagelaran
wayang kulit, gending-gending Jawa (lagu-lagu berbahasa Jawa) dengan
nilai-nilai Islam merupakan mainstream dakwah masa-masa awal Islam di Jawa.
Budaya
yang merusak Generasi bangsa
Budaya Tahun
Baru
Banyak alasan seseorang
merayakan tahun baru ini, misalnya karena tahun universal, mengikuti trend, dan
lain sebagainya. Namun, seorang muslim haruslah peka / berhati-hati karena ini
adalah salah satu trik orang kafir untuk me-murtadkan dan menyesatkan.
Tujuannya, seorang muslim memandang perkara dosa tidak dianggap dosa karena
sudah terbiasa. Ia menjadi lalai dan tidak memiliki pegangan kuat terhadap
agamanya.
Kondisi ini sudah disinyalir dalam QS Ali Imran
69;
“Segolongan ahli Kitab ingin menyesatkan kamu.
Padahal (sesungguhnya) mereka tidak menyesatkan melainkan diri mereka sendiri,
tetapi mereka tidak menyadarinya.”
Banyaknya umat islam yang merayakan tahun baru
ini memang sungguh ironis, dan sudah diprediksikan nabi untuk menyatakan
kondisi umat di akhir zaman.
“Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum
kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka
masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat bertanya :
“Siapa mereka yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah ?” Beliau menjawab :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani.” (HR. Bukhari)
Harus disadari, bahwasanya Yahudi dan Nasrani
adalah pelopor budaya / peradaban zaman sekarang melalui propaganda media yang
dikuasainya. Sehingga seseorang menganggap dirinya tidak modern jika tidak
mengikuti budaya meraka. Alhasil, betapa ironisnya orang islam berduyun-duyun
memeriahkan perayaan tahun baru, sementara event itu sendiri adalah perayaan
ibadahnya orang nasroni.
Waktu bagi setiap muslim, janganlah disia-siakan.
Hidup tidak bisa diulang. Umur yang dikaruniakan akan diminta
pertanggungjawaban saat berhadapan dengan Allah SWT kelak. Setiap orang akan
dengan mudah dibuka file catatan amalnya. Jangan sampai umur kita habis tidak
dalam ketaataan. Namun sebaliknya, dihabiskan dengan berpoya-poya dan
bersenang-senang. Apalagi membuang waktu dengan kegiatan mudharat dan dosa,
salah satunya ikut memeriahkan ibadah agama lain.
Budaya
valentine
Bulan februari merupakan bulan yang
selalu diidentikan dengan bulan penuh cinta yang dinantikan para remaja
Indonesia dimana mereka akan selalu mengingat 1 hari pada bulan ini yaitu tepat
pada tanggal 14 februari yang sering mereka sebut sebagai hari kasih sayang
yaitu valentine atau lebih familiarnya “valentine day”. Bulan februari ini
selalu diidentikan dengan warna merah hati dan diwarnai dengan kebiasaan
memberikan sesuatu bisa cokelat, bunga dan sebagainya kepada pasangannya yang
sedang memadu cinta sebagai bentuk rasa kasih sayang.
Budaya ini sebenernya budaya
jahiliyah yang dipropagandakan sangat massif dan progressif oleh kaum non
muslim (zionis-salibis) karena jika dilihat dari sejarah valetine day dan
perkembangannya dimana amerika dan sekutunya sebagai aktor yang ada
digarda terdepan. Namun ironis karena di Indonesia mayoritas remajanya beragama
islam maka remaja muslimlah yang jadi korban terbanyaknya. Ditambah serangan
gencar membabi buta dari media seperti televisi, koran, majalah dan sokongan
kaum sepilis (sekuleris, pluralis dan liberalis) juga sarana lainnya
membuat remaja kita sulit untuk melawan budaya valentine day ini yang sudah
menjadi kebiasan sejak lama dan turun temurun terwarisi.
Budaya ini sangat berbahaya bagi
moral dan akhlak para pemuda muslim, mengapa ? sebab berdasarkan hasil kajian
dan analisis juga fakta-realita yang
ada, dalam merayakan hari valentine (kasih sayang) banyak remaja yang
melakukan sek bebas (hubungan diluar nikah), mabuk-mabukkan, berfoya-foya dan
lainnya yang sangat jauh dari norma-norma agama. Efek dari gencarnya perayaan
hari valentine adalah menghilangnya nilai-nilai spiritualitas dan moralitas
dalam diri remaja Indonesia juga dapat menghilangkan budaya ketimuran luhur
yang selama ini melekat.
Rusaknya remaja kita disebabkan
banyak hal mulai dari pergaulan bebas yang tidak terkendali seperti sex
bebas, minum-minuman keras, narkoba, tawuran, konsumtif-hedonistik dan
sebagainya adalah buah dari menghilangnya nilai-nilai spiritualitas dan
moralitas remaja saat ini. Mereka sudah semakin jauh dari tradisi – tradisi
agama, dimana tradisi – tradisi tersebut seperti mengaji ,berpakaian sopan,
aktif dirohis sekolah, remaja masjid dan mushollah, menghormati orang tua dan
guru juga sholat berjamaah tergerus oleh tradisi budaya asing (jahiliyah) yang
negatif salah satunya adalah perayaan hari valentine ini.
Sumber Berita: www.swarakalibata.com
Sumber Berita: www.swarakalibata.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar