Menurut
orang-orang Cina, “hukum” sama seperti air mengalir. Kenapa begitu?” Tanya
Mamay sambil terus menunjukkan aksara Cina di telapak tangannya. Anak-anak
berdiskusi lagi. Kali ini, tak seorang pun serta-merta memberikan jawaban.
Mamay memandang Temujin. Itu adalah semacam isyarat untuk member tahu Temujin
bahwa Mamay menantikan jawabannya.
Temujin membuka mulut.
“Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat
rendah, bukan?”
“Lalu?”
“Menurutku hukum sama seperti itu. Hukum
juga mengalir ke bawah.”
“Kenapa begitu?”
“Hukum mengalir ke bawah seperti air, ia
memengaruhi orang-orang di bawah. Jadi hukum dibuat oleh orang-orang di atas
untuk mengendalikan dan mengatur orang-orang di bawah.”
Mamay jadi bersemangat.Jawaban tersebut
luar biasa. jawaban tersebut sama atau sangat mendekati alas an orang-orang
Cina membuat aksara itu berdasarkan filosofi mereka bahwa hukum seperti air
mengalir.
“Menurutku begini.”
Kali Jamuka tampil ke depan. Mamay
memperhatikannya.
“Sungai berkelok-kelok dalam perjalanan ke
muara, bukan? Itu karena sungai menghindari pengunungan atau batu besar.
Menurutku itu artinya hukum tidak bisa mengalahkan orang kuat atau berkuasa,
hanya menghindari mereka.”
Mamay terperanjat satu kali lagi. Dua anak
laki-laki tersebut tanpa kesulitan memberikan jawaban yang bahkan tidak dapat
dipikirkan orang dewasa dengan gampang. Mamay memandang Jamuka beberapa saat
dengan teramat takjub. Dia memiliki wajah dan hidung yang seimbang, bibir yang
terkatup rapat, serta dua mata yang berkilau cemerlang. Naun, penampilan
keseleuruhannya tidaklah sekuat Temujin, pikir Mamay, mungkin karena kulitnya
yang berwarna terang.
Mamay merasakan kebahagiaan dalam
sanubarinya. Rasanya seperti ketika kita berbicara kepada seorang teman yang
memahami dan berkomunikasi sangat baik dengan diri kita.Anak-anak lelaki
berkumpul setiap malam di yurt Mamay
dan berbincang-bincang. Anak-anak tersebut haus akan cerita mengenai misteri
alam dan kehidupan, cerita mengenai negeri-negeri ganjil yang jauh di balik
cakrawala. Mamay adalah orang yang tepat untuk meredakan dahaga mereka.
Sumber
: Sam Djang, Sang Penakluk Genghis Khan, hal. 119 - 120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar