Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Jumat, 20 November 2015

PERJALANAN YANG TAK BERUJUNG

Seiring berjalannya waktu, kaki seakan tidak bisa lagi melangkah jauh dalam menapaki perjalanan ini. Kerasnya ombak yang menghantam tubuh ini seakan tak berdaya dalam membendung ombak tersebut. Namun, perlahan tapi pasti, biarkan tubuh ini diterjang ombak agar kiranya bisa dirasakan betapa indah ketika merasakan kerasnya ombak yang menghantam. Usaha akan tetap ada ketika jiwa dan nafas ini masih terus bersama dengan raga ini. Sebab, yang merasakan keranya ombak hanyalah raga ini dan bukan jiwa ini. Ketika raga merasakan sakit usahakanlah agar jiwa ini tidak merasakan kerasnya ombak tersebut. Kuatkan jiwa, ketika ada celah yang membuatnya keropos seiring berjalannya zaman. Jiwa yang kuatlah yang akan mampu melawan itu semua. Jiwa yang suci akan terbuka pintu-pintu cahaya-Nya yang akan senantiasa mengiringinya. Jiwa yang gelisah tidak akan pernah tenang karena pintu-pintu-Nya tidak tetbuka. Kegelapan akan senantiasa menyelimutinya. Kegelapan akan membuatnya tidak bisa melihat dari arah mana saja. Tetapi, ketika ada usaha dan asa yakinlah akan ada celah yang masuk walau hanya sebesar titik-titik. Ketika titik-titik itu terus ada maka sebenarnya disitulah cahaya yang sebenarnya. Mengapa demikian? Cahaya yang masuk tersebut bersumber dari sesuatu yang mempunyai kekuatan besar dan mempunyai banyak sisi lain yang terdapat di dalamnya.
Sembari menikmati ombak yang tadinya menghantam tibalah saatny reda dan tetap berada pada air yang tenang. Kegelapan yang menimpa sebenarnya hanyalah fatamorgana-fataamorgana yang nampak namun sebenarnya tidak ada. Itulah mengapa ia muncul secara tiba-tiba ketika ada sesuatu yang bergejolak. Kiranya tidak berlebihan jika semua itu hanyalah rekaan dari cara pandang atau perspektif dari orang yang tertimpa tersebut. Memang benar jika ada yang mengatakan bahwa hidup itu bagaikan roda yang berputar. Terkadang roda biasanya tak menentu sehingga membuatnya terus berputar hingga berujung pada sesuatu yang membuatnya berhenti. Dan ketika berhenti, itu menandakan bahwa apakah ia bisa berputar kembali atau malah sebaliknya. Simpelnya saja, roda tersebut akan berputar kembali atau tidak berputar lagi. Roda tersebut akan berputar ketika ia digerakkan kembali tetapi bagaimana kiranya jika tak berputar kembali yakin dan pasti maka riwayatnya akan tamat. Disimpan di dalam gudang atau dibiarkan saja begitu dan diperhatikan lagi. Sebenarnya kegunaanya apa sih, roda tersebut ketika jika hanya disimpan di dalam gudang atau dibiarkan begitu saja. Ada cara lain yakni roda tersebut dijadikan sebagai mainan atau apalah. Sebab roda yang disimpan di dalam gudang akan merasa kesepian tidak ada yang menemaninya. Sepi tak berpenghuni hanya ia sendiri. Sepi, pengat, kepanasan, kehujanan, gelap lagi.
Seakan tak punya siapa-siapa lagi, harapannya pupus dan seakan putus dari asanya, padahal ia punya potensi yang cukup luar biasa. Mengapa tidak, rodalah yang memikul berat apa yang ada di atasnya karena beban yang ada padanya terasa sekali. Roda mampu berdiri tegak dan kekar serta tegar apa yang ada dipundaknya. Roda sebenarnya tidak pernah mengeluh atas apa yang diberikan padanya termasuk apa yang diembannya. Rodalah yang berperan penting dalam menentukan arah kemana ia akan pergi baik itu ke jalan yang mulus, keras dan berombak atau malah berjalan di atas lumpur hitam yang penuh dengan sesuatu yang membuatnya tidak merasa enak baginya tetapi itu harus dilewatinya. Dan ketika ia mampu melewatinya ia akan mendapatkan sesuatu yang sangat menakjubkan berupa kesyukuran yang luar biasa besarnya yang tidak akan tertandingi apa yang ada di dunia ini. Roda rela mengemban apa yang ada di atasnya baik itu ringan, sedang atau berat ia akan tetap mampu berdiri tegak sebab mempunyai tulang yang kuat dan tak mudah patah. Jarang sekali ada yang menyamainya. Itulah kiranya salah satu sisi yang ada pada roda tersebut mrmbuatnya tidak akan pernah merasa berat walau pada kesempatan yang lain ia tidak dibutuhkan lagi.
Tak bisa dipungkiri juga bahwa roda ada kalanya akan bocor dan bahkan meledak yang membuat dirinya tidak lagi seperti dahulu kala. Roda akan meledak jika terlalu keras dan padat. Inilah kiranya agar tidak meledak yakni dengan sedikit ada ruang untuk bernafas kemudian ia diberikan kesempatan untuk beristirahat sejenak. Itu akan membuatnya lebih rileks dalam beraktifitas dan lebih enjoy atau menikmati apa yang ada pada dirinya. Roda yang baik adalah roda yang mempnyai ruang dalam bergerak. Satu lagi, roda yang baru akan menunjukkan kelincahan di atas lintasan  baik yang dekat maupun yang mempunyai jarak yanh jauh. Roda akan merasa senang dan gembira jika ia di bawa lari ke tempat yang mempunyai jarak yang jauh. Entahnya, roda akan sangat antusias yang tinggi dan gesit sekali. Sedikit saja diberikan sesuatu yang membuatnya senang ia akan memperlihatkan kebolehan dirinya. Apalagi jika lebih daripada itu roda akan berusaha sekuat tenaga dalam mempertahankan apa yang ada padanya.
Tetapi, apa yang ada pada dirinya ada kalanya akan pudar dan akan di makan oleh usia sehingga dulunya kuat pada akhinya jatuh dan terpeleset kepada sesuatu yang tidak menyenangkan baginya. Roda akan kelihatan elastis ada kalanya tidak bisa lagi melenturkan dirinya. Bahkan roda tidak dapat mempertahankan eksistensinya. Perjalanannya akan berhenti dan tak mempunyai ujung sehingga ia terkadang harus berhenti pada jalan yang tidak semestinya. Kiranya sesuatu itu adalah fenomena yang klasik saja. Mengapa demikian klasik? Roda mempunyai kelebihan dan kekurangan yang tidak bisa dinafikan bagi siapa saja melihat dirinya. Sebab memang perjalanannya tidak ada ujung diseberang saja dan berhenti bukan pada waktunya.
  Perjalanan ini telah jauh melangkah yang arah tujuannnya belum sampai akan berhasil atau putus di tengah jalan. Jalanan yang dilalui sangat berliku-liku dan banyak terjal yang menghadang. Memang harus diakui bahwa perjalanan ini baru seperdua tetapi, akankah kaki ini masih kuat melangkah, dari langkah awal sebenarnya punya visi dan misi yang spektakuler. Namun, seiring dengan perjalanannya visi dan misi tersebut seakan hilang dari pandangan padahal mereka berdua adalah arah yang akan ditempuh untuk mencapai harapan dan asa itu. Harapan itu ada kalanya datang secara tiba-tiba dan ada kalanya ia menghilang begitu cepat dan berlalu tanpa pamit bahwa kami akan pergi. Mereka telah berjuang mempertahankan untuk tetap berada di garis terdepan untuk menjadi sebagai petunjuk dalam melangkah. Harus diperjuangkan, itu adalah kata yang pantas untuk mereka berdua. Sebab mereka akan pergi meninggalkan bagi siapa saja yang pernah bertemu dengannya atau hanya sekedar menyapanya saja. Begitu sulit memang untuk bisa mewujudkannya, namun harus diketahui bahwa untuk menggapai visi dan misi itu hanya dengan bersandar di bawah naungan rahmat Tuhan dan kasih dan sayangnya. Tuhan akan senantiasa melihat hamba-hambanya yang senantiasa memohon pertolongan pada-Nya. Tak pelak, sembari memohon pada-Nya manusia harus tetap berusaha menggapai apa yang diinginkannya atau harapannya.
           

                              

Rabu, 18 November 2015

CORETAN QALBU: Edisi II Buletin Miftahul Khair IMM FAI Unismuh Ma...

CORETAN QALBU: Edisi II Buletin Miftahul Khair IMM FAI Unismuh Ma...: Sumber : Dokumen Pribadi

Edisi II Buletin Miftahul Khair IMM FAI Unismuh Makassar


Sumber : Dokumen Pribadi


Ternyata Sedekah Itu Nggak Harus Ikhlas

Shadaqah (sedekah) adalah kata yang sangat mudah tuk diucapkan, tetapi kadang begitu sulit dilakukan. Terlebih ketika kita tengah dibelit kesulitan, sangat mungkin terucap kata-kata yang tidak enak didengar: "jangankan buat sedekah,buat makan sendiri aja sulit". Itulah mengapa shadaqah itu sulit. Karena kita tidak ikhlas dalam menjalankanya. Benar kita sudah belajar untuk ikhlas, tetapi seberapakah keikhlasan kita dalam bersadaqah??


Rasulullah menyampaikan khutbah di Khaif setelah dari Mina, "Allah membaguskan seorang hamba yang mendengar perkataanku ini, lalu dia memperhatikan dan menyampaikan kepada orang yang belum mendegarkannya. Berapa banyak orang yang membawa pengetahuan namun dia tidak memahaminya. Berapa banyak orang yang membawa pengetahuan kepada orang yang lebih tahu darinya.  Tiga perkara, yang karenya hati orang Mukmin tidak akan berkhianat, yaitu mengikhlaskan amal karena Allah, memberikan nasihat kepada ulil-amri dan mengikuti jama'ah. Sesungguhnya dakwah kepada mereka dari arah   belakangnya. Siapa yang hasratnya kepada akhirat, maka Allah menghimpun persatuannya, menjadikan kekayaannya, dan siapa yang hasratnya kepada dunia, maka Allah mencerai beraikan urusannya, menjadi kemsikinan ada di depan matanya, dunia tidak datang kepadanya kecuali apa yang sudah ditetapkan baginya.

Islam cukup besar menaruh perhatian terhadap niat atau perasaan yang menyertai amal perbuatan manusia. Karena nilai amal ibadah manusia, hakikatnya kembali kepada si pemiliknya, dan tergantung kepada niatnya. Bershadaqah atau mengeluarkan derma, atau memberikan sesuatu kepada orang lain merupakan perbuatan dan amal yang baik, tetapi kadang-kadang ada seseorang yang bershadaqah agar dikatakan dia orang baik, atau untuk mendapatkan kedudukan di sisi pejabat, di sisi orang pembesar, atau agar bisa mendapatkan pelayanan dari orang yang diberi shadaqah. 

 Ada juga yang bershadaqah untuk menghapuskan sifat minta-minta atau menjaga sifat satria dan rasa malu dari orang yang tidak mampu, atau semata-mata hanya taat kepada Allah, untuk mencapai keridhaan Allah semata-mata dan mengharapkan pahala daripada Nya.
Dua orang tersebut di atas mengerjakan satu macam perbuatan, yaitu bershadaqah, tetapi nilainya berbeda, sesuai dengan perbedaan niat yang mendorongnya.

Orang yang pertama, nilai sedekahnya rendah karena menginginkan kemanfaatan duniawi yang pribadi. Jika tidak karena keinginan itu, tentu dia tidak bersedekah. Maka pendorong yang hakiki, yang ikhlas belum bersemayam di dadanya.
Orang yang kedua nilai sedekahnya tinggi, sebab sedekahnya karena ikhlas, karena didorong memenuhi hati sanubarinya, yaitu dia memang senang berbuat baik kepada sesama manusia, menjaga kemuliaan mereka dan karena taat kepada Allah serta mencari keridhaanNya. Dengan demikian kita mengetahui makna yang terkandung dalam hadist sebagaimana disebutkan dalam Riwayat Bukhari dan Muslim:“Dari Amirul Mukminin, Umar bin Khatthab radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang berhijrah karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya menuju keridhaan Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang berhijrah karena mencari dunia atau karena ingin menikahi seorang wanita, maka hijrahnya tersebut kepada apa yang dia tuju.” (HR. Bukhari no. 1, Muslim no. 155, 1907).

Maka setiap amal perbuatan itu sesuai dengan niat yang membangkitkanya. Apabila niatnya baik, maka baiklah, apabila niatnya jelek, maka jeleklah. Oleh karena itu, ikhlas sangat penting ketika kita melakukan segala sesuatu. Bahkan ulama telah bersepakat tentang tingginya kedudukan niat dalam melakukan semua amal perbuatan. Pembaca yang budiman, dengan melihat kondisi masyarakat zaman sekarang, sangat jarang kita bisa menjumpai orang yang betul-betul memperhatikan dan mempraktekkan konsep niat ikhlas tersebut dalam melakukan amal kebaikan, makanya menurut hemat kami, kami ingin menawarkan suatu konsep tarbiyah/pembelajaran yang menurut hukum niat tadi pastinya berbeda namun Insya Allah lebih membuka pemikiran saudara-saudara dalam memahami kehidupan ini, sebagai ilustrasi mari kita menyimak kisah dibawah ini :  “Sedekah itu seikhlasnya” kalimat itu biasanya yang saya gunakan jikalau diminta sumbangan. “Maksudnya seikhlasnya apa sih pak” tanya teman saya, “kalau ada uang yah saya beri dan kalau nggak ada uang yah jangan dipaksakan”, jawab saya. ”Sering sedekah?” tanya teman disamping, ” yah karena jarang punya uang ya jarang”, jawab saya. ” Lagian juga kalau punya uang dan memberinya nggak ikhlas percuma saja nggak ada pahalanya kan !”, saya nambahin.

Lain waktu, “Pak ada mobil keliling yang suka minta sumbangan tuh di depan rumah”, kata anak saya, “Bilangin nggak ada “, jawab saya. “Belum tentu dananya juga benar-benar disalurkan jangan-jangan cuman dipakai sendiri, daripada memberinya  nggak ikhlas mendingan tidak usah saja” kata hati saya.

Lain waktu lagi, “Pak nih ada edaran dari Panitia Pembangunan Masjid di kompleks Bapak diminta jadi donatur untuk pembangunan Masjid”, kata istri saya. “Malas ah, menyumbang pakai diumumkan segala, itu riya’ namanya nanti nggak ikhlas jadinya”, jawab saya.
Kata “ikhlas” menjadi senjata pamungkas saya sebagai tameng untuk tidak memberi. Percuma memberi kalau nggak ikhlas, dan sialnya ikhlas itu lama bangat datangnya ke diri saya sehingga bertahun tahun saya menjadi orang yang jarang memberi.

Coba dibayangkan sekiranya rata-rata ummat muslim berfikir demikian, kapan bersedekahnya, kapan berbuat baiknya.?? Untuk bersedekah sebenarnya nggak usah nunggu ikhlas dulu, lakukan saja sesering mungkin. Bisa saja dalam 10 kali kita bersedekah yang 6 tidak ikhlas awalnya tapi masih lumayan ada 4 yang ikhlas. Dan kalau sering bersedekah lama-lama akan jadi kebiasaan sehingga nilai ikhlasnya sudah lebih banyak lagi yang pada akhirnya nanti bersedekah itu sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Kalau bersedekah ada unsur riya’ yah lakukan saja, toh yang rugi diri kita sendiri kalau yang menerima sih masih bisa merasakan  kebahagian. Lumayan masih tidak merugikan orang lain.Semua kegiatan yang baik memang awalnya harus dipaksa dulu sambil jalan diharapkan kesadaran mulai muncul.
Coba simak; Sholat itu harus khusyu’ memang kalau nggak khusyu’ nggak usah sholat? Puasa itu harus bisa menjaga hawa nafsu, memang kalau nggak bisa menjaga hawa nafsu nggak usah puasa?
Bukannya lebih baik; Sholat saja dulu nanti juga lama-lama bisa khusyu’, puasa saja dulu nanti juga lama-lama bisa menahan hawa nafsu, sedekah saja dulu nanti juga lama-lama bisa ikhlas.

Jadi untuk bersedekah ternyata nggak usah nunggu ikhlas dulu yang penting lakukan saja jangan dipikir jangan dihitung…Just Action !!!  

Tetapi seorang muslim yang baik tidak cukup hanya berbicara pada tataran kisah seperti tersebut diatas, mereka yang karena keseringan berbuat baik maka rasanya malu ketika “lalai” dari perbuatan baik, mereka juga tentunya mencari tahu mengapa saya mesti bersedekah atau berbuat baik dan sekira mereka enggan untuk bersedekah apa yang mesti dilakukan untuk bisa memulai dalam kebaikan?.
Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis :  OlehIMMawan Syamsumarlin(Sekbid Tabligh dan Kajian Keislaman)