Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Rabu, 30 September 2015

Makalah DAM IMM Jeneponto




MENCIPTAKAN PEMIMPIN MILITAN YANG LOYAL DALAM BERORGANISASI





 



 Disusun oleh:
Sandi
NIM. 105 19017 8512



Diajukan Kepada Pimpinan Cabang 
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kabupaten Jeneponto
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Masuk Darul Arqam Madya


2015 M/1436 H
Kata Pengantar
Segala puji hanya bagi Allah swt, penguasa alam semesta, yang telah menciptakan rasa cinta sebagai jalan; yang menciptakan ketaatan dan ketundukan kepada-Nya berdasarkan ketulusan cinta sebagai bukti, yang menggerakkan jiwa kepada berbagai macam kesempurnaan sebagai sugesti untuk mencari dan mendapatkan cinta tersebut. Tuhan yang telah membangkitkan hasrat dan minat demi meraih harapan sang pencari cinta, sehingga manusia dapat hidup dalam indahnya kasih sayang dan cinta dalam kedamaian.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada utusan Allah swt. Nabi Muhammad saw. yang telah menghibahkan hidupnya di jalan Allah swt. dan juga kepada orang-orang yang senantiasa berjuang di jalan-Nya hingga akhir zaman.
Syukur alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul; “Menciptakan Pemimpin militan yang loyal dalam berorganisasi”, guna memenuhi salah satu syarat masuk di Darul Arqam Madya (DAM), Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kabupaten Jeneponto. Selesainya Makalah ini tentunya tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak yang memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis. Olehnya itu saya ucapkan jazakumullahu khaeran katsiran, tanpa terkecuali.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan juga ada kelemahan, kekurangan serta kesalahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran-saran dan bimbingan untuk melakukan perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca.
                                                            Makassar 17 Dzulhijjah 1436 H
Penulis,
Sandi



DAFTAR ISI
Sampul...................................................................................................................   i
Kata Pengantar.......................................................................................................  ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN­
A. Latar belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian pemimpin militan yang loyal........................................................................................................... 3
B.
Melahirkan pemimpin militan yang loyal dalam berorganisasi..........  4
C.  Proses pembentukan loyalitas dalam kepemimpinan.........................  10
BAB III PENUTUP
            A. Kesimpulan........................................................................................... 18
            B. Saran..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 20



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kader merupakan generasi pelanjut dalam sebuah organisasi. Tanpa seorang kader maka sebuah organisasi akan hampa dan akan mati jika tak mempunyai kader. Kader yang militansinya tinggi sangat diperlukan dalam berlangsung organisasi yang dianutnya. Apalagi jika kader itu mempunyai kesadaran kritis yang tajam dan mendalam dalam sebuah manifestasi-manifestasi gerakan Islam demi mewujudkan kader yang mempunyai dedikasi yang tinggi.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah salah satu organisasi otonom Muhammadiyah yang arah gerakannya memiliki ciri khas yang khusus dibandingkan dengan organisasi lain dan tentu saja Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah salah satu wadah bagi Mahasiswa yang ingin mengembangkan bakat dan minatnya terutama di bidang kepemimpinan.
Jika menelusuri jejak Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah kita akan menemukan bahwa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sejak dibentuknya hingga berdiri sampai saat ini kita akan mengetahui bahwa ortom Muhammadiyah ini telah menampilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki kesadaran kritis dan tentu saja dengan analisa-analisa yang tinggi untuk tetap mempertahankan ideologi-ideologi yang dimiliki ortom Muhammadiyah ini.
Kader yang dimiliki Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tak terbilang lagi jumlahnya sehingga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang pastinya kewalahan dalam melakukan peng-filter-an untuk merekruk mereka yang betul-betul ingin menjadi seorang  pemimpin yang memiliki potensi tertentu. Menurut data dari Republika Online, Muhammadiyah memiliki perguruan tinggi sebanyak 177 PTM yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan tentu saja setiap perguruan tinggi memiliki ortom Muhammadiyah ini yakni di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus mampu mempunyai ciri khas dalam melakukan kekaderan dari organisasi lain, dan kapan tidak memiliki sesuatu yang khas. Maka Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah akan kehilangan kadernya walau mereka telah menempuh Darul Arqam Dasar, Darul Arqam Madya, Darul Arqam Paripurna. Dan ini tak bisa dipungkiri jika Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah statis dalam melakukan kekaderan. Seorang pemimpin yang militansi dan loyalitas yang tinggi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah harus menjadi agen of cange atau pembawa perubahan dan juga harus mampu menjadi lokomotif of cange atau penggerak perubahan.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka beberapa rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut.
a.       Apakah pengertian pemimpin militan yang loyal ?
b.     Bagaimanakah  cara melahirkan pemimpin yang loyal dalam berorganisasi ?
c.      Bagaiamanakah  proses pembentukan loyalitas dalam kepemimpinan ?
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pemimpin Militan yang Loyal
 Secara bahasa pemimpin atau al-amir (الامير) berarti penguasa, pemimpin, komandan atau raja.  Menurut Ibnu Faris, kata tersebut berakar dari huruf-huruf hamzah (همزه), mim (ميم) dan ra’ (راء) yang makna dasar adalah: al-amru min al-umuri (perintah terhadap beberapa urusan), al-amru diddu al-nahyi (perintah; lawan kata dari larangan).
Secara terminologis, istilah ini merupakan sebutan bagi kepala pemerintahan di daerah, penguasa militer, atau kepala negara. Di dalam al-Qur’an hanya ada istilah uli al-amr yang juga berarti penguasa. Dalam hadis, istilah amir  ditemukan sekitar 40 kali dan umara’ ditemukan 24 kali.
Kata militan dalam kamus bahasa Indonesia berarti bersemangat tinggi; berhaluan keras; kader pemuda yang sangat diperlukan dan apabila di tambah kata “si” menjadi “militansi” maka akan memiliki arti yang lebih lagi yakni ketangguhan dalam berjuang (menghaapi, kesulitan, berjuang, berperang, dan sebagainya).
            Definisi loyalitas dalam prakteknya seringkali dijabarkan dengan sangat berbeda-beda. Menurut kamus bahasa Indonesia maka pengertian loyalitas sesungguhnya merupakan kepatuhan dan kesetiaan. Selain itu Loyalitas juga bisa dikatakan setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi seseorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu untuk orang lain/ organisasi tempat dia meletakkan loyalitasnya. Secara etimologis kata loyalitas selain mengandung unsur kepatuhan dan kesetiaan ternyata juga mengandung banyak unsur dimana unsur-unsur tersebut saling bersinergy dalam membentuk loyalitas seseorang.
Melihat dari arti kata diatas menunjukkan bahwa dalam loyalitas terkandung beberapa unsur diantaranya pengorbanan, kepatuhan, komitmen, ketaatan dan kesetiaan. Hal ini menunjukkan bahwa terbentuknya sikap loyal melalui proses yang sangat rumit karena dipengaruhi interaksi dua belah pihak. Mengacu dari pengertian loyalitas diatas dapat dikatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki loyalitas jika seseorang tersebut memiliki kepatuhan dan kesetiaan terhadap organisasi/seseorang.  
B.    Melahirkan pemimpin yang loyal dalam berorganisasi
   Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai wadah dari kader tersebut agar mampu menjewantahkan ideologi-ideologi yang ada dalam ortom Muhammadiyah ini. Apabila Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dihubungkan dengan perkaderan, maka akan melahirkan citra diri kader yang banyak berpikir, banyak bicara dan banyak bekerja.
Jika Karl Marx mengatakan ideologi sebagai konsep dasar kesetaraan maka ada satu manisfestasi besar terhadap pemaknaan manusia terhadap aplikasi ideologi yakni mampu menjadi pijakan nilai di dalam mewujudkan cita-citanya. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu ujung tombak perkaderan Muhammadiyah dalam melakukan penguatan ideologi dan nilai-nilai kemuhammadiyahan harus bisa berfungsi sebagai operasional. Maksudnya adalah seorang pemimpin harus mampu mengaplikasikan ideologi-ideologi yang ada pada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah maupun yang ada di dalam ideologi-ideologi Muhammadiyah seperti Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Masalah Lima, Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah, dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah dan lain-lain.
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah disebutkan dalam kehidupan berorganisasi poin kedua dinyatakan bahwa setiap anggota kader, pimpinan Muhammadiyah berkewajiban memelihara, melangsungkan, menyempurnakan gerak dan langkah Persyarikatan dengan penuh komitmen yang istiqamah, kepribadian yang mulia (siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh) wawasan pemikiran dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliyah yang unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang bena-benar menjadi rahmatan lil-‘alamin. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai warga Muhammadiyah agar kiranya dapat mengaplikasikan apa yang ada di dalam pedoman tersebut. Sehingga kedepannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mempunyai kesadaran kritis ditambah lagi dengan mampu mengalisis segala persoalan-persoalan yang yang sudah dan yang belum terwujud.
Pemimpin dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah diharapkan mampu menjadi kader umat, kader persyarikatan dan kader bangsa. Tentunya kader yang mempunyai bakat dan minat harus terus diberikan peluang-peluang untuk masuk dalam roda kepemimpinan yang dimilikinya. Seorang kader bukan hanya mampu berbicara lantang di depan umum tetapi bagaimana ia mampu menjadi seorang pemimpin yang betul-betul mengaplikasikan apa yang telah keluar dari hati dan perkataannya untuk membuktikan bahwa ia adalah pemimpin yang sejati yang dicita-citakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Seorang pemimpin dituntut untuk cerdas dalam menata pikiran, cerdas dalam menata mental, cerdas dalam menata fisik, dan bukan hanya itu seorang kader tentunya juga harus cerdas dalam menata sipiritual, intelektual dan humanitas sebagai trilogi yang ada di dalam manifestasi gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Dalam menata pikiran seorang pemimpin langkah awal yang harus dilakukan adalah bagaimana ia mampu mengubah diri, yaitu dengan menata pikiran. Dari pikiranlah tindakan akan dihasilkan. Jika seorang pemimpin ingin membiasakan diri sebagai Muslim Pembelajar, maka pertama kali yang harus diubah adalah skala pemikiran. Seorang pemimpin jangan memulai dari kebiasaan-kebiasaan yang bersifat teknis tanpa didahului oleh penataan pikiran. Dr. ‘Aidh al-Qarni mengatakan salah satu cara terbaik untuk menajamkan dan mengontrol pikiran adalah melakukan pekerjaan yang menyenangkan dan bermanfaat. Karena orang-orang yang menganggur adalah orang-orang yang suka menghayal dan menyebarkan berita yang tidak jelas.  
Dalam menata mental seorang pemimpin diharapkan setelah menata pikiran akan melahirkan pikiran-pikiran yang positif akan cenderung membentuk mental yang positif, dan sebaliknya pikiran-pikiran negatif akan dengan mudah mematikan kedahsyatan mental seorang pemimpin. Untuk itulah pemimpin dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah beberapa langkah yang ditempuh untuk menata mental, yakni menumbuhkan kemauan, melahirkan efikasi diri, mendayakan kesabaran, dan menciptakan zona nyaman. Seorang pemimpin agar kiranya dapat juga belajar dari Nabi Khidir dan ada empat prinsip yang dimilikinya yakni, setiap kali akan belajar ciptakan kemauan yang kuat dalam diri, bersikap gigih dalam belajar, melipatgandakan kesabaran dan mengasah diri tiada henti.
Dalam menata fisik, seorang pemimpin sangat dibutuhkan sekali dalam memperjuangkan nilai-nilai perjuangan dari manifestasi-manifestasi gerakan organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan eksistensi dari gerakan ini tetap terjaga disebabkan pemimpin mempunyai fisik yang kuat menjaga staminanya ketika ada kegiatan-kegiatan yang memerlukan tenaga-tenaga kokoh dalam bekeja demi untuk organisasi ini. Hasan Al-Banna pernah berwasiat, perhatikanlah hal-hal yang bisa memberikan kekuatan dan kesehatan jasmani. Jauhilah hal-hal yang menyebabkan terganggunya kesehatan. Ini menandakan bahwa seorang pemimpin betul-betul mengimbangi fisik dan hasratnya dalam melakukan aktivitas-aktivitas ekstra dalam berorganisasi terutama di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Untuk mewujudkan pemimpin yang benar-benar memperjuangkan ideologi-ideologi yang dianutnya mereka terus diberikan nutrisi dan asupan yang memadai. Militansi sebuah kekaderan dapat dilihat dari kaca mata bagaimana seorang kader di kader baik ditingkat Darul Arqam Dasar maupun tingkat di atasnya. Disamping militansi kader tentunya dipersiapkan juga apakah ia layak atau tidaknya seorang pemimpin dalam memperjuangkan nilai-nilai yang akan diberikan padanya. Pemimpin yang betul-betul ingin mengaplikasikan dirinya bahwa ia seorang pemimpin adalah bagaimana ia mampu mengamalkan kebiasaan-kebiasaan emas atau golden habits diantaranya adalah tertib dalam melaksanakan shalat, tertib berpuasa sunnah, tertib zakat, infak, dan sedekah, Tertib beradab islami, tertib tadarus Al-Qur’an, tertib membaca setiap hari, Tertib menghadiri pengajian, tertib berjamaah dan berorganisasi dan mampu berpikir positif.
Organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu ortom Muhammadiyah bergerak untuk mewujudkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah dan untuk mewujudkan risalah Nubuwat adalah merupakan langkah yang harus ditempuh sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Al-Maqbulah yang termaktub di dalam QS. Ali Imran ayat 104 yang berbunyi “Dan hendaklah ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan megcegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Perintah mengadakan “segolongan umat” untuk melaksanakan tugas dakwah mengandung makna bahwa dakwah hendaknya dilakukan bersama-sama oleh banyak orang. Memang setiap kader mempunyi tugas dakwah sesuai dengan kemampuannya, tetapi bila pelaksanaanya dilakukan sendiri-sendiri tanpa dikoodinasikan dalam suatu organisasi, sehebat dan sekuat apapun ia akan mudah dikalahkan oleh kekuatan yang terkoordinasi. K.H Ahmad Dahlan, salah sorang tokoh pembaharu Indonesia melakukan perenungan yang mendalam terhadap Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 104. Beliau memahami ayat tersebut sebagai perintah mengadakan organisasi yang tugasnya melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar. Atas pemahaman tersebut beliau melaksanakannya dengan mendirikan Muhammadiyah. Beliau berharap dengan berdirinya Muhammadiyah, pelaksanaan dakwah Islam dapat dilaksanakan dengan baik.
Dengan bercermin dari pendiri dan penggagas Muhammadiyah kader-kader yang dimiliki Muhammadiyah harus mampu meniru dan melaksanakan sesuai dengan yang dicita-citakan K.H Ahmad Dahlan yang pernah berpesan bahwa Muhammadiyah ini dititipkan kepada mereka yang bisa memegang tampuk kepemimpinan dan apapun profesi kader-kader Muhammadiyah setelah berhasil agar kiranya kembali mengurus Muhammadiyah untuk meraih apa yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah.
Dalam pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, hasil Muktamar ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta dinyatakan bahwa Muhammadiyah pada kedua berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan. Gerakan pencerahan (tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Gerakan pencerahan dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural. Gerakan pencerahan menampilkan Islam menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.
Dari pernyataan pikiran Muhammadiyah abad kedua, pemimpin dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah peka dan mampu menganalisa segala persoalan-persoalan keummatan yang terjadi di negeri ini. Untuk melakukan pencerahan-pencerahan sebagai bagian dari dakwah untuk mengemban misi dakwah dan tajdid dalam menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah), membangun perdamaian menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki dan perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjung tinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Dalam gerakan pencerahan, Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk memujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan. Umat Islam berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan yang konpleks dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari perjuangan melawan sesuatu (al-jihadu li-almuaradhah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (al-jihad li-al-muwajahah) dalam memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama.  Untuk mewujudkan itu semua pemimpin di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi otonom di Muhammadiyah diharapkan mampu melaksanakan putusan-putusan yang telah ditetapkan oleh Muhammadiyah demi terwujudnya masyarakat yang maju, adil, makmur bermartabat, dan berdaulat.
Muhammadiyah dalam Muktamar ke-47 di Makassar membahas mengenai isu-isu strategis yang dibagi menjadi tiga poin penting yakni pertama, isu strategis keummatan: keberagamaan yang moderat, membangun dialog Sunni-Syiah, Substansionalisasi agama, membangunbudaya hidup bersih. Kedua, isu strategis kebangsaan: keberagamaan yang toleran, melayani dan memberdayakan kelompok difabel, tanggap dan tangguh menghadapi bencana, membangun budaya egalitarian dan sistem meritokrasi, mengatasi krisis air dan energi, memaksimalkan bonus demografi, membangun masyarakat ilmu, dan menyelamatkan negara dengan jihad konstitusi. Ketiga isu strategis kemanusiaan universal: adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, perlindungan kelompok minoritas, eksistensu manusia di bumi, pemanfaatan teknologi komunikasi dan mengatasi masalah pengungsi. Isu-isu strategis ini bagi Muhammadiyah merupakan sesuatu yang sarat dinamika, masalah, dan tantangan aktual yang kompleks dengan keniscayaan melakukan ikhtiar mencermati, mengantisipasi dan memberikan solusi strategis dalam bingkai Islam berkemajuan menuju pencerahan peradaban. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagaimana isu-isu di atas diharapkan ikut andil bagian untuk mewujudkan gerakan pencerahan menuju Indonesia berkemajuan.
Masih ada satu hal lagi dalam melahirkan pemimpin yang memerlukan loyalitas yakni tauhid atau keimanan seorang pemimpin kepada Allah merupakan dasar yang esensial, sementara rukun-rukun aqidah keimanan lainnya menjadi pelengkap yang mengikutinya. Jelasnya beriman kepada Allah lebih dahulu, setelah itu beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, perjumpaan dengan-Nya, berikut adanya perhitungan amal di hadapan-Nya dan keputusan takdir-Nya. Beriman akan hal-hal tersebut merupakan cabang dari keimanan kepada Allah yang ditegakkan di atasnya. Iman kepada Allah mengandung implikasi kepada keimanan akan wujudnya, keimanan akan keesaan ketuhanan-Nya, keimanan akan nama-nama baik-Nya dan sifat-sifat-Nya yang mencerminkan segala makna kesempurnaan yang layak bagi-Nya dan kesucian dari segala makna kekurangan pada Dzat-Nya.
Dari kajian di atas, jelaslah bahwa wujud Allah merupakan realita yang tidak diragukan sedikitpun bahkan merupakan fakta yang paling nyata secara mutlak dengan kesaksian fitrah suci dan pembuktian akal sehat, serta dukungan ilmiah dari manusia-manusia yang solid ilmunya lantaran data-data survey yang mereka peroleh melalui pengamatan pada seluruh penjuru alam semesta pada diri mereka sendiri berupa kreativitas penciptaan, kesempurnaan rancang bangun, kecermatan kadar ukuran dan penunjukan arah yang semuanya mengagumkan.Untuk itulah seorang pemimpin harus bisa menghayati dan mengaplikasikan sebagai manifestasi keberagamaan.
C.    Proses Pembentukan Loyalitas dalam kepemimpinan
Adapun proses pembentukan loyalitas menurut Oliver (1997:392) melalui empat tahapan yaitu :
1.      Cognitive Loyalty ( Kesediaan berdasarkan kesadaran ).       
Pada tahapan pertama loyalitas ini, informasi yang tersedia mengenai suatu yang diinginkan menjadi faktor utama. Tahapan ini didasarkan pada kesadaran dan harapan seseorang. Dengan kesadaran ini seorang pemimpin akan mengetahui betul apa yang perlu untuk dilakukan dalam kepemimpinannya. Sebab jika seorang pemimpin tidak mempunyai kesadaran terutama dalam berorganisasi maka segala aktivitas-aktivitas yang dilakukannya akan menyalahi administrasi yang ada dan sistem yang ada di dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah itu sendiri. Pembentukan kesadaran sebagai tahap pertama menjadi sangat vital dan mendesak dalam memimpin organisasi.
2.     Affective Loyalty ( Kesetiaan berdasarkan pengaruh )
Tahapan loyalitas selanjutnya didasarkan pada pengaruh. Pada tahap ini dapat dilihat bahwa pengaruh memiliki kedudukan yang kuat, baik dalam perilaku maupun sebagai komponen yang mempengaruhi kepuasan. Kondisi ini sangat sulit dihilangkan karena loyalitas sudah tertanam dalam pikiran seseorang bukan hanya kesadaran maupun harapan. Tahapan ini bagi seorang pemimpin jika ingin mendapatkan loyalitas seberapa besar pengaruhnya terhadap yang lain untuk menjadi magnet dalam pergerakannya karena tidak akan mungkin bisa menjadi seorang pemimipin yang loyal jika tak mempunyai pengaruh dari dalam dirinya untuk orang dipimpinnya. Hal ini juga menjadi berdampak pada aspek-aspek lain dalam keterkaitan sebagai seorang pemimpin untuk menjadikan pengaruh sebagai hal terpenting.
3.     Conative Loyalty ( Kesetiaan berdasarkan komitmen )
Tahapan loyalitas ini mengandung komitmen perilaku yang tinggi untuk melakukan seluruh permintaan yang ada. Perbedaan dengan tahapan sebelumnya adalah Affective Loyalty hanya terbatas pada motivasi, sedangkan Behavioral Commitment memberikan hasrat untuk melakukan suatu tindakan, hasrat untuk melakukan tindakan berulang atau bersikap loyal merupakan tindakan yang dapat diantisipasi namun tidak dapat disadari. Loyalitas ini harus dipegang teguh dan komitmen yang tinggi untuk menjadi seorang pemimpin dan dengan komitmen pada organisasi yang dipimpinnya tidak mudah berubah ketika memutuskan sesuatu untuk suatu perubahan yang signifikan . Tak bisa dipungkiri bahwa komitmen yang telah terjaga dengan baik dan tertata rapi tidak akan mudah goyah dan rapuh jika seorang pemimpin mampu untuk mempertahankannya.
4.     Action Loyalty ( Kesetiaan dalam bentuk tindakan )
Tahap ini merupakan tahap akhir dalam loyalitas. Tahap ini diawali dengan suatu keinginan yang disertai motivasi, selanjutnya diikuti oleh kesiapan untuk bertindak dan berkeinginan untuk mengatasi seluruh hambatan untuk melakukan tindakan
            Dari tahapan-tahapan diatas semakin memperkuat betapa kompleks pembentukan suatu loyalitas dalam diri seseorang. Para Psikolog menganggap sikap merupakan konstruksi hipotetikal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsug tetapi hanya dapat ditarik kesimpulan dari perilaku. Karena dalam sikap terkandung perasaan, kepercayaan, nilai-nilai serta cenderung berperilaku dengan cara tertentu. Hal ini perlu disadari para pemimpin organisasi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di dalam mengantisipasi perubahan loyalitas dalam organisasinya. Sebagaimana kita sadari perkembangan global dewasa ini telah membawa dampak yang cukup luas dan signifikan bagi perkembangan organisasi.  Dengan bertambahnya pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia yang ada dalam organisasi telah membawa suatu perubahan pola pikir yang ada selama ini. Jika perubahan pola pikir ini tidak dikelola dengan baik oleh organisasi akan menjadi suatu ancaman yang sangat serius bagi soliditas kedepan. Perubahan pola pikir inilah yang nantinya akan mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam organisasi yang nantinya akan membentuk suatu budaya organisasi.
            Di dalam buku The 9 Golden Habits yang ditulis oleh dr. H. Agus Sukaca, M.Kes beberapa tips menjadi anggota organisasi yang baik adalah:
a.       Jadilah pengikut yang baik dengan mengikuti sistem yang telah ditetapkan dan menaati pemimpin.  Inilah landasan pertama sukses berorganisasi. Setiap pemimpin sukses, selalu diawali dengan menjadi pengikut yang baik.
b.     Saat diberi tugas atau jabatan, terimalah dengan ikhlas dan jadikanlah sebagai amanah yang harus dipegang teguh. Laksanakan sesuai sistem yang telah ditetapkan. Menyiapkan waktu khusus mempelajari ilmu yang terkait dengan tugas-tugas yang diemban sehingga menjadi ahli dibidangnya. Laksanakan tugas jabatan dengan cara terbaik yang bisa dilakukan.
c.      Tugas-tugas organisasi diperlakukan sebagai sesuatu yang penting dan diprioritaskan menjadi agenda penting. Rapat, mengisi pengajian, ceramah, menyusun konsep, menyelesaikan tugas-tugas sesuai jabatan, dan tugas-tugas lainnya dijadwalkan dan menjadi bagian dari kegiatan utama.
d.     Terus-menerus menyelaraskan visi, misi, dan keyakinan. Ikuti jamaahnya, pengajian-pengajian, perkaderan, pelatihan-pelatihan dan membina diri dengan sebaik-baiknya menuju pribadi muslim yang sebenar-benarnya.
Dari tips di atas seorang pemimpin yang mempunyai loyalitas yang tinggi akan mampu mengaplikasikan dalam kepemimpinannya. Dengan melakukan itu melalui pembiasaan yang kontinyu akan melahirkan seorang pemimpin yang berpikir positif, arif dalam beradab dan lain-lainnya. Di samping itu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah memerlukan pembentuka pemimpin-pemimpin masa depan yang loyalitasnya tidak diragukan dengan dua hal, pertama pemimpin yang lahir secara alamiah yang diciptakan oleh Allah swt kepada seorang hamba pilihannya, hal ini kebanyakan para Nabi dan Rasul-Nya dan sebagian yang lain ada pada orang tertentu. Kedua, seorang pemimpin yang dilahirkan melalui sistem pembelajaran baik formal maupun informal, dengan ketekunannya ia mampu mengaplikasikan ilmu sehingga ia menjadi seorang pemimpin dari kelompoknya. Rasulullah saw bersabda. “Ketahuilah: kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang keluarga yang dipimpinnya. Isteri adalah pemelihara rumah suami dan anak-anaknya. Budak adalah pemelihara harta tuannya dan ia bertanggung jawab mengenai hal itu. Maka camkanlah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya.”(HR.Bukhari dan Muslim)
Keberhasilan seseorang menjadi pemimpin tergantung dari kemampuan seseorang mengaktualisasikan dirinya kepada sistem kepemimpinan yang ia gunakan. Para pakar kepemimpinan berkeyakinan, bahwa kemampuan kepemimpinan dan kesiapan untuk menjadi pemimpin itu haruslah dipersiapkan sejak dini. Seberapa besar pengalaman yang diperoleh pada masanya maka sebesar itu pulalah ia akan memperoleh keterampilan dalam memimpin. Pemimpin itu tidak datang sendiri, ia harus diambil pengalaman sejak dini dari usianya. Dia tumbuh dan berakar pada diri seseorang. Maka diperlukan memahami bagiamana ciri pemimpin yang dibutuhkan saat itu. Apakah pemimpin itu dicetak dari mana sumbernya sang pemimpin tersebut. Pemimpin yang dibutuhkan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tentulah pemimpin yang dapat membawa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ke arah yang lebih maju dan berkembang. Orang bijak berfatwa “Organisasi yang dapat maju dan berkembang saat ini (masa modern) adalah organisasi yang menggunakan sistem managemen yang modern pula” yang dapat mengelola organisasi modern tentulah orang-orang yang berpengalaman dalam memimpin, berpendidikan, cerdas dan teruji dalam menyelesaikan berbagai problem dalam kepemimpinannya.
Disamping proses dalam membentuk pemimpin yang loyalitasnya tinggi memerlukan penguatan ideologi. Ideologi adalah seperangkat konsep sistem nilai yang dijadikan asas dan memberikan arah berpikir, dan beraktivitas untuk mencapai tujuan suatu perkumpulan atau organisasi . (Depdikbud dalam Anshori, 2010: 1) kepemimpinan yang kuata hanya bisa diwujudkan dengan landasan sistem ideologi yang kuat pula, ketertibab, dan kekuatan kepemimpinan Muhammadiyah atau Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM)  hanya akan bisa terwujud apabila dibangun berdasarkan prinsip-prinsip ideologi  Muhamaddiyah yang tepah ditetapkan berdasarkan keputusan Tanwir, Muktamar Muhamadidiyah, karena ideologi memiliki energi spiritual yang mampu memutivasi warga Muhammadiyah untuk menggerakan Muhammadiyah dengan penuh semangat, dan dedikasi, serta loyalitas yang tinggi (Anshori, 2010 : 1). Ideologi: segala macam nilai, moralitas, interpretasi dunia atau apa saja yang berupa nilai. Sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok sosial tertentu. Sistem berpikir, sistem kepercayaan, praktek-praktek simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial dan politik. Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai dan sikap-sikap dasar rohani sebuah gerakan, kelompok sosial atau kebudayaan. Jadi, ideologi adalah ide-ide atau nilai-nilai ideal yang diyakini benar sehingga layak digunakan sebagai resep bertindak dalam mewujudkan tujuan kelompok sosial, masyarakat maupun negara.
Pengaderan adalah suatu proses cara mendidik atau melatih seseorang untuk menjadi kader (Depdikbud dalam Anshori, 2010: 1). Mengingat pentingnya posisi, dan peranan kader, maka Muhammadiyah dan IMM sejak awal telah memperhatikan pengaderan, dalam Muhammadiyah dan IMM pengaderan di proses secara formal dan informal. Secara formal, pengaderan disiapkan dengan seperngkat konsep pengaderan sebagai landasan, dan dilaksanakan secara berjenjang, serta mendorong para kader melanjutkan pendidikan secara akademik sesuai dengan bidang bakat, serta minat masing-masing kader. Secara non formal, pengaderan diproses dengan memberi kepercayaan kepada kader untuk mengisi struktur perserikatan Muhammadiyah di berbagai tingkat, menugaskan para kader untuk melaksanakan program-program Muhammadiyah, baik di bidang tablig, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Para kader harus memiliki kekuatan ideologi Muhammadiyah, konsekuensinya  setiap kader harus giat, dan serius  mempelajari, memahami, dan mengamalkan prinsip-prinsip ideologi Muhammadiyah, tanpa kekuatan ideologi kader tidak akan mampu eksis sebagai kader militan Muhammadiyah yang akan mampu menghadapi  dan mengatasi kompleksitas persoalan-persoalan persaikatan pada masa-masa yang akan datang.  ideologi Muhammadiyah dan IMM dapat difungsikan untuk kepentingan antara lain sebagai berikut: pertama,  ideologi Muhammadiyah dan IMM secara spiritual dapat menguatkan ghiroh, azam atau tekat bermuhammadiyah yang kuat dan ikhlas untuk mendapat ridha Allah SWT, dan tidak dapat digoyahkan oleh kekuatan-kekuatan yang semata-mata bersifat manusiawi; kedua, ideologi Muhammadiyah dan IMM berfungsi untuk membentuk karakter kolektif yang bersih, yang sangat menentukan terwujudnya kolegiusitas yang kuat, nyaman dan damai dalam menggerakkan Muhammadiyah dan IMM; ketiga, ideologi Muhammadiyah dan IMM berfungsi untuk menyusun, menerbitkan langkah-langkah strategi untuk menggerakan Muhammadiyah dan IMM, dan seluruh amal usaha Muhammadiyah; keempat, ideologi Muhammadiyah dan IMM  berfungsi dalam membentengi  Muhammadiyah, dan setiap kader Muhammadiyah dan IMM dari berbagai pengaruh aliran pemikiran keagamaan yang sesat, ideologi ekonomi, dan ideologi politik yang beretntangan dengan Islam (Anshori, 2010 : 4-5).                  Dalam konteks kader IMM, komponen kualitas intelektual, ideologi dan kelembagaan akan menentukan kualitas kader ke depan. Kualitas intelektual merupakan raison d’etre  untuk menelaah dan mencermati setiap fenomen. Ketajaman intelektual akan menggugah kesadaran nurani untuk setiap saat memikirkan kondisi sosial. Seorang intelektual sejati tidak akan pernah diam berpikir dan bergerak untuk merenungkan, mencermati dan mencarikan soslusi demi perbaikan kualitas hidup manusia. Ketidakadilan, kemelaratan, kemiskinan, eksploitasi manusia ala survival of the fittest,  dan seterusnya merupakan deretan agenda untuk menggugah kesadaran nurani kaum intelktual. Kesejatian keintelektualan seseorang akan dapat diukur dari keberanian mereka sebagai martyr bagi kebenaran hakiki.                                                                                                                   Pentingnya gerakan intelektual  tidak akan pernah sustainability jika domain ideologi tidak melekat. Gerakan intelektual seiring dan sebangun dengan gerakan ideologi.  Ideologi akan mengukuhkan sibghoh gerakan intelktual. Dengan pranata ideologi, gerakan intelektual akan menemukan momentum arah, visi misi bahkan menemukan target dan  indikasi. Percumbuan antara aspek intelektual dengan ideologi terletak pada aspek pembelaan pada kepentingan masyarakat. Pada perserikatan Muhaddiyah terutama kader IMM, percumbuan itu tentu dibidik pada kepentingn pemberdayaan, penguatan dan advokasi masyarakat. Seorang intelektual di IMM dan Mhamaddiyah adalah seorang ideolog, yang memiliki misi nilai dalam berpikir dan bertindak. IntelektualnIMM adalah seorang yang tidak bebas nilai. Ketidakbebasan nilai itu terletak pada misi itu terletak pada misi pemberdayaan dan penguatan masyarakat. Seorang kader IMM akan senantiasa tergugah hati dan pikirannya dalam melihat kebiadaban yang dilakukan manusia, teriris nuraninya dalam melihat kemelaratan, ketidakadilan, dan pelbagai patologi sosial lainnya. Dengan demikian, kader IMM adalah seorang misionaris yang mengemban nilai. Nilai yang diemban adalah nilai Islam yang Rahmatan Lil’alamin. Seorang kader IMM yang memiliki fungsi intelektual dan ideologi akan bersifat inklusif, open minded dan rendah hati.
Fungsi intelektual dan ideologi seperti itu dipastikan bahwa seorang kader IMM tidak akan menempatkan agama dalam genggaman sakralitas yang tidak boleh disentuh oleh akal budi dan pikiran manusia. Seorang kader IMM akan melihat bahwa misi agama  yang dianutnya akan bisa beroperasi secara konkret dalam konteks sosial jika agama disentuh akal budi, pikiran dan kerja keras manusia. Agama membutuhkan kerja-kerja intelektual sebelum ia diimplementasikan dalam tataran praksis. Agama yang diturunkan Allah akan lebih perfect jika umatnya mampu menafsirkan agamanya secara intelektual dan ideologis dalam konteks sosio-historis.    




















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara bahasa pemimpin atau al-amir (الامير) berarti penguasa, pemimpin, komandan atau raja.  Menurut Ibnu Faris, kata tersebut berakar dari huruf-huruf hamzah (همزه), mim (ميم) dan ra’ (راء) yang makna dasar adalah: al-amru min al-umuri (perintah terhadap beberapa urusan), al-amru diddu al-nahyi (perintah; lawan kata dari larangan).
Secara terminologis, istilah ini merupakan sebutan bagi kepala pemerintahan di daerah, penguasa militer, atau kepala negara. Di dalam al-Qur’an hanya ada istilah uli al-amr yang juga berarti penguasa. Dalam hadis, istilah amir  ditemukan sekitar 40 kali dan umara’ ditemukan 24 kali.
Kata militan dalam kamus bahasa Indonesia berarti bersemangat tinggi; berhaluan keras; kader pemuda yang sangat diperlukan dan apabila di tambah kata “si” menjadi “militansi” maka akan memiliki arti yang lebih lagi yakni ketangguhan dalam berjuang (menghaapi, kesulitan, berjuang, berperang, dan sebagainya).
Definisi loyalitas dalam prakteknya seringkali dijabarkan dengan sangat berbeda-beda. Menurut kamus bahasa Indonesia maka pengertian loyalitas sesungguhnya merupakan kepatuhan dan kesetiaan. Selain itu Loyalitas juga bisa dikatakan setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi seseorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu untuk orang lain/ organisasi tempat dia meletakkan loyalitasnya. Secara etimologis kata loyalitas selain mengandung unsur kepatuhan dan kesetiaan ternyata juga mengandung banyak unsur dimana unsur-unsur tersebut saling bersinergy dalam membentuk loyalitas seseorang.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dalam melahirkan pemimpin militan yang loyal tentunya ada beberapa hal yang harus dilakukan. Seorang pemimpin harus mampu menata pikiran, mental, dan fisiknya. Seorang pemimpin harus kuat ideologinya dan harus bisa ikut berperan aktif dalam aktivitas-aktivitas yang ada di dalam program-program Muhammadiyah demi terwujudnya gerakan pencerahan menuju Indonesia yang berkemajuan dan seorang kader harus kuat tauhidnya agar tidak mudah goyah.
Dalam proses pembentukan pemimpin yang loyalitas ada empat hal yang harus dilakukannya, yakni, pertama Cognitive Loyalty ( Kesediaan berdasarkan kesadaran ). Kedua, Affective Loyalty ( Kesetiaan berdasarkan pengaruh ). Ketiga, Conative Loyalty ( Kesetiaan berdasarkan komitmen ). Keempat, Action Loyalty ( Kesetiaan dalam bentuk tindakan ).
B. Saran
            Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sehingga penulis hanya mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak, termasuk dari pembaca guna memperbaiki dan menyempurnakan tulisan dan pengetahuan penulis. Apatah lagi penulis yakin bahwa makalah ini masih sangat jauh dari standar sebuah karya ilmiah. Bahkan sebuah kebahagiaan besar jika ada pihak yang berusaha meneliti kembali –paling tidak memeriksa referensi yang digunakan- makalah ini sehingga hasil penelitian tersebut dapat lebih valid.
Inilah hasil usaha dan kerja penulis dalam mencari, mempelajari dan menulis tentang apa dan bagaimana pemimpin militan yang mempunyai loyalitas dalam berorganisasi. Semoga dengan tulisan ini menjadi ilmu bagi penulis dan pembaca sehingga dapat menuai pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT. 
Wallāhu a’lam bi al-shawāb.








DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an al-Karīm
Ahmad Warson, 1997.  Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap. Jakarta: Pustaka Progressif.
Dr. Haedar Nashir, 2010. Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan. Yogyakarta:Suara Muhammadiyah
dr. H. Agus Sukaca, M.Kes, 2014. The 9 Golden Habits for Brighter Muslim. Yogyakarta:Bunyan
Dwi Budianto, 2012. Prophetic Learning Menjadi Cerdas dengan jalan Kenabian. Yogyakarta: Pro-U Media
MPK PP Muhammadiyah, 2010. Manhaj Gerkan Muhammadiyah Ideologi, Khittah, dan Langkah. Yogyakarta:Suara Muhammadiyah
____________, 2015. Pedoman Hidup Islami. Makassar: CV Berkah Utami.
PP Muhammadiyah, 2015. Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis Keummatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan Universal. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
PP Muhammadiyah, 2009.  Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Yogyakarta:Suara Muhammadiyah.
PP Muhammadiyah, 2015. Panduan Persidangan. Yogyakarta:Suara Muhammadiyah
PP Muhammadiyah, 2015. Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua (Zhawahir Al-Afkar Al-Muhammadiyah Li Al-Qarni Al-Tsani). Yogyakarta:Suara Muhammadiyah
Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman, 2012. Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Syaifullah, 2010. Refleksi Satu Abad Muhammadiyah. Yogyakarta:PWM B-Press
Tim Redaksi KBPPB, 2011. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar.  Jakarta:BPPB
Tim Penulis PP IPM, 2012. Indonesia Maju dan Bermartabat Refleksi Pemikiran Aktivis IPM. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu
Yusuf Qardhawi, ______. Esensi Tauhid. Jakarta:Yayasan Alumni Timur Tengah.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar