Tugas
Kelompok II
Mata Kuliah
: Sosiologi Pendidikan
Dosen : Drs.H.M.Husni Yunus, M.Pd
Pendidikan
Dalam Perspektif Struktural Fungsional
Nama- Nama
Kelompok II
Syamsul
Hidayat
Sandi
Muh. Saad
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sosiologi pendidikan dalam kehidupan erat sekali
kaitannya dengan segala aspek kehidupan manusia. Sebab dengan sosiologi
pendidikan dalam perspektif fungsional sebagai salah satu yang berpengaruh
terhadap kehidupan sosial manusia yang ada saat ini. Terutama pendidikan yang perlu
ditanamkan kepada tatanan sosial manusia sehingga mampu menciptakan suatu
proses interaksi antara satu manusia dengan manusia lain. Pendidikan sosiologi
dalam perspektif fungsional lebih mengarah kepada pendidikan, kontek sosial,
pertanyaan yang diajukan, unit analisis struktural fungsional, metodologi yang dipakai, tokoh-tokohnya, metodologi yang dipakai, kritik
terhadap struktural fungsional dan desain pembelajarannya.
B.
Rumusan
Masalah
a. Apa saja perspektif struktural fungsional dan pendidikan?
b. Apa saja konteks
sosialnya?
c. Bagaimana
pertanyaan yang diajukan?
d. Siapa saja
tokohnya?
e. Apa saja
metodologi yang dipakai?
f. Bagaimana
kritikan terhadap struktur fungsional?
g. Bagaimanakah
desain pembelajarannya?
BAB I
PEMBAHASAN
A. PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL
DAN PENDIDIKAN
Para
penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan dapat
digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial. Pendidikan
dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk mendapatkan
pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai yang diperlukan
sebagai anggota masyarakat.
Auguste
Comte (1798-1857) yang dikenal sebagai bapak sosiologi yang memelopori filsafat
positivistic, berpendapat bahwa pengetahuan dan masyarakat dalam proses transisi
secara evolusi. Tugas sosiologi disini untuk memahami faktor-faktor yang
diperlukan dalam evolusi masyarakat. Semuanya itu nantinya bertujuan untuk
menciptakan tertib sosial yang baru. Pendidikan lah yang digunakan sebagai
tempat untuk mengembangkan tradisi pengetahuan positivistic, sehingga siswa dapat berpikir positive sehingga segala sesuatu dapat dijelaskan dengan
sebab-akibat.
Evolusi
tertib sosial melalui tiga tahap yaitu; tahap teologis, tahap metafisik dan
tahap ilmiah. Comte percaya bahwa masyarakat selalu tumbuh melalui tiga tahap
sesuai dengan tingkat kompleksitas masyarakat.
Namun dalam
perkembangannya perspektif structural fungsionalis mengalami kemerosotan.
Colomny (1990) menyimpulkan bahwa teori fungsional telah berubah menjadi
tradisi.
B.
KONTEKS SOSIAL
Kemuculan
teori struktural fungsional dilatar belakangi oleh perkembangan masyarakat yang
dipengaruhi oleh semangat Renaissance.
Awalnya masyarakat beranggapan, bahwa manusia tidak memiliki otoritas untuk
menjelaskan fenoma yang terjadi di sekitarnya karena semua telah ditentukan
oleh Tuhan. Pandangan ini lalu menjadi perdebatan, mereka beranggapan aturan
yang dibuat oleh Tuhan tidak untuk selamany, yang berarti ada celah untuk
manusia dapat mengolahnya. Lalu renaissance
memunculkan berbagai temuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam bidang
pendidikan lalu muncul pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Maka, teori
structural fungsional mewarnai munculnya revolusi pengetahuan. Dalam
mengembangkan argumennya teori ini mengambil dari teori organis sistematik yang
berasal dari beberapa aliran, yaitu;
1.
Naturalisme yang berpandangan bahwa semua yang terjadi di dunia ini pasti ada
sebabnya. Aliran ini berpengaruh dalam metodologi masalah sosial. Aliran ini
juga merubah pola pikir yang awalnya semua dikembalikan kepada kekuatan
suprantural.
2.
Rasionalisme yang berpendapat bahwa manusia mempunyai akal untuk menjelaskan
sebab-akibat.
3.
Positivism/empirisme yang berpendapat bahwa segala sesuatu dapat diobservasi
dan diukur secara empiris. Aliran ini banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu alam.
4.
Evolusi sosial yang berpendapat bahwa ada proses yang mendorong terjadinya
perubahan yang bersifat evolusioner.
5. Social reform yang berpendapat bahwa ada
perubahan kea arah yang lebih baik dan progress.
6.
Konformisme yang berpendapat bahwa setiap individu dalam masyarakat akan
menyesuaikan kehendak umum/sosial. Pandangan ini muncul akibat pengandaian
terhadap konformitas bagian-bagian tubuh terhadap susunan organisme.
Asumsi yang
mendorong teori structural fungsional yang lebih menekankan pada keharmonisan,
yaitu;
a. Masyarakat harus dilihat sebagai
suatu system yang kompleks yang terdiri dari bagian-bagian yang saling
berhubungan
b. Setiap bagian dalam masyarakat memiliki
perannya masing-masing untuk menjaga keeksistensian masyarakat.
c. Semua masyarakat mempunyai mekanisme
untuk mengintegrasikan diri, dan system sosial akan berproses ke a ah tersebut.
d. Perubahan dalam system sosial terjadi
secara gradual
e. Faktor yang menentukan keberhasilan
integrasi dalam masyarakat adalah adanya kesepakatan pada anggota-anggota
masyarakat terhadap nilai-nilai dalam masyarakat.
f. Masyarakat cenderung mengarah pada
keadaan ekuilibrum atau homeostatic.
Dari
beberapa asumsi yang diungkapkan dari teori fungsional structural tersebut, ada
implikasi yang muncul yaitu menempatkan pendidikan sebagia institusi sosial.
Yang bersama dengan institusi lain menjalankan peran demi tercapainya ekuilibrum.
Pendidikan harus dapat memberi sumbangan yang dapat mengintegrasikan diri dalam
perubahan yang terjadi pada masyarakat.
Para
eksponen teori structural fungsional mendorong perkembangan sosiologi regulasi
dalam semua tahap, dengan mengarahkan kepada upaya untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa sosial secara rasional dan empirik. Dalam realitasnya para
eksponen lebih mengedepankan komitmen terhadap rekayasa sosial yang dimulai
oleh elite lalu disebarkan pada masyarakat.
C. PERTANYAAN YANG DI AJUKAN
Pendidikan dalam presperktif fungsional harus dikembangkan berdasarkan
proporsi berikut. Pertama, susunan individu. Kedua, abstraksi dari individu.
Ketiga fenomena social hanya memiliki realitas dalam individu. Keempat,
mengetahui perilaku individu. Kelima, mengamalkan nilai-nilai yang ada di
dalmnya.
Kajian sosiologi pendidikan dari prespektif fungsional difokuskan kepada
pendidikan sebagai realitas social, pendidikan dan struktur social, pendidikan
sebagai pranata social, hubungan pendidikan sebagai pranata social dengan
pranata-pranata social yang lain. fakta social disini dimaksudkan ke dalam
kenyataan empiris. Di dalam dunia pendidikan terdapat fakta social yang saling
berjkaitan satu sama lain. selain ketergantungan mereka bukan pda tataran individu
melainkan pada level entitas atau kelompok. Contoh entitas guru, kepala
sekolah, komite sekolah, entitas siswa atau orang tua dan seterusnya.
Menurut emile Durkheim fakta social dibedakan menjadi dua , yakni :
material dan non-material. Material yang merupakan semua yang dapat dilihat
seperti komite sekolah , organisasi wali murid, dan lain lain. biasanya
berbentuk komponen perubahan morfologi masyarakat. Sedangkan yang bersifat
non-material sesuatu yang dianggap nyata namun masih abstrak seperti, kesadaran
solidaritas, moralitas dan lain-lain.
D. UNIT ANALISIS STRUKTURAL FUNGSIONAL
Fakta social ini terutama memfokuskan perhatian terhadap analisa pada level
makro obyektif. Studi makro dalam sosiologi pendidikan antara lain berkaitan
dengan kajian terhadap pendidikan dan interelasinya dengan struktur social,
institusi masyarakat dan hubungannya dengan shukum, birokrasi, arsitektur,
teknologi juga bahasa. Dalam sosiologi pendidikan membahas dalam ranah makro
subjektif seperti masalah budaya sekolah dan masyarakat, terutama akibat
pengaruh dari faktor-faktor structural seperti perkembangan teknologi, sistem
politik, pemerintahan, ekonomi dan lain-lain yang semuanya itu akan membentuk
ekuilibrium dan mekanisme consensus. Yang akan menjadikan tumbuhnya kesadaran
integrasi social dan menghindarkan adanya disintegrasi social
Oleh karena itu cakupan bersekala makro , tujuan analisisnya adalah mencari
hukum-hukum universal dan bukan menelusuri keunikan dari sebuah fenomena. Teori
structural fungsional lebih terpusat pada kelompok dan sistem social sebagai
unit analisis. Sekolah sebagai institusi, sistem dan kelompok kependidikan
sebagau unit analisis. Tidak digunakan untuk tujuan memahami kesadaran individu
melainkan untuk kepentingan semua orang yang berada dalam institusi, sistem dan
dimana pendidikan diselengarakan
E. METODOLOGI YANG DIPAKAI
Teori fungsional adalah faham
positivism yang berasumsi sesuatu dapat diobservasikan dan diukur secara
empiris (aliran ini di pengaruhi oleh ilmu-ilmu dalam dan eksak). mereka
berpendapat bahwa fakta sosial bersifat objektif yang efeknya dapat
diobservasi. Dan bukan sebagai tujuan praksis. Analisa teri funsional bertujuan
untuk menmukan hukum-hukum universal dan bukan mencari keunikan. Dengan
demikian teori fungsional berhadapan dengan cakupan populasi yang sangat luas,
sehingga tidak mungkin untuk mengambil secara keseluruhan sebagai sumber data.
Untuk menkaji secara realitas universal dapat diambil sejumlah sampel yang
mewakili. Dengan kata lain keterwkilan menjadi sangat penting.
Kajian fungsional menekankan upaya menemukan hubungan kausal dan korelasi
antar fenomena, maka metode penelitian ini mengarah kepada pemekaian tehnik
kuantitatif. Dengan sendirinya, metode survey lebih memungkinkan penelitian
mencari penjelasan korelasi antar fenomena, dan juga metode eksperimen menjadi
penguji hubungan kausalitas antar fenomena. Kedua metode tersebut menjadi
popular di mata para eksponen teori structural fungsional.
F. TOKOH PERSPEKTIF FUNGSIONAL
1. Auguste
Comte
2. Herbert Spencer
3. Charles
Darwin
4. Emile Durkheim
5. Talcott Parsons
6. Robert K.
Merton
G. KRITIK TERHADAP STRUKTURAL FUNGSIONAL
Neofungsionalisme
lahir dari tokoh Jeffrey C alexander yang mengemukakan kritik internal terhadap
pandangan-pandangan teori fungsional dengan memperluas lingkup kajian
intelektualnya sembari mengacu kepada dasar pemikiran fungsionalisme itu
sendiri. Neofungsionalisme memimiliki orientasi berupa membuat model deskripsi
masyarakat dengan pola-pola tertentu, berorientasi kepada level makro dengan
memperhatikan struktur social dan budaya. Fenomena yang mengandung kemungkinan.
Fenomena budaya dapat melahirkan ketegangan tersendiri dan perubahan social
yang berlangsung melalui differensiasi dalam system kepribadian, budaya dan
system social.
H. DESAIN PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF
FUNGSIONALIS
Ada tiga unsur dalam desain pembelajaran menurut penganut funsionalis,yang
pertama adalah kurikulum yang di angkat berdasarkan gagasan,konsep dan jenis
pengetahuan yang ada dalam masyarakat yang memiliki nilai-nilai budaya. Dengan
adanya nilai budaya yang terdapat dalam kurikulum yang kemudian di kembangkan
menjadi karakteristik. Yang kedua adalah peranan guru yang bertugas untuk
mengembangkan rasa tanggung jawab siswa ketika hidup dalam lingkungan
kelompoknya, mendorong untuk membangun kesetiaan terhadap cita-cita dan
nilai-nilai kelompok,berusaha mendahulukan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi. Mengembangkan dan mematangkan skill siswa dengan keahlian
yang di perlukan masyarakat. Kaum fungsionalis menganggap murid sebagai kotak
kosong yang harus diisi oleh seorang guru,dalam hal ini proses pembelajaran
masih berpusat pada guru sebagai sumber informasi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Para
penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan dapat
digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial. Pendidikan
dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk mendapatkan
pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai yang diperlukan
sebagai anggota masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Maliki, Zainuddin. Sosiologi Pendidikan, Gadjah Mada University Press, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar