Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Rabu, 13 Januari 2016

MENUNGGU YANG TAK PASTI



 
Seorang Ibu yang memegang tangan anaknya di sore hari.
Nun jauh dalam lubuk hatinya yang sudah lama terpendam, ia telah menunggu seorang yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Namun, tak kunjung datang ia hanya terus menunggu sesuatu yang tak pasti. Dan itulah dirinya kini ia telah memasuki usia paruh baya. Ia ditinggal suaminya sudah sejak lama sekitar 20 tahun lebih. Namun ia tak pernah goyah sedikitpun untuk mencari yang lain walaupun sebenarnya ada juga yang bermaksud baik datang kepadanya. Akan tetapi, ia menolak lantaran menunggu sesosok manusia yang mengarunia empat orang anak dan anak laki-laki keduanya telah lama tiada sekitar 14 tahun yang lalu. Kini ia ditemani tiga orang anaknya. Anak pertamanya sedang menyelesaikan kuliahnya di Makassar di salah satu perguruan tinggi Muhammadiyah. Anak keduanya juga telah masuk di sebuah universitas negeri di Makassar. Dan yang bungsu masih duduk dibangku Sekolah Dasar di kampungnya. Dan di antara semua saudaranya hanya ia yang mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi. Walaupun keadaan ekonominya pas-pasan tetapi karena kedua anaknya tersebut boleh jadi punya bakat masing-masing sehingga mereka mampu untuk melanjutkan sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Tak pelak, ia sangat bersyukur dan sangat menyayangi anak-anaknya. Ia berharap anak-anaknya kelak berguna baginya dan orang lain. Kini ia tinggal di rumah yang sudah tak layak ditinggali namun apa boleh buat tempat yang ia tinggali belum pernah direnovasi selama rumah tersebut dibangun dan itupun adalah satu-satunya rumah peninggalan ayahnya. Dan sekarang ia dan anak-anaknya tinggal disitu sedangkan saudaranya yang lain ada yang sudah punya rumah dan ada juga yang Cuma numpang di rumah saudaranya.
Ia adalah seorang perempuan yang menjadi ibu dan ayah bagi anak-anaknya. Ini terbukti anak bungsunya yang didengar langsung anak sulungnya bahwa ibunya juga sekaligus ayahnya. Karena anak sulungnya laki-laki, anak bungsunya tersebut sangat akrab sekali dengan kakaknya tersebut boleh jadi karena tidak mendapat kasih sayang dari ayahnya sehingga anak bungsunya tersebut ketika datang dari Makassar untuk liburan anak bungsunya tersebut selalu bersama bahkan sangat ditunggu kedatangannya ketika baru pulang dari Makassar. Sebagai orang tua ia kemudian berwirausaha apa saja yang bisa dijual dan itu dilakukan telah mendapat pelajaran juga dari orang tuanya yang juga biasa berdagang di pasar dan ia pun mengambil alih profesi tersebut. Dan setiap menjelang subuh ia bergegas dan menyiapkan segala keperluannya untuk dibawah ke pasar. Ia biasa pergi ke pasar dengan jalan kaki dan terkadang juga dia menumpang ojek yang akan ke pasar. Dari hasil dagangannya itu hanya mampu untuk membeli keperluan sehari saja seperti ikan, sayur dan lainnya. Belum lagi anak bungsunya yang kuat sekali jajan sampai-sampai ketiak anak bungsunya tidak diberikan uang jajan ia trerus merengek untuk diberi uang. Terkadang iapun pusing tujuh keliling sebab dagangannya belum ada orang yang membeli sudah minta jajan. Ia biasa memarahinya bahkan tak segan-segan memukulnya. Iapun tersadar bahwa ia sangat menyayangi anaknya namun karena rewel dan tak bisa diam ia pun biasa melampiaskan kepadanya dan juga semua anaknya biasa kena kemarahannya. Namun sebenanrnya itu dilakukannya karena ia begitu cinta kepada anak-anaknya.
            Ia biasa merenung diri memikirkan nasibnya, yang dililit kemiskinan dan biasa menyalahkan suaminya mengapa ia tega ditinggal pergi. Ia biasa dikatakan telah gila, stres, sinting oleh orang-orang dikampungnya dan termasuk saudara-saudaranya. Namun anaknya sangat salut kepadanya ia tak mengubris ketika ada yang mengatakan seperti itu. Wajar saja, mana ada orang yang ikhlas dimadu oleh suaminya. Selama dua puluh tahun lebih tidak diberikan nafkah lahir dan batin oleh suaminya. Orang-orang mengatakan bahwa suaminya dikatakan hidup tetapi mati dan dikatakan mati tetapi masih hidup. Inilah kata mungkin pantas bagi suaminya yang rela meninggalkan begitu saja. Harapannya tak pupus ditelan masa ia senantiasa mengingatkan kepada anaknya yang kuliah di Makassar untuk datang kepadanya untuk meminta uang sebagai tanggungjawabnya. Harapan untuk bersama lagi dengan suaminya tinggi sekali dan tak pernah padam oleh apapun itu, ia mengalami gangguan psikologi kejiwaan karena ulah suaminya. Menunggu yang tak pasti mungkin sebuah kalimat yang tepat untuknya. Tulisan ini mencoba menggambarkan betapa ia sangat kesepian dalam kesendiriannya mencoba untuk terus bersabar menanti, menanti dan terus menanti sampai kapanpun hingga harapannya dapat terwujud. Salah satu harapannya adalah ia ingin membangun rumah untuk dirinya dan anak-anaknya. Besar harapannya untuk bisa tinggal layak seperti kebanyakan orang dapat tidur dengan nyenyak. Ia biasanya tidak dapat tidur dengan nyenyak akibat suara bising seng yang diakibatkan oleh angin bersamaan dengan hujan. Ia tak takut tidur di rumah yang hanya ditemani lampu kaleng sinanya tak mampu menyinari suasana rumah hampir roboh tersebut. Baru-baru ini ini ia terpaksa tidak bermalam lagi di rumah tersebut karena rumah itu sujud kebelakangan (baca: roboh). Kini ia tinggal bersama dengan anak bungsunya sebab kedua anaknya tinggal di Makassar untuk melanjutkan kuliahnya. Ia sebenarnya tak membiarkan kedua anaknya tersebut untuk kuliah. Namun kedua anaknya memberikan pengertian bahwa mudah-mudahan dengan anaknya kuliah di Makassar nantinya dapat mengurangi bebanya di kemudian hari.
            Ia biasa dipanggil oleh orang dengan sebutan “sia” itu nama panggilannya baginya sedang nama yang tertera di ijasahnya adalah syamsiah dan terkadang juga dipanggil degan sebutan salasia. Namanya ayahnya bernama Jumaka dan Ibunya bernama Sala’. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Juga ia mempunyai saudara tiri lima orang dari ayah yang sama dengan ibu yang berbeda yang tak lain adalah saudara dari ibunya yang bernama Hanang. Ia tinggal di salah satu kabupaten di Sulawesi selatan tepatnya di Jeneponto kecamatan Tamalatea kelurahan Bontotangnga lingkungan Bumbungloe. Semua saudaranya dengan ia akur-akur saja namun terkadang pertikaian antar saudara tidak bisa dihindari itu wajar saja. Siapa pun akan mengalami hal seperti itu disetiap keluarganya. Sebagai contoh antara ia dan saudara kandung sendiri yakni kakak pertamanya yang perempuan tidak akur hingga beberapa tahun lamanya. Namun sekarang sudah berbaikan dengannya dan juga antara saudara bungsunya juga pernah berselisih. Kini saudara bungsunya telah tiada meninggalkan seorang suami dan juga empat orang anak. Tiga laki-laki dan satu perempuan. Walaupun begitu ia seakan derajatnya di mata orang terutama di kampungnya  terangkat dengan anaknya yang kuliah di Makassar. Ada orang bijak mengatakan bahwa orang tua itu sebenarnya tak mengharapkan apa-apa dari anaknya. Namun ketika anaknya telah berhasil ia hanya akan mendapatkan namanya dihargai di mata orang yang ada disekelilingnya. Suatu ketika ia pernah menangis meronta-ronta oleh akibat ulah anaknya sendiri yakni anak sulungnya ketika itu ia tak tahu sama sekali anaknya tersebut menggadaikan kebunnya selama sepuluh dengan mengambil uang dua juta untuk diinvestasikan dari bisnisnya. Ia diiming-imingi dengan impian yang amat tinggi untuk bisa sejahtera dalam waktu yang relatif singkat. Tak dinanya, malah ia ditipu. Akhirnya impiannya tinggal kenangan saja. Dan anaknya tersebut mendapat berbagai cibiran dan cemohan dari orang-orang yang tak menyukainya. Dan menjadikan hal tersebut sebagai senjata dari orang-orang yang bertanggungjawab untuk melumpuhkan semangatnya. Namun, hal itu bagi anak sulungnya tersebut dijadikan sebagai cambuk untuk tidak mengulanginya lagi dan akan selalu untuk berbuat yang wajar-wajar saja. Hingga kini, masalah itu selalu saja diungkit-ungkit bagi mereka yang tak senang padanya dan menjadikan itu sebagai hinaan baginya. Anak sulungnya tersebut menganggap bahwa ia selalu diperhatikan dan dipikirkan bagi yang membencinya. Seakan terasing di kampung sendiri. Anak sulungnya tersebut bagi kalangan sebayanya bukan bermaksud riya’ tetapi hanya sebagai bentuk kesyukurannya. Ia disebut orang mempunyai kelebihan tersendiri bagi kalangan sebayanya.
            Dari sebuah kata menjadi kalimat sederhana kemudian beralih menjadi paragraf yang mempunyai makna tersendiri. Dari makna itu mudah-mudahan ditemukan hikmah yang dalam paragraf tersebut setelah itu menjadi selembar halaman dalam sebuah kertas yang akan beruntai menjadi lembar demi lembar dan akhirnya menjadi sebuah bacaan yang punya sarat akan makna dan hikmah di dalamnya. Tulisan ini ditulis hanya sebuah refleksi dari dari anak akan ibundanya yang amat disayanginya agar semua orang tahu bahwa betapa sulitnya mengaringi samudra kehidupan yang dihadapi oleh seorang ibu dari anaknya dan seorang istri yang lama ditinggal oleh suaminya yang kurang lebih duapuluh tahun lamanya. Dan tulisan ini muncul begitu saja dibenak penulis untuk ditulis dalam lembaran kosong yang sangat bersedia sekali dicoret-coreti dan tangan ini asyik dalam tariannya di atas lembaran kosong ini. Penulis berharap dengan ditulisnya sedikit serpihan kehidupan membawa makn yang sangat berarti betapa kita hidup hanya sementara dan untuk abadi hanyalah melalui tulisan. Itulah adalah kata dari orang-orang bijak yang memaknai sebuah tulisan dan akan menjadi sejarah dalam kehidupan ini. Apa yang telah tertulis di atas juga hanya untuk mengurangi beban penulis untuk menyimpan dalam memory yang terbatas ini yang suatu saat akan lupa dan khilaf. Dan tulisan ini mencoba menggali potensi bagi penulis dalam hal penulisan. Ini adalah fenomena yang penulis rasa sudah sangat langka. Apalagi sekarang banyak yang pintar dalam berbicara dan beretorika dalam menulis amat susah baginya. Namun, tidak semua juga orang seperti itu adakalanya. Bisa bicara di depan orang banyak dan lihai dala menulis. Bahkan yang lebih para lagi tidak bisa bicara apalagi menulis. Sekian dari penulis semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar