Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Rabu, 18 November 2015

Ternyata Sedekah Itu Nggak Harus Ikhlas

Shadaqah (sedekah) adalah kata yang sangat mudah tuk diucapkan, tetapi kadang begitu sulit dilakukan. Terlebih ketika kita tengah dibelit kesulitan, sangat mungkin terucap kata-kata yang tidak enak didengar: "jangankan buat sedekah,buat makan sendiri aja sulit". Itulah mengapa shadaqah itu sulit. Karena kita tidak ikhlas dalam menjalankanya. Benar kita sudah belajar untuk ikhlas, tetapi seberapakah keikhlasan kita dalam bersadaqah??


Rasulullah menyampaikan khutbah di Khaif setelah dari Mina, "Allah membaguskan seorang hamba yang mendengar perkataanku ini, lalu dia memperhatikan dan menyampaikan kepada orang yang belum mendegarkannya. Berapa banyak orang yang membawa pengetahuan namun dia tidak memahaminya. Berapa banyak orang yang membawa pengetahuan kepada orang yang lebih tahu darinya.  Tiga perkara, yang karenya hati orang Mukmin tidak akan berkhianat, yaitu mengikhlaskan amal karena Allah, memberikan nasihat kepada ulil-amri dan mengikuti jama'ah. Sesungguhnya dakwah kepada mereka dari arah   belakangnya. Siapa yang hasratnya kepada akhirat, maka Allah menghimpun persatuannya, menjadikan kekayaannya, dan siapa yang hasratnya kepada dunia, maka Allah mencerai beraikan urusannya, menjadi kemsikinan ada di depan matanya, dunia tidak datang kepadanya kecuali apa yang sudah ditetapkan baginya.

Islam cukup besar menaruh perhatian terhadap niat atau perasaan yang menyertai amal perbuatan manusia. Karena nilai amal ibadah manusia, hakikatnya kembali kepada si pemiliknya, dan tergantung kepada niatnya. Bershadaqah atau mengeluarkan derma, atau memberikan sesuatu kepada orang lain merupakan perbuatan dan amal yang baik, tetapi kadang-kadang ada seseorang yang bershadaqah agar dikatakan dia orang baik, atau untuk mendapatkan kedudukan di sisi pejabat, di sisi orang pembesar, atau agar bisa mendapatkan pelayanan dari orang yang diberi shadaqah. 

 Ada juga yang bershadaqah untuk menghapuskan sifat minta-minta atau menjaga sifat satria dan rasa malu dari orang yang tidak mampu, atau semata-mata hanya taat kepada Allah, untuk mencapai keridhaan Allah semata-mata dan mengharapkan pahala daripada Nya.
Dua orang tersebut di atas mengerjakan satu macam perbuatan, yaitu bershadaqah, tetapi nilainya berbeda, sesuai dengan perbedaan niat yang mendorongnya.

Orang yang pertama, nilai sedekahnya rendah karena menginginkan kemanfaatan duniawi yang pribadi. Jika tidak karena keinginan itu, tentu dia tidak bersedekah. Maka pendorong yang hakiki, yang ikhlas belum bersemayam di dadanya.
Orang yang kedua nilai sedekahnya tinggi, sebab sedekahnya karena ikhlas, karena didorong memenuhi hati sanubarinya, yaitu dia memang senang berbuat baik kepada sesama manusia, menjaga kemuliaan mereka dan karena taat kepada Allah serta mencari keridhaanNya. Dengan demikian kita mengetahui makna yang terkandung dalam hadist sebagaimana disebutkan dalam Riwayat Bukhari dan Muslim:“Dari Amirul Mukminin, Umar bin Khatthab radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Sesungguhnya seluruh amalan itu bergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang berhijrah karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya menuju keridhaan Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang berhijrah karena mencari dunia atau karena ingin menikahi seorang wanita, maka hijrahnya tersebut kepada apa yang dia tuju.” (HR. Bukhari no. 1, Muslim no. 155, 1907).

Maka setiap amal perbuatan itu sesuai dengan niat yang membangkitkanya. Apabila niatnya baik, maka baiklah, apabila niatnya jelek, maka jeleklah. Oleh karena itu, ikhlas sangat penting ketika kita melakukan segala sesuatu. Bahkan ulama telah bersepakat tentang tingginya kedudukan niat dalam melakukan semua amal perbuatan. Pembaca yang budiman, dengan melihat kondisi masyarakat zaman sekarang, sangat jarang kita bisa menjumpai orang yang betul-betul memperhatikan dan mempraktekkan konsep niat ikhlas tersebut dalam melakukan amal kebaikan, makanya menurut hemat kami, kami ingin menawarkan suatu konsep tarbiyah/pembelajaran yang menurut hukum niat tadi pastinya berbeda namun Insya Allah lebih membuka pemikiran saudara-saudara dalam memahami kehidupan ini, sebagai ilustrasi mari kita menyimak kisah dibawah ini :  “Sedekah itu seikhlasnya” kalimat itu biasanya yang saya gunakan jikalau diminta sumbangan. “Maksudnya seikhlasnya apa sih pak” tanya teman saya, “kalau ada uang yah saya beri dan kalau nggak ada uang yah jangan dipaksakan”, jawab saya. ”Sering sedekah?” tanya teman disamping, ” yah karena jarang punya uang ya jarang”, jawab saya. ” Lagian juga kalau punya uang dan memberinya nggak ikhlas percuma saja nggak ada pahalanya kan !”, saya nambahin.

Lain waktu, “Pak ada mobil keliling yang suka minta sumbangan tuh di depan rumah”, kata anak saya, “Bilangin nggak ada “, jawab saya. “Belum tentu dananya juga benar-benar disalurkan jangan-jangan cuman dipakai sendiri, daripada memberinya  nggak ikhlas mendingan tidak usah saja” kata hati saya.

Lain waktu lagi, “Pak nih ada edaran dari Panitia Pembangunan Masjid di kompleks Bapak diminta jadi donatur untuk pembangunan Masjid”, kata istri saya. “Malas ah, menyumbang pakai diumumkan segala, itu riya’ namanya nanti nggak ikhlas jadinya”, jawab saya.
Kata “ikhlas” menjadi senjata pamungkas saya sebagai tameng untuk tidak memberi. Percuma memberi kalau nggak ikhlas, dan sialnya ikhlas itu lama bangat datangnya ke diri saya sehingga bertahun tahun saya menjadi orang yang jarang memberi.

Coba dibayangkan sekiranya rata-rata ummat muslim berfikir demikian, kapan bersedekahnya, kapan berbuat baiknya.?? Untuk bersedekah sebenarnya nggak usah nunggu ikhlas dulu, lakukan saja sesering mungkin. Bisa saja dalam 10 kali kita bersedekah yang 6 tidak ikhlas awalnya tapi masih lumayan ada 4 yang ikhlas. Dan kalau sering bersedekah lama-lama akan jadi kebiasaan sehingga nilai ikhlasnya sudah lebih banyak lagi yang pada akhirnya nanti bersedekah itu sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.

Kalau bersedekah ada unsur riya’ yah lakukan saja, toh yang rugi diri kita sendiri kalau yang menerima sih masih bisa merasakan  kebahagian. Lumayan masih tidak merugikan orang lain.Semua kegiatan yang baik memang awalnya harus dipaksa dulu sambil jalan diharapkan kesadaran mulai muncul.
Coba simak; Sholat itu harus khusyu’ memang kalau nggak khusyu’ nggak usah sholat? Puasa itu harus bisa menjaga hawa nafsu, memang kalau nggak bisa menjaga hawa nafsu nggak usah puasa?
Bukannya lebih baik; Sholat saja dulu nanti juga lama-lama bisa khusyu’, puasa saja dulu nanti juga lama-lama bisa menahan hawa nafsu, sedekah saja dulu nanti juga lama-lama bisa ikhlas.

Jadi untuk bersedekah ternyata nggak usah nunggu ikhlas dulu yang penting lakukan saja jangan dipikir jangan dihitung…Just Action !!!  

Tetapi seorang muslim yang baik tidak cukup hanya berbicara pada tataran kisah seperti tersebut diatas, mereka yang karena keseringan berbuat baik maka rasanya malu ketika “lalai” dari perbuatan baik, mereka juga tentunya mencari tahu mengapa saya mesti bersedekah atau berbuat baik dan sekira mereka enggan untuk bersedekah apa yang mesti dilakukan untuk bisa memulai dalam kebaikan?.
Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis :  OlehIMMawan Syamsumarlin(Sekbid Tabligh dan Kajian Keislaman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar