MENCIPTAKAN PEMIMPIN MILITAN YANG LOYAL DALAM BERORGANISASI
Disusun oleh:
Sandi
NIM. 105 19017 8512
Diajukan Kepada
Pimpinan Cabang
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah Kabupaten Jeneponto
Untuk Memenuhi
Sebagian Syarat
Masuk Darul Arqam Madya
2015
M/1436 H
Kata
Pengantar
Segala
puji hanya bagi Allah swt, penguasa alam semesta, yang telah menciptakan rasa
cinta sebagai jalan; yang menciptakan ketaatan dan ketundukan kepada-Nya
berdasarkan ketulusan cinta sebagai bukti, yang menggerakkan jiwa kepada
berbagai macam kesempurnaan sebagai sugesti untuk mencari dan mendapatkan cinta
tersebut. Tuhan yang telah membangkitkan hasrat dan minat demi meraih harapan
sang pencari cinta, sehingga manusia dapat hidup dalam indahnya kasih sayang
dan cinta dalam kedamaian.
Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada utusan Allah swt. Nabi
Muhammad saw. yang telah menghibahkan hidupnya di jalan Allah swt. dan juga
kepada orang-orang yang senantiasa berjuang di jalan-Nya hingga akhir zaman.
Syukur
alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul; “Menciptakan Pemimpin militan yang loyal dalam berorganisasi”,
guna memenuhi salah satu syarat masuk di Darul Arqam Madya (DAM), Pimpinan
Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kabupaten Jeneponto. Selesainya Makalah
ini tentunya tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak yang
memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis. Olehnya itu saya ucapkan jazakumullahu
khaeran katsiran, tanpa terkecuali.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan juga ada kelemahan,
kekurangan serta kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran-saran
dan bimbingan untuk melakukan perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca.
Makassar
17 Dzulhijjah 1436 H
Penulis,
Sandi
DAFTAR ISI
Sampul................................................................................................................... i
Kata
Pengantar....................................................................................................... ii
Daftar
Isi................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang........................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah..................................................................................
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
pemimpin militan yang loyal........................................................................................................... 3
B. Melahirkan pemimpin militan yang loyal dalam berorganisasi.......... 4
B. Melahirkan pemimpin militan yang loyal dalam berorganisasi.......... 4
C. Proses pembentukan loyalitas dalam kepemimpinan......................... 10
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan...........................................................................................
18
B.
Saran.....................................................................................................
19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kader merupakan generasi pelanjut dalam sebuah organisasi. Tanpa
seorang kader maka sebuah organisasi akan hampa dan akan mati jika tak
mempunyai kader. Kader yang militansinya tinggi sangat diperlukan dalam
berlangsung organisasi yang dianutnya. Apalagi jika kader itu mempunyai
kesadaran kritis yang tajam dan mendalam dalam sebuah manifestasi-manifestasi
gerakan Islam demi mewujudkan kader yang mempunyai dedikasi yang tinggi.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah salah satu organisasi otonom
Muhammadiyah yang arah gerakannya memiliki ciri khas yang khusus dibandingkan
dengan organisasi lain dan tentu saja Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah
salah satu wadah bagi Mahasiswa yang ingin mengembangkan bakat dan minatnya
terutama di bidang kepemimpinan.
Jika menelusuri jejak Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kita akan
menemukan bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sejak dibentuknya hingga berdiri
sampai saat ini kita akan mengetahui bahwa ortom Muhammadiyah ini telah
menampilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki kesadaran kritis dan tentu saja
dengan analisa-analisa yang tinggi untuk tetap mempertahankan ideologi-ideologi
yang dimiliki ortom Muhammadiyah ini.
Kader yang dimiliki Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tak terbilang
lagi jumlahnya sehingga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang pastinya kewalahan
dalam melakukan peng-filter-an untuk merekruk mereka yang betul-betul
ingin menjadi seorang pemimpin yang
memiliki potensi tertentu. Menurut data dari Republika Online, Muhammadiyah
memiliki perguruan tinggi sebanyak 177 PTM yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dan tentu saja setiap perguruan tinggi memiliki ortom Muhammadiyah ini yakni di
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus mampu
mempunyai ciri khas dalam melakukan kekaderan dari organisasi lain, dan kapan
tidak memiliki sesuatu yang khas. Maka Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah akan
kehilangan kadernya walau mereka telah menempuh Darul Arqam Dasar, Darul Arqam
Madya, Darul Arqam Paripurna. Dan ini tak bisa dipungkiri jika Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah statis dalam melakukan kekaderan. Seorang pemimpin yang militansi
dan loyalitas yang tinggi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus menjadi agen
of cange atau pembawa perubahan dan juga harus mampu menjadi lokomotif
of cange atau penggerak perubahan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka beberapa rumusan masalah
dapat dirumuskan sebagai berikut.
a.
Apakah pengertian pemimpin militan yang loyal
?
b.
Bagaimanakah cara melahirkan pemimpin yang loyal dalam
berorganisasi ?
c.
Bagaiamanakah proses pembentukan loyalitas dalam
kepemimpinan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pemimpin Militan yang Loyal
Secara bahasa pemimpin
atau al-amir (الامير) berarti penguasa, pemimpin, komandan atau raja. Menurut
Ibnu Faris, kata tersebut berakar dari huruf-huruf hamzah (همزه), mim (ميم) dan ra’
(راء)
yang makna dasar adalah: al-amru min al-umuri (perintah terhadap beberapa
urusan), al-amru diddu al-nahyi (perintah; lawan kata dari larangan).
Secara terminologis,
istilah ini merupakan sebutan bagi kepala pemerintahan di daerah, penguasa
militer, atau kepala negara. Di dalam al-Qur’an hanya ada istilah uli
al-amr yang juga berarti penguasa. Dalam hadis, istilah
amir ditemukan sekitar 40 kali dan umara’ ditemukan 24
kali.
Kata
militan dalam kamus bahasa Indonesia berarti bersemangat tinggi; berhaluan
keras; kader pemuda yang sangat diperlukan dan apabila di tambah kata “si”
menjadi “militansi” maka akan memiliki arti yang lebih lagi yakni ketangguhan dalam
berjuang (menghaapi, kesulitan, berjuang, berperang, dan sebagainya).
Definisi loyalitas dalam
prakteknya seringkali dijabarkan dengan sangat berbeda-beda. Menurut kamus
bahasa Indonesia maka pengertian loyalitas sesungguhnya merupakan kepatuhan dan
kesetiaan. Selain itu Loyalitas juga bisa dikatakan setia pada sesuatu dengan
rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi seseorang merasa tidak
perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu untuk orang lain/
organisasi tempat dia meletakkan loyalitasnya. Secara etimologis kata loyalitas
selain mengandung unsur kepatuhan dan kesetiaan ternyata juga mengandung banyak
unsur dimana unsur-unsur tersebut saling bersinergy dalam membentuk loyalitas
seseorang.
Melihat dari arti kata diatas menunjukkan bahwa dalam loyalitas
terkandung beberapa unsur diantaranya pengorbanan, kepatuhan, komitmen,
ketaatan dan kesetiaan. Hal ini menunjukkan bahwa terbentuknya sikap loyal
melalui proses yang sangat rumit karena dipengaruhi interaksi dua belah pihak.
Mengacu dari pengertian loyalitas diatas dapat dikatakan bahwa seseorang
dikatakan memiliki loyalitas jika seseorang tersebut memiliki kepatuhan dan
kesetiaan terhadap organisasi/seseorang.
B.
Melahirkan pemimpin yang loyal dalam berorganisasi
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai wadah
dari kader tersebut agar mampu menjewantahkan ideologi-ideologi yang ada dalam
ortom Muhammadiyah ini. Apabila Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dihubungkan
dengan perkaderan, maka akan melahirkan citra diri kader yang banyak berpikir,
banyak bicara dan banyak bekerja.
Jika Karl Marx mengatakan ideologi sebagai konsep dasar kesetaraan
maka ada satu manisfestasi besar terhadap pemaknaan manusia terhadap aplikasi
ideologi yakni mampu menjadi pijakan nilai di dalam mewujudkan cita-citanya.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu ujung tombak perkaderan
Muhammadiyah dalam melakukan penguatan ideologi dan nilai-nilai
kemuhammadiyahan harus bisa berfungsi sebagai operasional. Maksudnya adalah
seorang pemimpin harus mampu mengaplikasikan ideologi-ideologi yang ada pada
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah maupun yang ada di dalam ideologi-ideologi
Muhammadiyah seperti Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Masalah Lima,
Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah,
Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah, dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah dan lain-lain.
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah disebutkan dalam
kehidupan berorganisasi poin kedua dinyatakan bahwa setiap anggota kader,
pimpinan Muhammadiyah berkewajiban memelihara, melangsungkan, menyempurnakan
gerak dan langkah Persyarikatan dengan penuh komitmen yang istiqamah,
kepribadian yang mulia (siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh) wawasan
pemikiran dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliyah yang unggul
sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang bena-benar menjadi rahmatan
lil-‘alamin. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kader Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah sebagai warga Muhammadiyah agar kiranya dapat
mengaplikasikan apa yang ada di dalam pedoman tersebut. Sehingga kedepannya
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mempunyai kesadaran kritis ditambah lagi dengan
mampu mengalisis segala persoalan-persoalan yang yang sudah dan yang belum
terwujud.
Pemimpin dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah diharapkan mampu
menjadi kader umat, kader persyarikatan dan kader bangsa. Tentunya kader yang
mempunyai bakat dan minat harus terus diberikan peluang-peluang untuk masuk
dalam roda kepemimpinan yang dimilikinya. Seorang kader bukan hanya mampu
berbicara lantang di depan umum tetapi bagaimana ia mampu menjadi seorang
pemimpin yang betul-betul mengaplikasikan apa yang telah keluar dari hati dan
perkataannya untuk membuktikan bahwa ia adalah pemimpin yang sejati yang
dicita-citakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Seorang pemimpin dituntut
untuk cerdas dalam menata pikiran, cerdas dalam menata mental, cerdas dalam
menata fisik, dan bukan hanya itu seorang kader tentunya juga harus cerdas
dalam menata sipiritual, intelektual dan humanitas sebagai trilogi yang ada di
dalam manifestasi gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Dalam menata pikiran seorang pemimpin langkah awal yang harus
dilakukan adalah bagaimana ia mampu mengubah diri, yaitu dengan menata pikiran.
Dari pikiranlah tindakan akan dihasilkan. Jika seorang pemimpin ingin
membiasakan diri sebagai Muslim Pembelajar, maka pertama kali yang harus diubah
adalah skala pemikiran. Seorang pemimpin jangan memulai dari
kebiasaan-kebiasaan yang bersifat teknis tanpa didahului oleh penataan pikiran.
Dr. ‘Aidh al-Qarni mengatakan salah satu cara terbaik untuk menajamkan dan
mengontrol pikiran adalah melakukan pekerjaan yang menyenangkan dan bermanfaat.
Karena orang-orang yang menganggur adalah orang-orang yang suka menghayal dan
menyebarkan berita yang tidak jelas.
Dalam menata mental seorang pemimpin diharapkan setelah menata
pikiran akan melahirkan pikiran-pikiran yang positif akan cenderung membentuk
mental yang positif, dan sebaliknya pikiran-pikiran negatif akan dengan mudah
mematikan kedahsyatan mental seorang pemimpin. Untuk itulah pemimpin dalam
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah beberapa langkah yang ditempuh untuk menata
mental, yakni menumbuhkan kemauan, melahirkan efikasi diri, mendayakan
kesabaran, dan menciptakan zona nyaman. Seorang pemimpin agar kiranya dapat
juga belajar dari Nabi Khidir dan ada empat prinsip yang dimilikinya yakni,
setiap kali akan belajar ciptakan kemauan yang kuat dalam diri, bersikap gigih
dalam belajar, melipatgandakan kesabaran dan mengasah diri tiada henti.
Dalam menata fisik, seorang pemimpin sangat dibutuhkan sekali dalam
memperjuangkan nilai-nilai perjuangan dari manifestasi-manifestasi gerakan
organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan eksistensi dari gerakan ini tetap
terjaga disebabkan pemimpin mempunyai fisik yang kuat menjaga staminanya ketika
ada kegiatan-kegiatan yang memerlukan tenaga-tenaga kokoh dalam bekeja demi
untuk organisasi ini. Hasan Al-Banna pernah berwasiat, perhatikanlah hal-hal
yang bisa memberikan kekuatan dan kesehatan jasmani. Jauhilah hal-hal yang
menyebabkan terganggunya kesehatan. Ini menandakan bahwa seorang pemimpin
betul-betul mengimbangi fisik dan hasratnya dalam melakukan aktivitas-aktivitas
ekstra dalam berorganisasi terutama di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Untuk mewujudkan pemimpin yang benar-benar memperjuangkan
ideologi-ideologi yang dianutnya mereka terus diberikan nutrisi dan asupan yang
memadai. Militansi sebuah kekaderan dapat dilihat dari kaca mata bagaimana
seorang kader di kader baik ditingkat Darul Arqam Dasar maupun tingkat di
atasnya. Disamping militansi kader tentunya dipersiapkan juga apakah ia layak
atau tidaknya seorang pemimpin dalam memperjuangkan nilai-nilai yang akan
diberikan padanya. Pemimpin yang betul-betul ingin mengaplikasikan dirinya
bahwa ia seorang pemimpin adalah bagaimana ia mampu mengamalkan
kebiasaan-kebiasaan emas atau golden habits diantaranya adalah tertib
dalam melaksanakan shalat, tertib berpuasa sunnah, tertib zakat, infak, dan
sedekah, Tertib beradab islami, tertib tadarus Al-Qur’an, tertib membaca setiap
hari, Tertib menghadiri pengajian, tertib berjamaah dan berorganisasi dan mampu
berpikir positif.
Organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu ortom
Muhammadiyah bergerak untuk mewujudkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah dan
untuk mewujudkan risalah Nubuwat adalah merupakan langkah yang harus ditempuh
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Al-Maqbulah yang termaktub di dalam QS.
Ali Imran ayat 104 yang berbunyi “Dan hendaklah ada segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan megcegah dari yang
mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Perintah mengadakan
“segolongan umat” untuk melaksanakan tugas dakwah mengandung makna bahwa dakwah
hendaknya dilakukan bersama-sama oleh banyak orang. Memang setiap kader
mempunyi tugas dakwah sesuai dengan kemampuannya, tetapi bila pelaksanaanya
dilakukan sendiri-sendiri tanpa dikoodinasikan dalam suatu organisasi, sehebat
dan sekuat apapun ia akan mudah dikalahkan oleh kekuatan yang terkoordinasi. K.H
Ahmad Dahlan, salah sorang tokoh pembaharu Indonesia melakukan perenungan yang
mendalam terhadap Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 104. Beliau memahami ayat
tersebut sebagai perintah mengadakan organisasi yang tugasnya melaksanakan
dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar. Atas pemahaman tersebut beliau
melaksanakannya dengan mendirikan Muhammadiyah. Beliau berharap dengan
berdirinya Muhammadiyah, pelaksanaan dakwah Islam dapat dilaksanakan dengan
baik.
Dengan bercermin dari pendiri dan penggagas Muhammadiyah kader-kader
yang dimiliki Muhammadiyah harus mampu meniru dan melaksanakan sesuai dengan
yang dicita-citakan K.H Ahmad Dahlan yang pernah berpesan bahwa Muhammadiyah
ini dititipkan kepada mereka yang bisa memegang tampuk kepemimpinan dan apapun
profesi kader-kader Muhammadiyah setelah berhasil agar kiranya kembali mengurus
Muhammadiyah untuk meraih apa yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah.
Dalam pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, hasil Muktamar
ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta dinyatakan bahwa Muhammadiyah pada kedua
berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan. Gerakan pencerahan
(tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan,
memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Gerakan pencerahan dihadirkan untuk
memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan
kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak
struktural dan kultural. Gerakan pencerahan menampilkan Islam menjawab masalah
kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, kerusakan
ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan pencerahan
berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa
diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung
tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.
Dari pernyataan pikiran Muhammadiyah abad kedua, pemimpin dalam
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah peka dan mampu menganalisa segala
persoalan-persoalan keummatan yang terjadi di negeri ini. Untuk melakukan
pencerahan-pencerahan sebagai bagian dari dakwah untuk mengemban misi dakwah
dan tajdid dalam menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap
tengahan (wasithiyah), membangun perdamaian menghargai kemajemukan, menghormati
harkat martabat kemanusiaan laki-laki dan perempuan, mencerdaskan kehidupan
bangsa, menjunjung tinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Dalam
gerakan pencerahan, Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai
ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk memujudkan kehidupan
seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur bermartabat, dan berdaulat. Jihad
dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan
permusuhan. Umat Islam berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan
kehidupan yang konpleks dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari
perjuangan melawan sesuatu (al-jihadu li-almuaradhah) kepada perjuangan
menghadapi sesuatu (al-jihad li-al-muwajahah) dalam memberikan jawaban-jawaban
alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama. Untuk mewujudkan itu semua pemimpin di Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi otonom di Muhammadiyah diharapkan
mampu melaksanakan putusan-putusan yang telah ditetapkan oleh Muhammadiyah demi
terwujudnya masyarakat yang maju, adil, makmur bermartabat, dan berdaulat.
Muhammadiyah dalam Muktamar ke-47 di Makassar membahas mengenai
isu-isu strategis yang dibagi menjadi tiga poin penting yakni pertama, isu
strategis keummatan: keberagamaan yang moderat, membangun dialog Sunni-Syiah,
Substansionalisasi agama, membangunbudaya hidup bersih. Kedua, isu strategis
kebangsaan: keberagamaan yang toleran, melayani dan memberdayakan kelompok
difabel, tanggap dan tangguh menghadapi bencana, membangun budaya egalitarian
dan sistem meritokrasi, mengatasi krisis air dan energi, memaksimalkan bonus
demografi, membangun masyarakat ilmu, dan menyelamatkan negara dengan jihad
konstitusi. Ketiga isu strategis kemanusiaan universal: adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim, perlindungan kelompok minoritas, eksistensu manusia di bumi,
pemanfaatan teknologi komunikasi dan mengatasi masalah pengungsi. Isu-isu
strategis ini bagi Muhammadiyah merupakan sesuatu yang sarat dinamika, masalah,
dan tantangan aktual yang kompleks dengan keniscayaan melakukan ikhtiar
mencermati, mengantisipasi dan memberikan solusi strategis dalam bingkai Islam
berkemajuan menuju pencerahan peradaban. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
sebagaimana isu-isu di atas diharapkan ikut andil bagian untuk mewujudkan
gerakan pencerahan menuju Indonesia berkemajuan.
Masih ada satu hal lagi dalam melahirkan pemimpin yang memerlukan
loyalitas yakni tauhid atau keimanan seorang pemimpin kepada Allah merupakan
dasar yang esensial, sementara rukun-rukun aqidah keimanan lainnya menjadi
pelengkap yang mengikutinya. Jelasnya beriman kepada Allah lebih dahulu,
setelah itu beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, perjumpaan dengan-Nya, berikut adanya perhitungan amal di
hadapan-Nya dan keputusan takdir-Nya. Beriman akan hal-hal tersebut merupakan
cabang dari keimanan kepada Allah yang ditegakkan di atasnya. Iman kepada Allah
mengandung implikasi kepada keimanan akan wujudnya, keimanan akan keesaan
ketuhanan-Nya, keimanan akan nama-nama baik-Nya dan sifat-sifat-Nya yang
mencerminkan segala makna kesempurnaan yang layak bagi-Nya dan kesucian dari
segala makna kekurangan pada Dzat-Nya.
Dari kajian di atas, jelaslah bahwa wujud Allah merupakan realita
yang tidak diragukan sedikitpun bahkan merupakan fakta yang paling nyata secara
mutlak dengan kesaksian fitrah suci dan pembuktian akal sehat, serta dukungan
ilmiah dari manusia-manusia yang solid ilmunya lantaran data-data survey yang
mereka peroleh melalui pengamatan pada seluruh penjuru alam semesta pada diri
mereka sendiri berupa kreativitas penciptaan, kesempurnaan rancang bangun,
kecermatan kadar ukuran dan penunjukan arah yang semuanya mengagumkan.Untuk
itulah seorang pemimpin harus bisa menghayati dan mengaplikasikan sebagai
manifestasi keberagamaan.
C.
Proses Pembentukan Loyalitas dalam kepemimpinan
Adapun
proses pembentukan loyalitas menurut Oliver (1997:392) melalui
empat tahapan yaitu :
1.
Cognitive Loyalty (
Kesediaan berdasarkan kesadaran
).
Pada tahapan
pertama loyalitas ini, informasi yang tersedia mengenai suatu yang diinginkan
menjadi faktor utama. Tahapan ini didasarkan pada kesadaran dan harapan
seseorang. Dengan kesadaran ini seorang pemimpin akan mengetahui betul apa yang
perlu untuk dilakukan dalam kepemimpinannya. Sebab jika seorang pemimpin tidak
mempunyai kesadaran terutama dalam berorganisasi maka segala
aktivitas-aktivitas yang dilakukannya akan menyalahi administrasi yang ada dan
sistem yang ada di dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah itu sendiri.
Pembentukan kesadaran sebagai tahap pertama menjadi sangat vital dan mendesak
dalam memimpin organisasi.
2.
Affective Loyalty (
Kesetiaan berdasarkan pengaruh )
Tahapan
loyalitas selanjutnya didasarkan pada pengaruh. Pada tahap ini dapat dilihat
bahwa pengaruh memiliki kedudukan yang kuat, baik dalam perilaku maupun sebagai
komponen yang mempengaruhi kepuasan. Kondisi ini sangat sulit dihilangkan
karena loyalitas sudah tertanam dalam pikiran seseorang bukan hanya kesadaran
maupun harapan. Tahapan ini bagi seorang pemimpin jika ingin mendapatkan
loyalitas seberapa besar pengaruhnya terhadap yang lain untuk menjadi magnet
dalam pergerakannya karena tidak akan mungkin bisa menjadi seorang pemimipin
yang loyal jika tak mempunyai pengaruh dari dalam dirinya untuk orang
dipimpinnya. Hal ini juga menjadi berdampak pada aspek-aspek lain dalam
keterkaitan sebagai seorang pemimpin untuk menjadikan pengaruh sebagai hal
terpenting.
3.
Conative Loyalty (
Kesetiaan berdasarkan komitmen )
Tahapan
loyalitas ini mengandung komitmen perilaku yang tinggi untuk melakukan seluruh
permintaan yang ada. Perbedaan dengan tahapan sebelumnya adalah Affective
Loyalty hanya terbatas pada motivasi, sedangkan Behavioral Commitment
memberikan hasrat untuk melakukan suatu tindakan, hasrat untuk melakukan
tindakan berulang atau bersikap loyal merupakan tindakan yang dapat
diantisipasi namun tidak dapat disadari. Loyalitas ini harus dipegang teguh dan
komitmen yang tinggi untuk menjadi seorang pemimpin dan dengan komitmen pada
organisasi yang dipimpinnya tidak mudah berubah ketika memutuskan sesuatu untuk
suatu perubahan yang signifikan . Tak bisa dipungkiri bahwa komitmen yang telah
terjaga dengan baik dan tertata rapi tidak akan mudah goyah dan rapuh jika
seorang pemimpin mampu untuk mempertahankannya.
4.
Action Loyalty (
Kesetiaan dalam bentuk tindakan )
Tahap ini
merupakan tahap akhir dalam loyalitas. Tahap ini diawali dengan suatu keinginan
yang disertai motivasi, selanjutnya diikuti oleh kesiapan untuk bertindak dan
berkeinginan untuk mengatasi seluruh hambatan untuk melakukan tindakan
Dari tahapan-tahapan diatas semakin memperkuat
betapa kompleks pembentukan suatu loyalitas dalam diri seseorang. Para Psikolog
menganggap sikap merupakan konstruksi hipotetikal, yaitu sesuatu yang tidak
dapat diobservasi secara langsug tetapi hanya dapat ditarik kesimpulan dari
perilaku. Karena dalam sikap terkandung perasaan, kepercayaan, nilai-nilai
serta cenderung berperilaku dengan cara tertentu. Hal ini perlu disadari
para pemimpin organisasi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di dalam
mengantisipasi perubahan loyalitas dalam organisasinya. Sebagaimana kita sadari
perkembangan global dewasa ini telah membawa dampak yang cukup luas dan
signifikan bagi perkembangan organisasi.
Dengan bertambahnya pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia
yang ada dalam organisasi telah membawa suatu perubahan pola pikir yang ada
selama ini. Jika perubahan pola pikir ini tidak dikelola dengan baik oleh
organisasi akan menjadi suatu ancaman yang sangat serius bagi soliditas
kedepan. Perubahan pola pikir inilah yang nantinya akan mempengaruhi sikap dan
perilaku individu dalam organisasi yang nantinya akan membentuk suatu budaya
organisasi.
Di dalam buku The 9 Golden Habits yang ditulis oleh dr. H.
Agus Sukaca, M.Kes beberapa tips menjadi anggota organisasi yang baik adalah:
a. Jadilah pengikut yang
baik dengan mengikuti sistem yang telah ditetapkan dan menaati pemimpin. Inilah landasan pertama sukses berorganisasi.
Setiap pemimpin sukses, selalu diawali dengan menjadi pengikut yang baik.
b. Saat diberi tugas atau jabatan, terimalah dengan ikhlas dan
jadikanlah sebagai amanah yang harus dipegang teguh. Laksanakan sesuai sistem
yang telah ditetapkan. Menyiapkan waktu khusus mempelajari ilmu yang terkait
dengan tugas-tugas yang diemban sehingga menjadi ahli dibidangnya. Laksanakan
tugas jabatan dengan cara terbaik yang bisa dilakukan.
c. Tugas-tugas organisasi diperlakukan sebagai sesuatu yang penting
dan diprioritaskan menjadi agenda penting. Rapat, mengisi pengajian, ceramah,
menyusun konsep, menyelesaikan tugas-tugas sesuai jabatan, dan tugas-tugas
lainnya dijadwalkan dan menjadi bagian dari kegiatan utama.
d. Terus-menerus menyelaraskan visi, misi, dan keyakinan. Ikuti
jamaahnya, pengajian-pengajian, perkaderan, pelatihan-pelatihan dan membina
diri dengan sebaik-baiknya menuju pribadi muslim yang sebenar-benarnya.
Dari tips di
atas seorang pemimpin yang mempunyai loyalitas yang tinggi akan mampu
mengaplikasikan dalam kepemimpinannya. Dengan melakukan itu melalui pembiasaan
yang kontinyu akan melahirkan seorang pemimpin yang berpikir positif, arif
dalam beradab dan lain-lainnya. Di samping itu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
memerlukan pembentuka pemimpin-pemimpin masa depan yang loyalitasnya tidak
diragukan dengan dua hal, pertama pemimpin yang lahir secara alamiah yang
diciptakan oleh Allah swt kepada seorang hamba pilihannya, hal ini kebanyakan
para Nabi dan Rasul-Nya dan sebagian yang lain ada pada orang tertentu. Kedua,
seorang pemimpin yang dilahirkan melalui sistem pembelajaran baik formal maupun
informal, dengan ketekunannya ia mampu mengaplikasikan ilmu sehingga ia menjadi
seorang pemimpin dari kelompoknya. Rasulullah saw bersabda. “Ketahuilah:
kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap
rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang
dipimpinnya. Suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai
pertanggungjawabannya tentang keluarga yang dipimpinnya. Isteri adalah
pemelihara rumah suami dan anak-anaknya. Budak adalah pemelihara harta tuannya
dan ia bertanggung jawab mengenai hal itu. Maka camkanlah bahwa kalian semua
adalah pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang
dipimpinnya.”(HR.Bukhari dan Muslim)
Keberhasilan
seseorang menjadi pemimpin tergantung dari kemampuan seseorang
mengaktualisasikan dirinya kepada sistem kepemimpinan yang ia gunakan. Para pakar
kepemimpinan berkeyakinan, bahwa kemampuan kepemimpinan dan kesiapan untuk
menjadi pemimpin itu haruslah dipersiapkan sejak dini. Seberapa besar
pengalaman yang diperoleh pada masanya maka sebesar itu pulalah ia akan
memperoleh keterampilan dalam memimpin. Pemimpin itu tidak datang sendiri, ia
harus diambil pengalaman sejak dini dari usianya. Dia tumbuh dan berakar pada
diri seseorang. Maka diperlukan memahami bagiamana ciri pemimpin yang
dibutuhkan saat itu. Apakah pemimpin itu dicetak dari mana sumbernya sang
pemimpin tersebut. Pemimpin yang dibutuhkan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
tentulah pemimpin yang dapat membawa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ke arah yang
lebih maju dan berkembang. Orang bijak berfatwa “Organisasi yang dapat maju dan
berkembang saat ini (masa modern) adalah organisasi yang menggunakan sistem
managemen yang modern pula” yang dapat mengelola organisasi modern tentulah
orang-orang yang berpengalaman dalam memimpin, berpendidikan, cerdas dan teruji
dalam menyelesaikan berbagai problem dalam kepemimpinannya.
Disamping proses dalam membentuk pemimpin yang loyalitasnya tinggi
memerlukan penguatan ideologi. Ideologi adalah
seperangkat konsep sistem nilai yang dijadikan asas dan memberikan arah
berpikir, dan beraktivitas untuk mencapai tujuan suatu perkumpulan atau
organisasi . (Depdikbud dalam Anshori, 2010: 1) kepemimpinan yang kuata hanya
bisa diwujudkan dengan landasan sistem ideologi yang kuat pula, ketertibab, dan
kekuatan kepemimpinan Muhammadiyah atau Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM)
hanya akan bisa terwujud apabila dibangun berdasarkan prinsip-prinsip
ideologi Muhamaddiyah yang tepah ditetapkan berdasarkan keputusan Tanwir,
Muktamar Muhamadidiyah, karena ideologi memiliki energi spiritual yang mampu
memutivasi warga Muhammadiyah untuk menggerakan Muhammadiyah dengan penuh
semangat, dan dedikasi, serta loyalitas yang tinggi (Anshori, 2010 : 1).
Ideologi: segala macam nilai, moralitas, interpretasi dunia atau apa saja yang
berupa nilai. Sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau
kebenaran oleh kelompok sosial tertentu. Sistem
berpikir, sistem kepercayaan, praktek-praktek simbolik yang berhubungan dengan
tindakan sosial dan politik. Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas
pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai dan sikap-sikap dasar rohani sebuah
gerakan, kelompok sosial atau kebudayaan. Jadi, ideologi adalah ide-ide atau
nilai-nilai ideal yang diyakini benar sehingga layak digunakan sebagai resep
bertindak dalam mewujudkan tujuan kelompok sosial, masyarakat maupun negara.
Pengaderan adalah suatu
proses cara mendidik atau melatih seseorang untuk menjadi kader (Depdikbud
dalam Anshori, 2010: 1). Mengingat pentingnya posisi, dan peranan kader, maka
Muhammadiyah dan IMM sejak awal telah memperhatikan pengaderan, dalam Muhammadiyah
dan IMM pengaderan di proses secara formal dan informal. Secara formal,
pengaderan disiapkan dengan seperngkat konsep pengaderan sebagai landasan, dan
dilaksanakan secara berjenjang, serta mendorong para kader melanjutkan
pendidikan secara akademik sesuai dengan bidang bakat, serta minat
masing-masing kader. Secara non formal, pengaderan diproses dengan memberi
kepercayaan kepada kader untuk mengisi struktur perserikatan Muhammadiyah di
berbagai tingkat, menugaskan para kader untuk melaksanakan program-program
Muhammadiyah, baik di bidang tablig, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Para
kader harus memiliki kekuatan ideologi Muhammadiyah, konsekuensinya
setiap kader harus giat, dan serius mempelajari, memahami, dan
mengamalkan prinsip-prinsip ideologi Muhammadiyah, tanpa kekuatan ideologi
kader tidak akan mampu eksis sebagai kader militan Muhammadiyah yang akan mampu
menghadapi dan mengatasi kompleksitas persoalan-persoalan persaikatan
pada masa-masa yang akan datang. ideologi Muhammadiyah dan IMM dapat
difungsikan untuk kepentingan antara lain sebagai berikut: pertama, ideologi
Muhammadiyah dan IMM secara spiritual dapat menguatkan ghiroh, azam atau tekat
bermuhammadiyah yang kuat dan ikhlas untuk mendapat ridha Allah SWT, dan tidak
dapat digoyahkan oleh kekuatan-kekuatan yang semata-mata bersifat manusiawi; kedua,
ideologi Muhammadiyah dan IMM berfungsi untuk membentuk karakter kolektif yang
bersih, yang sangat menentukan terwujudnya kolegiusitas yang kuat, nyaman dan
damai dalam menggerakkan Muhammadiyah dan IMM; ketiga, ideologi
Muhammadiyah dan IMM berfungsi untuk menyusun, menerbitkan langkah-langkah
strategi untuk menggerakan Muhammadiyah dan IMM, dan seluruh amal usaha
Muhammadiyah; keempat, ideologi Muhammadiyah dan IMM berfungsi
dalam membentengi Muhammadiyah, dan setiap kader Muhammadiyah dan IMM
dari berbagai pengaruh aliran pemikiran keagamaan yang sesat, ideologi ekonomi,
dan ideologi politik yang beretntangan dengan Islam (Anshori, 2010 : 4-5).
Dalam
konteks kader IMM, komponen kualitas intelektual, ideologi dan kelembagaan akan
menentukan kualitas kader ke depan. Kualitas intelektual merupakan raison
d’etre untuk menelaah dan mencermati setiap fenomen. Ketajaman
intelektual akan menggugah kesadaran nurani untuk setiap saat memikirkan
kondisi sosial. Seorang intelektual sejati tidak akan pernah diam berpikir dan
bergerak untuk merenungkan, mencermati dan mencarikan soslusi demi perbaikan
kualitas hidup manusia. Ketidakadilan, kemelaratan, kemiskinan, eksploitasi
manusia ala survival of the fittest, dan seterusnya merupakan
deretan agenda untuk menggugah kesadaran nurani kaum intelktual. Kesejatian
keintelektualan seseorang akan dapat diukur dari keberanian mereka sebagai
martyr bagi kebenaran
hakiki.
Pentingnya gerakan intelektual tidak akan pernah sustainability
jika domain ideologi tidak melekat. Gerakan intelektual seiring dan sebangun
dengan gerakan ideologi. Ideologi akan mengukuhkan sibghoh gerakan
intelktual. Dengan pranata ideologi, gerakan intelektual akan menemukan
momentum arah, visi misi bahkan menemukan target dan indikasi. Percumbuan
antara aspek intelektual dengan ideologi terletak pada aspek pembelaan pada
kepentingan masyarakat. Pada perserikatan Muhaddiyah terutama kader IMM,
percumbuan itu tentu dibidik pada kepentingn pemberdayaan, penguatan dan
advokasi masyarakat. Seorang intelektual di IMM dan Mhamaddiyah adalah seorang
ideolog, yang memiliki misi nilai dalam berpikir dan bertindak. IntelektualnIMM
adalah seorang yang tidak bebas nilai. Ketidakbebasan nilai itu terletak pada misi
itu terletak pada misi pemberdayaan dan penguatan masyarakat. Seorang kader IMM
akan senantiasa tergugah hati dan pikirannya dalam melihat kebiadaban yang
dilakukan manusia, teriris nuraninya dalam melihat kemelaratan, ketidakadilan,
dan pelbagai patologi sosial lainnya. Dengan demikian, kader IMM adalah seorang
misionaris yang mengemban nilai. Nilai yang diemban adalah nilai Islam yang
Rahmatan Lil’alamin. Seorang kader IMM yang memiliki fungsi intelektual dan
ideologi akan bersifat inklusif, open minded dan rendah hati.
Fungsi
intelektual dan ideologi seperti itu dipastikan bahwa seorang kader IMM tidak
akan menempatkan agama dalam genggaman sakralitas yang tidak boleh disentuh
oleh akal budi dan pikiran manusia. Seorang kader IMM akan melihat bahwa misi
agama yang dianutnya akan bisa beroperasi secara konkret dalam konteks
sosial jika agama disentuh akal budi, pikiran dan kerja keras manusia. Agama
membutuhkan kerja-kerja intelektual sebelum ia diimplementasikan dalam tataran
praksis. Agama yang diturunkan Allah akan lebih perfect jika umatnya mampu
menafsirkan agamanya secara intelektual dan ideologis dalam konteks
sosio-historis.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara bahasa pemimpin atau al-amir (الامير) berarti penguasa, pemimpin, komandan atau
raja. Menurut Ibnu Faris, kata tersebut berakar dari huruf-huruf
hamzah (همزه),
mim (ميم)
dan ra’ (راء)
yang makna dasar adalah: al-amru min al-umuri (perintah terhadap beberapa
urusan), al-amru diddu al-nahyi (perintah; lawan kata dari larangan).
Secara terminologis,
istilah ini merupakan sebutan bagi kepala pemerintahan di daerah, penguasa
militer, atau kepala negara. Di dalam al-Qur’an hanya ada istilah uli
al-amr yang juga berarti penguasa. Dalam hadis, istilah
amir ditemukan sekitar 40 kali dan umara’ ditemukan 24
kali.
Kata militan dalam kamus bahasa Indonesia berarti bersemangat
tinggi; berhaluan keras; kader pemuda yang sangat diperlukan dan apabila di
tambah kata “si” menjadi “militansi” maka akan memiliki arti yang lebih lagi
yakni ketangguhan dalam berjuang (menghaapi, kesulitan, berjuang, berperang,
dan sebagainya).
Definisi
loyalitas dalam prakteknya seringkali dijabarkan dengan sangat berbeda-beda.
Menurut kamus bahasa Indonesia maka pengertian loyalitas sesungguhnya merupakan
kepatuhan dan kesetiaan. Selain itu Loyalitas juga bisa dikatakan setia pada
sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi seseorang
merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu untuk
orang lain/ organisasi tempat dia meletakkan loyalitasnya. Secara etimologis
kata loyalitas selain mengandung unsur kepatuhan dan kesetiaan ternyata juga
mengandung banyak unsur dimana unsur-unsur tersebut saling bersinergy dalam
membentuk loyalitas seseorang.
Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah dalam melahirkan pemimpin militan yang loyal tentunya ada beberapa
hal yang harus dilakukan. Seorang pemimpin harus mampu menata pikiran, mental,
dan fisiknya. Seorang pemimpin harus kuat ideologinya dan harus bisa ikut
berperan aktif dalam aktivitas-aktivitas yang ada di dalam program-program
Muhammadiyah demi terwujudnya gerakan pencerahan menuju Indonesia yang
berkemajuan dan seorang kader harus kuat tauhidnya agar tidak mudah goyah.
Dalam proses
pembentukan pemimpin yang loyalitas ada empat hal yang harus dilakukannya,
yakni, pertama Cognitive Loyalty (
Kesediaan berdasarkan kesadaran ).
Kedua, Affective Loyalty ( Kesetiaan berdasarkan pengaruh ).
Ketiga, Conative Loyalty ( Kesetiaan
berdasarkan komitmen ). Keempat, Action Loyalty (
Kesetiaan dalam bentuk tindakan ).
B. Saran
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
sehingga penulis hanya mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun dari
semua pihak, termasuk dari pembaca guna memperbaiki dan menyempurnakan tulisan
dan pengetahuan penulis. Apatah lagi penulis yakin bahwa makalah ini masih
sangat jauh dari standar sebuah karya ilmiah. Bahkan sebuah kebahagiaan besar
jika ada pihak yang berusaha meneliti kembali –paling tidak memeriksa referensi
yang digunakan- makalah ini sehingga hasil penelitian tersebut dapat lebih
valid.
Inilah hasil usaha dan kerja penulis dalam mencari, mempelajari dan menulis
tentang apa dan bagaimana pemimpin militan yang mempunyai loyalitas dalam
berorganisasi. Semoga dengan tulisan ini
menjadi ilmu bagi penulis dan pembaca sehingga dapat menuai pahala yang
berlipat ganda di sisi Allah SWT.
Wallāhu a’lam bi al-shawāb.
DAFTAR
PUSTAKA
Al- Qur’an
al-Karīm
Ahmad Warson, 1997. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap. Jakarta:
Pustaka Progressif.
Dr. Haedar Nashir, 2010. Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan.
Yogyakarta:Suara Muhammadiyah
dr. H. Agus Sukaca, M.Kes, 2014. The 9 Golden Habits for Brighter Muslim.
Yogyakarta:Bunyan
Dwi Budianto, 2012. Prophetic
Learning Menjadi Cerdas dengan jalan Kenabian. Yogyakarta: Pro-U Media
https://www.facebook.com/notes/belantara-tara-matjan-kusuma/pentingnya-loyalitas-dan-kebersamaan-dalam-organisasi-till-death-do-us-part-/10151834679250063 diakses 30/09/2015
MPK PP Muhammadiyah, 2010. Manhaj
Gerkan Muhammadiyah Ideologi, Khittah, dan Langkah. Yogyakarta:Suara
Muhammadiyah
____________, 2015. Pedoman Hidup
Islami. Makassar: CV Berkah Utami.
PP Muhammadiyah, 2015. Muhammadiyah
dan Isu-Isu Strategis Keummatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan Universal. Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah.
PP Muhammadiyah, 2009. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
Yogyakarta:Suara Muhammadiyah.
PP Muhammadiyah, 2015. Panduan
Persidangan. Yogyakarta:Suara Muhammadiyah
PP Muhammadiyah, 2015. Pernyataan
Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua (Zhawahir Al-Afkar Al-Muhammadiyah Li Al-Qarni
Al-Tsani). Yogyakarta:Suara Muhammadiyah
Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman,
2012. Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Syaifullah, 2010. Refleksi Satu
Abad Muhammadiyah. Yogyakarta:PWM B-Press
Tim Redaksi KBPPB, 2011. Kamus
Bahasa Indonesia Untuk Pelajar.
Jakarta:BPPB
Tim Penulis PP IPM, 2012. Indonesia
Maju dan Bermartabat Refleksi Pemikiran Aktivis IPM. Jakarta: Grafindo
Khazanah Ilmu
Yusuf Qardhawi, ______. Esensi
Tauhid. Jakarta:Yayasan Alumni Timur Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar