Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Jumat, 02 Januari 2015

Reformasi Gerakan Budaya Dalam Islam



 “Reformasi Gerakan Budaya Dalam Islam”
Siti Suwadah Rimang*

Pendahuluan

Reformasi secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata “reform” yang secara semantik bermakna “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong”[1]. Reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut.  Reformasi juga bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan dengan memelihara (to change while  preserving). Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang radikal dan berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi merupakan proses perubahan yang terencana dan bertahap.
Makna reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri.

Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu penyimpangan-penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi “nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.
Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi ideologi yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.
Ketiga, suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”.
Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia demokrat, egaliter dan manusiawi.
Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang berkeTuhanan Yang Yaha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme, brutalisme, dengan demikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.

 

Reformasi Budaya

Menurut ahli budaya, kata budaya merupakan gabungan dari dua kata, yaitu budi dan daya. Budi mengandung makna akal, pikiran, paham, pendapat, ikhtiar, perasaan. Daya mengandung makna tenaga, kekuatan, kesanggupan. Jadi kebudayaan berarti kumpulan segala usaha dan upaya manusia yang dikerjakan dengan mempergunakan hasil pendapat untuk memperbaiki kesempurnaan hidup (Sidi Gazalba, 1998 : 35) Apa yang anda ingat ketika orang menyebut kata budaya, biasanya yang terlintas adalah seni suara, seni tari, seni tradisional, seni film, dan seterusnya. Seolah-olah budaya milik para seniman tertentu saja, padahal arti sesungguhnya budaya adalah segala sesuatu hasil karya, karsa dan tingkah laku manusia. Manusia menjadi objek utama dari terbentuknya budaya.
Budaya mempunyai peran penting terbentuknya kondisi yang lebih baik, jika salah dalam memahami budaya bisa berakibat fatal, sesuatu yang dianjurkan menjadi seolah-olah wajib, sementara sesuatu yang dilarang bisa menjadi boleh atau biasa saja. Sebagai contoh, ketika proses pernikahan, salah satu perkara besar yang disiapkan adalah pesta pernikahan dan aksesorisnya, seperti, berapa orang yang akan diundang?, digedung mana?, siapa saja tokoh yang akan diundang? dan seterusnya. Padahal tidak ada ketentuan bahwa syarat sahnya nikah adalah pesta. Pesta sesungguhnya adalah anjuran yang jika anda mampu melaksanakannya, maka sangat dianjurkan. Namun jika anda tidak mampu melaksanakannya maka tidak perlu melaksanakan, cukup melaksanakan akad nikah, anda sah menjadi suami istri, menjadikan yang haram menjadi halal.
Namun di tengah-tengah masyarakat terbentuk budaya yang sangat kuat bahwa pernikahan tersebut “wajib” dipestakan, semakin besar pesta pernikahannya seolah-olah semakin tinggi kelas sosial yang bersangkutan. Akhirnya jika tidak punya dana yang cukup berhutangpun tidak masalah.
Contoh lain, “budaya” korupsi diduga sudah lama terbentuk dalam penyelengaraan negara, akhirnya susah untuk benar-benar tidak kena getahnya korupsi, mulai dari kelurahan sampai pelayanan yang tertinggipun terdapat getah-getah korupsi, masih ada sebagian pelaksana negara yang menganggap “budaya’ korupsi sudah menjadi biasa dan tidak masalah jika melakukannya.
Budaya mempunyai peran yang besarnya dalam membentuk dan merubah pola perilaku dari suatu bangsa, perbaikan dan kemajuan bisa terjadi, jika terjadi perubahan budaya ke arah yang labih baik secara konsisten. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Saat ini bangsa Indonesia sedang giat-giatnya memberantas “budaya” korupsi, dengan cara menyelidiki, menangkap, mengadili dan memenjarakan pelaku korupsi, ini perlu didukung dan diapresiasi sangat besar. Namun hal yang mendasar yang juga harus difikirkan adalah jika pendekatan yang dilakukan hanya pendekatan hukum, maka akhirnya yang terjadi adalah perubahan karena takut dihukum, dan ketika hukum lemah serta lengah, budaya lama akan menjangkiti kembali. Diperlukan reformasi budaya, agar terbentuk budaya bahwa korupsi itu benar-benar menjijikkan dan orang yang korupsi adalah lambang keterbelakangan dan kuno.
Lalu soslusi apa yang harus diambil???

Dalam setiap kemajuan selalu diiringi dengan perubahan budaya, sebagai contoh dalam dunia pendidikan, anda yang baru tamat SMU melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Jika budaya yang anda pakai adalah budaya ketika anda di SMU, maka itu adalah indikasi kegagalan anda mengikuti perkuliahan, mengapa demikian? karena anda belum mampu melakukan adaptasi budaya sesuai dengan kebutuhan di lingkungan baru anda.
Hal yang sama juga terjadi pada saat anda melanjutkan studi S2 dan S3, jika saat anda memasuki lingkungan S3 yang anda pakai adalah budaya saat anda belajar S1, yakinlah anda akan menghadapi kendala dalam menyelesaikan S3 anda. kalau anda mau berhasil paksa diri anda untuk merubah budaya anda sesuai tuntutan lingkungan S3 yang anda masuki.
Dibutuhkan kesadaran dari setiap orang untuk mengetahui apa kebutuhan budaya yang dikehendaki ketika anda masuk dalam tahapan tertentu, dan pastikan budaya tersebut adalah budaya yang benar. Kalau setiap orang sadar bahwa perlu melakukan adaptasi budaya secara terus menerus, ini pertanda perubahan besar akan terjadi, dan secara bertahap perlu dibakukan dalam sistim yang lebih kuat bisa berupa perangkat hukum, tata nilai dan lain-lain.
Al Qur’an memandang kebudayaan itu merupakan suatu proses, dan meletakkan kebudayaan sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan. Oleh karena itu, secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia. Ia tidak mungkin terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan, namun bisa jadi lepas dari nilai-nilai ketuhanan.
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil akal, budi rasa dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya kebudayaan perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani dan setan, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islami.
Oleh karena itu, misi kerasulan Muhammad SAW sebagaimana dalam sabdanya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Artinya Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas pokok untuk membimbing manusia agar mengembangkan kebudayaan sesuai dengan petunjuk Allah.

Dibutuhkan standar
Agar tidak membingungkan, ketika anda memasuki lingkungan budaya yang baru, dan sadar bahwa dibutuhkan adaptasi budaya baru, maka dibutuhkan standar, budaya yang seperti apa yang seharusnya dilakukan dan pastikan budaya tersebut adalah budaya yang benar. Dalam hal ini saya menyarankan agama menjadi standar benar atau tidaknya budaya. Bagi anda yang muslim, agama Islam menjadi standar apakah budaya yang ada benar atau salah. Ini akan mempermudah bagi  anda yang akan memasuki lingkungan baru, apakah budaya pada lingkungan baru anda perlu anda ikuti atau perlu dikritisi bahkan kalau perlu dirubah.
Spektrum
Dibutuhkan spektrum yang luas untuk melakukan perubahan budaya di masyarakat, maka perlu dipilih cara dan media yang paling besar dampak dan pengaruhnya pada masyarakat. Dalam perspektif inilah akhirnya media-media budaya berupa seni dengan berbagai variansnya menjadi sangat penting dan strategis. Lihatlah Amerika dengan strategi budaya film mereka, yang mengangkat “Hero” dalam setiap film-film mereka, mulai dari Batman, Spiderman, Robocop, dll. Sadarkah anda, bahwa ada strategi budaya, bukan terjadi dengan sendirinya. Amerika melalui strategi budaya film, mengemas budaya baru bahwa Amerika adalah “Hero” bagi kemanusian dan dunia. Cara ini memuluskan keinginan Amerika untuk menguasai dan menjadi polisi dunia.
Indonesia dulu juga mempunyai “Hero” seperti Pangeran Diponegoro, Fatahillah, Cut Nyak Dien, Si Pitung, Nagabonar, dll.  Namun sepertinya tidak terdesign dengan baik, sehingga spektrum dan pengaruhnya kurang masif di tengah masyarakat.
Seni suara, seni film dan sinetron, merupakan media yang besar jangkauanya ke masyarakat, untuk itu diperlukan strategi budaya. Ada strategi nasional yang didesign oleh negara untuk didorong pelaksanaanya kepada para budayawan. Para Budayawan sadar bahwa output yang mereka hasilkan bukan hanya berujung pada melimpahnya materi berupa keuntungan, namun juga berdampak pada terbentuknya budaya yang kuat dan benar ditengah-tengah masyarakat.
Dalam hal ini saya sangat mengapresiasi kerja keras, cerdas dan kreatifnya Habiburrahman el-Zhirazy dan timnya, yang telah mempengaruhi budaya film Indonesia yang tadinya hanya seputar foya-foya, Hedonis, hantu dan seks, menjadi penuh makna, sehat dan benar. Saya melihat tawaran budaya yang jauh lebih baik dari sebelumnya, walaupun mungkin, ini sifatnya masih gebrakan individu bukan strategi budaya secara nasional.
Dengan budaya yang penuh makna, sehat dan benar yang ditawarkan melalui media film, sinetron serta tarik suara, diharapkan mampu membentuk karakter bangsa Indonesia yang benar dan kuat. sehingga budaya kerja keras, jujur, jauh dari korupsi, religius, menjadi terbentuk dengan kuat di masyarakat, dan  kemajuan Indonesia bisa kita impikan mengantikan negara-negara yang saat ini menjadi negara maju. Akhirnya saya melihat Indonesia saat ini, sangat membutuhkan reformasi budaya.
 Budaya seringkali dimaknaisebagai manifestasi kehidupan setiap individu maupun
kelompok yang berbeda dengan kehidupan hewan yang cenderung statis dan berjalan secara alami. Manusia tidak begitu saja hidup di tengah-tengah alam yang luas ini, melainkan selalu mengadakan perubahan-perubahan terhadap alam yang ada hingga dapat terwujud sebagai sebuah budaya/kebudayaan. Kebudayaan
meliputi segala manifestasi dan kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang bersifat rohani seperti agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara,dan lain sebagainya.Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai sebuah tradisi yang berlaku dalam masyarakat yang dapat diterjemahkan atau penerusan norma-norma, adat istiadat maupun aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa apa yang sudah mentradisi di masyarakat merupakan barang mati yang tidak dapat berubah, tetapi tradisi di dalam masyarakat justru memerlukan pengembangan dan perpaduan sesuai dengan aneka ragam perbuatan manusia secara keseluruhan dan sesuai pula dengan pola pikir masyarakat. Hal ini karena tradisi diciptakan oleh masyarakat, maka pada suatu ketika masyarakat berhak untuk menerima,menolak ataupun perubahnya. Dalam kaitannya dengan agama, kebudayaan yang lahir dari agama dan berkembang seiring dengan perkembangan agama yang melahirkan kebudayaan tersebut.
Dengan demikian, antara agama dan kebudayaan tidak bisa dipisah-pisahkan. Ketika agama Islam mulai masuk di Indonesia, terutama selama penyebaran Islam di pulau Jawa yang dibawa oleh para Wali (biasa disebut dalam legenda Jawa sebagai Wali Sembilan atau Wali Songo), bentuk kebudayaan yang bernuansa keislaman mulai bermunculan. Pendekatan yang dilakukan oleh para Wali dengan mengakulturasikan Islam dan budaya lokal menjadi pilihan mereka. Pendekatan dakwah melalui kebudayaan lokal dengan memasukkan unsur-unsur Islam dianggap yang paling sesuai pada masa tersebut. Pilihan untuk memberi makna pagelaran wayang kulit, gending-gending Jawa (lagu-lagu berbahasa Jawa) dengan nilai-nilai Islam merupakan mainstream dakwah masa-masa awal Islam di Jawa.



Budaya yang merusak Generasi bangsa
Budaya Tahun Baru
Banyak alasan seseorang merayakan tahun baru ini, misalnya karena tahun universal, mengikuti trend, dan lain sebagainya. Namun, seorang muslim haruslah peka / berhati-hati karena ini adalah salah satu trik orang kafir untuk me-murtadkan dan menyesatkan. Tujuannya, seorang muslim memandang perkara dosa tidak dianggap dosa karena sudah terbiasa. Ia menjadi lalai dan tidak memiliki pegangan kuat terhadap agamanya.
Kondisi ini sudah disinyalir dalam QS Ali Imran 69;
“Segolongan ahli Kitab ingin menyesatkan kamu. Padahal (sesungguhnya) mereka tidak menyesatkan melainkan diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak menyadarinya.”
Banyaknya umat islam yang merayakan tahun baru ini memang sungguh ironis, dan sudah diprediksikan nabi untuk menyatakan kondisi umat di akhir zaman.
“Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat bertanya : “Siapa mereka yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah ?” Beliau menjawab : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani.” (HR. Bukhari)
Harus disadari, bahwasanya Yahudi dan Nasrani adalah pelopor budaya / peradaban zaman sekarang melalui propaganda media yang dikuasainya. Sehingga seseorang menganggap dirinya tidak modern jika tidak mengikuti budaya meraka. Alhasil, betapa ironisnya orang islam berduyun-duyun memeriahkan perayaan tahun baru, sementara event itu sendiri adalah perayaan ibadahnya orang nasroni.
Waktu bagi setiap muslim, janganlah disia-siakan. Hidup tidak bisa diulang. Umur yang dikaruniakan akan diminta pertanggungjawaban saat berhadapan dengan Allah SWT kelak. Setiap orang akan dengan mudah dibuka file catatan amalnya. Jangan sampai umur kita habis tidak dalam ketaataan. Namun sebaliknya, dihabiskan dengan berpoya-poya dan bersenang-senang. Apalagi membuang waktu dengan kegiatan mudharat dan dosa, salah satunya ikut memeriahkan ibadah agama lain.
Budaya valentine
Bulan februari merupakan bulan yang selalu diidentikan dengan bulan penuh cinta yang dinantikan para remaja Indonesia dimana mereka akan selalu mengingat 1 hari pada bulan ini yaitu tepat pada tanggal 14 februari yang sering mereka sebut sebagai hari kasih sayang yaitu valentine atau lebih familiarnya “valentine day”. Bulan februari ini selalu diidentikan dengan warna merah hati dan diwarnai dengan kebiasaan memberikan sesuatu bisa cokelat, bunga dan sebagainya kepada pasangannya yang sedang memadu cinta sebagai bentuk rasa kasih sayang.
Budaya ini sebenernya budaya jahiliyah yang dipropagandakan sangat massif dan progressif oleh kaum non muslim (zionis-salibis) karena jika dilihat dari sejarah valetine day dan perkembangannya  dimana amerika dan sekutunya sebagai  aktor yang ada digarda terdepan. Namun ironis karena di Indonesia mayoritas remajanya beragama islam maka remaja muslimlah yang jadi korban terbanyaknya. Ditambah serangan gencar membabi buta dari media seperti televisi, koran, majalah dan sokongan kaum sepilis (sekuleris, pluralis dan liberalis)  juga sarana lainnya membuat remaja kita sulit untuk melawan budaya valentine day ini yang sudah menjadi kebiasan sejak lama dan turun temurun terwarisi.
Budaya ini sangat berbahaya bagi moral dan akhlak para pemuda muslim, mengapa ? sebab berdasarkan hasil kajian dan analisis  juga fakta-realita yang ada, dalam merayakan hari valentine (kasih sayang) banyak remaja  yang melakukan sek bebas (hubungan diluar nikah), mabuk-mabukkan, berfoya-foya dan lainnya yang sangat jauh dari norma-norma agama. Efek dari gencarnya perayaan hari valentine adalah menghilangnya nilai-nilai spiritualitas dan moralitas dalam diri remaja Indonesia juga dapat menghilangkan budaya ketimuran luhur yang selama ini melekat.
Rusaknya remaja kita disebabkan banyak hal mulai dari pergaulan bebas yang tidak terkendali  seperti sex bebas, minum-minuman keras, narkoba, tawuran, konsumtif-hedonistik dan sebagainya adalah buah dari menghilangnya nilai-nilai spiritualitas dan moralitas remaja saat ini. Mereka sudah semakin jauh dari tradisi – tradisi agama, dimana tradisi – tradisi tersebut seperti mengaji ,berpakaian sopan, aktif dirohis sekolah, remaja masjid dan mushollah, menghormati orang tua dan guru juga sholat berjamaah tergerus oleh tradisi budaya asing (jahiliyah) yang negatif salah satunya adalah perayaan hari valentine ini.
Sumber Berita: www.swarakalibata.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar