Shadaqah (sedekah) adalah kata yang
sangat mudah tuk diucapkan, tetapi kadang begitu sulit dilakukan. Terlebih
ketika kita tengah dibelit kesulitan, sangat mungkin terucap kata-kata yang
tidak enak didengar: "jangankan buat sedekah,buat makan sendiri aja sulit".
Itulah mengapa shadaqah itu sulit. Karena kita tidak ikhlas dalam
menjalankanya. Benar kita sudah belajar untuk ikhlas, tetapi seberapakah keikhlasan kita dalam bersadaqah??
Rasulullah
menyampaikan khutbah di Khaif setelah dari Mina, "Allah membaguskan seorang hamba yang mendengar perkataanku ini, lalu
dia memperhatikan dan menyampaikan kepada orang yang belum mendegarkannya.
Berapa banyak orang yang membawa pengetahuan namun dia tidak memahaminya.
Berapa banyak orang yang membawa pengetahuan kepada orang yang lebih tahu
darinya. Tiga perkara, yang karenya hati orang Mukmin tidak akan berkhianat,
yaitu mengikhlaskan amal karena Allah, memberikan nasihat kepada ulil-amri dan
mengikuti jama'ah. Sesungguhnya dakwah kepada mereka dari arah belakangnya.
Siapa yang hasratnya kepada akhirat, maka Allah menghimpun persatuannya,
menjadikan kekayaannya, dan siapa yang hasratnya kepada dunia, maka Allah
mencerai beraikan urusannya, menjadi kemsikinan ada di depan matanya, dunia
tidak datang kepadanya kecuali apa yang sudah ditetapkan baginya.
Islam
cukup besar menaruh perhatian terhadap niat atau perasaan yang menyertai amal
perbuatan manusia. Karena nilai amal ibadah manusia, hakikatnya kembali kepada
si pemiliknya, dan tergantung kepada niatnya. Bershadaqah
atau mengeluarkan derma, atau memberikan sesuatu kepada orang lain merupakan
perbuatan dan amal yang baik, tetapi kadang-kadang ada seseorang yang
bershadaqah agar dikatakan dia orang baik, atau untuk mendapatkan kedudukan di
sisi pejabat, di sisi orang pembesar, atau agar bisa mendapatkan pelayanan dari
orang yang diberi shadaqah.
Ada juga yang bershadaqah untuk
menghapuskan sifat minta-minta atau menjaga sifat satria dan rasa malu dari
orang yang tidak mampu, atau semata-mata hanya taat kepada Allah, untuk
mencapai keridhaan Allah semata-mata dan mengharapkan pahala daripada Nya.
Dua
orang tersebut di atas mengerjakan satu macam perbuatan, yaitu bershadaqah,
tetapi nilainya berbeda, sesuai dengan perbedaan niat yang mendorongnya.
Orang
yang pertama, nilai sedekahnya rendah karena menginginkan kemanfaatan duniawi
yang pribadi. Jika tidak karena keinginan itu, tentu dia tidak bersedekah. Maka
pendorong yang hakiki, yang ikhlas belum bersemayam di dadanya.
Orang
yang kedua nilai sedekahnya tinggi, sebab sedekahnya karena ikhlas, karena
didorong memenuhi hati sanubarinya, yaitu dia memang senang berbuat baik kepada
sesama manusia, menjaga kemuliaan mereka dan karena taat
kepada Allah serta mencari keridhaanNya. Dengan
demikian kita mengetahui makna yang terkandung dalam hadist sebagaimana
disebutkan dalam Riwayat Bukhari dan Muslim:“Dari
Amirul Mukminin, Umar bin Khatthab radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:
Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya dan setiap orang akan
mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang
berhijrah karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya menuju keridhaan Allah dan
rasul-Nya. Barang siapa yang berhijrah karena mencari dunia atau karena ingin
menikahi seorang wanita, maka hijrahnya tersebut kepada apa yang dia tuju.” (HR.
Bukhari no. 1, Muslim no. 155, 1907).
Maka
setiap amal perbuatan itu sesuai dengan niat yang membangkitkanya. Apabila
niatnya baik, maka baiklah, apabila niatnya jelek, maka jeleklah. Oleh
karena itu, ikhlas sangat penting ketika kita melakukan segala sesuatu. Bahkan
ulama telah bersepakat tentang tingginya kedudukan niat dalam melakukan semua
amal perbuatan. Pembaca
yang budiman, dengan melihat kondisi masyarakat zaman sekarang, sangat jarang
kita bisa menjumpai orang yang betul-betul memperhatikan dan mempraktekkan
konsep niat ikhlas tersebut dalam melakukan amal kebaikan, makanya menurut
hemat kami, kami ingin menawarkan suatu konsep tarbiyah/pembelajaran yang
menurut hukum niat tadi pastinya berbeda namun Insya Allah lebih membuka
pemikiran saudara-saudara
dalam memahami kehidupan ini, sebagai ilustrasi mari kita menyimak kisah
dibawah ini : “Sedekah itu seikhlasnya” kalimat
itu biasanya yang saya gunakan jikalau diminta sumbangan. “Maksudnya
seikhlasnya apa sih pak” tanya teman saya, “kalau ada uang yah saya beri dan
kalau nggak ada uang yah jangan dipaksakan”, jawab saya. ”Sering sedekah?”
tanya teman disamping, ” yah karena jarang punya uang ya jarang”, jawab saya. ”
Lagian juga kalau punya uang dan memberinya nggak ikhlas percuma saja nggak ada
pahalanya kan !”, saya nambahin.
Lain
waktu, “Pak ada mobil keliling yang suka minta sumbangan tuh di depan rumah”,
kata anak saya, “Bilangin nggak ada “, jawab saya. “Belum tentu dananya juga
benar-benar disalurkan jangan-jangan cuman dipakai sendiri, daripada memberinya nggak ikhlas mendingan tidak usah saja” kata
hati saya.
Lain
waktu lagi, “Pak nih ada edaran dari Panitia Pembangunan Masjid di kompleks
Bapak diminta jadi donatur untuk pembangunan Masjid”, kata istri saya. “Malas
ah, menyumbang pakai diumumkan segala, itu riya’ namanya nanti nggak ikhlas
jadinya”, jawab saya.
Kata
“ikhlas” menjadi senjata pamungkas saya sebagai tameng untuk tidak memberi.
Percuma memberi kalau nggak ikhlas, dan sialnya ikhlas itu lama bangat
datangnya ke diri saya sehingga bertahun tahun saya menjadi orang yang jarang
memberi.
Coba
dibayangkan sekiranya rata-rata ummat
muslim berfikir demikian, kapan bersedekahnya, kapan berbuat baiknya.?? Untuk
bersedekah sebenarnya nggak usah nunggu ikhlas dulu, lakukan saja sesering
mungkin. Bisa saja dalam 10 kali kita bersedekah yang 6 tidak ikhlas awalnya
tapi masih lumayan ada 4 yang ikhlas. Dan kalau sering bersedekah lama-lama
akan jadi kebiasaan sehingga nilai ikhlasnya sudah lebih banyak lagi yang pada
akhirnya nanti bersedekah itu sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.
Kalau
bersedekah ada unsur riya’ yah lakukan saja, toh yang rugi diri kita sendiri
kalau yang menerima sih masih bisa merasakan kebahagian. Lumayan masih tidak
merugikan orang lain.Semua kegiatan yang baik memang awalnya harus dipaksa dulu
sambil jalan diharapkan kesadaran mulai muncul.
Coba
simak; Sholat itu harus khusyu’ memang kalau nggak khusyu’ nggak usah sholat?
Puasa itu harus bisa menjaga hawa nafsu, memang kalau nggak bisa menjaga hawa
nafsu nggak usah puasa?
Bukannya
lebih baik; Sholat saja dulu nanti juga lama-lama bisa khusyu’, puasa saja dulu
nanti juga lama-lama bisa menahan hawa nafsu, sedekah saja dulu nanti juga
lama-lama bisa ikhlas.
Jadi
untuk bersedekah ternyata nggak usah nunggu ikhlas dulu yang penting lakukan
saja jangan dipikir jangan dihitung…Just Action !!!
Tetapi
seorang muslim yang baik tidak cukup hanya berbicara pada tataran kisah seperti
tersebut diatas, mereka yang karena keseringan berbuat baik maka rasanya malu
ketika “lalai” dari perbuatan baik, mereka juga tentunya mencari tahu mengapa
saya mesti bersedekah atau berbuat baik dan sekira mereka enggan untuk
bersedekah apa yang mesti dilakukan untuk bisa memulai dalam kebaikan?.
Wallahu
a’lam bisshawab.
Penulis : Oleh : IMMawan
Syamsumarlin B (Sekbid
Tabligh dan Kajian Keislaman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar