Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Minggu, 08 Februari 2015

Pendidikan Dalam Perspektif Struktural Fungsional



Tugas Kelompok II
Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan
Dosen              : Drs.H.M.Husni Yunus, M.Pd

Pendidikan Dalam Perspektif Struktural Fungsional



Nama- Nama Kelompok II
Syamsul Hidayat
Sandi
Muh. Saad



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sosiologi pendidikan dalam kehidupan erat sekali kaitannya dengan segala aspek kehidupan manusia. Sebab dengan sosiologi pendidikan dalam perspektif fungsional sebagai salah satu yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial manusia yang ada saat ini. Terutama pendidikan yang perlu ditanamkan kepada tatanan sosial manusia sehingga mampu menciptakan suatu proses interaksi antara satu manusia dengan manusia lain. Pendidikan sosiologi dalam perspektif fungsional lebih mengarah kepada pendidikan, kontek sosial, pertanyaan yang diajukan, unit analisis struktural fungsional, metodologi yang dipakai, tokoh-tokohnya, metodologi yang dipakai, kritik terhadap struktural fungsional dan desain pembelajarannya.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa saja perspektif struktural fungsional dan pendidikan?
b.      Apa saja konteks sosialnya?
c.       Bagaimana pertanyaan yang diajukan?
d.      Siapa saja tokohnya?
e.       Apa saja metodologi yang dipakai?
f.       Bagaimana kritikan terhadap struktur fungsional?
g.      Bagaimanakah desain pembelajarannya?




 BAB I
PEMBAHASAN

A.    PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL DAN PENDIDIKAN
Para penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial. Pendidikan dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.
Auguste Comte (1798-1857) yang dikenal sebagai bapak sosiologi yang memelopori filsafat positivistic, berpendapat bahwa pengetahuan dan masyarakat dalam proses transisi secara evolusi. Tugas sosiologi disini untuk memahami faktor-faktor yang diperlukan dalam evolusi masyarakat. Semuanya itu nantinya bertujuan untuk menciptakan tertib sosial yang baru. Pendidikan lah yang digunakan sebagai tempat untuk mengembangkan tradisi pengetahuan positivistic, sehingga siswa dapat berpikir positive sehingga segala sesuatu dapat dijelaskan dengan sebab-akibat.
Evolusi tertib sosial melalui tiga tahap yaitu; tahap teologis, tahap metafisik dan tahap ilmiah. Comte percaya bahwa masyarakat selalu tumbuh melalui tiga tahap sesuai dengan tingkat kompleksitas masyarakat.
Namun dalam perkembangannya perspektif structural fungsionalis mengalami kemerosotan. Colomny (1990) menyimpulkan bahwa teori fungsional telah berubah menjadi tradisi.
B.     KONTEKS SOSIAL
Kemuculan teori struktural fungsional dilatar belakangi oleh perkembangan masyarakat yang dipengaruhi oleh semangat Renaissance. Awalnya masyarakat beranggapan, bahwa manusia tidak memiliki otoritas untuk menjelaskan fenoma yang terjadi di sekitarnya karena semua telah ditentukan oleh Tuhan. Pandangan ini lalu menjadi perdebatan, mereka beranggapan aturan yang dibuat oleh Tuhan tidak untuk selamany, yang berarti ada celah untuk manusia dapat mengolahnya. Lalu renaissance memunculkan berbagai temuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam bidang pendidikan lalu muncul pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Maka, teori structural fungsional mewarnai munculnya revolusi pengetahuan. Dalam mengembangkan argumennya teori ini mengambil dari teori organis sistematik yang berasal dari beberapa aliran, yaitu;
1.            Naturalisme yang berpandangan bahwa semua yang terjadi di dunia ini pasti ada sebabnya. Aliran ini berpengaruh dalam metodologi masalah sosial. Aliran ini juga merubah pola pikir yang awalnya semua dikembalikan kepada kekuatan suprantural.
2.            Rasionalisme yang berpendapat bahwa manusia mempunyai akal untuk menjelaskan sebab-akibat.
3.            Positivism/empirisme yang berpendapat bahwa segala sesuatu dapat diobservasi dan diukur secara empiris. Aliran ini banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu alam.
4.            Evolusi sosial yang berpendapat bahwa ada proses yang mendorong terjadinya perubahan yang bersifat evolusioner.
5.            Social reform yang berpendapat bahwa ada perubahan kea arah yang lebih baik dan progress.
6.            Konformisme yang berpendapat bahwa setiap individu dalam masyarakat akan menyesuaikan kehendak umum/sosial. Pandangan ini muncul akibat pengandaian terhadap konformitas bagian-bagian tubuh terhadap susunan organisme.
Asumsi yang mendorong teori structural fungsional yang lebih menekankan pada keharmonisan, yaitu;
a.       Masyarakat harus dilihat sebagai suatu system yang kompleks yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan
b.      Setiap bagian dalam masyarakat memiliki perannya masing-masing untuk menjaga keeksistensian masyarakat.
c.       Semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan diri, dan system sosial akan berproses ke a ah tersebut.
d.      Perubahan dalam system sosial terjadi secara gradual
e.       Faktor yang menentukan keberhasilan integrasi dalam masyarakat adalah adanya kesepakatan pada anggota-anggota masyarakat terhadap nilai-nilai dalam masyarakat.
f.       Masyarakat cenderung mengarah pada keadaan ekuilibrum atau homeostatic.
Dari beberapa asumsi yang diungkapkan dari teori fungsional structural tersebut, ada implikasi yang muncul yaitu menempatkan pendidikan sebagia institusi sosial. Yang bersama dengan institusi lain menjalankan peran demi tercapainya ekuilibrum. Pendidikan harus dapat memberi sumbangan yang dapat mengintegrasikan diri dalam perubahan yang terjadi pada masyarakat.
Para eksponen teori structural fungsional mendorong perkembangan sosiologi regulasi dalam semua tahap, dengan mengarahkan kepada upaya untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa sosial secara rasional dan empirik. Dalam realitasnya para eksponen lebih mengedepankan komitmen terhadap rekayasa sosial yang dimulai oleh elite lalu disebarkan pada masyarakat.
C. PERTANYAAN YANG DI AJUKAN
Pendidikan dalam presperktif fungsional harus dikembangkan berdasarkan proporsi berikut. Pertama, susunan individu. Kedua, abstraksi dari individu. Ketiga fenomena social hanya memiliki realitas dalam individu. Keempat, mengetahui perilaku individu. Kelima, mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalmnya.
Kajian sosiologi pendidikan dari prespektif fungsional difokuskan kepada pendidikan sebagai realitas social, pendidikan dan struktur social, pendidikan sebagai pranata social, hubungan pendidikan sebagai pranata social dengan pranata-pranata social yang lain. fakta social disini dimaksudkan ke dalam kenyataan empiris. Di dalam dunia pendidikan terdapat fakta social yang saling berjkaitan satu sama lain. selain ketergantungan mereka bukan pda tataran individu melainkan pada level entitas atau kelompok. Contoh entitas guru, kepala sekolah, komite sekolah, entitas siswa atau orang tua dan seterusnya.
Menurut emile Durkheim fakta social dibedakan menjadi dua , yakni : material dan non-material. Material yang merupakan semua yang dapat dilihat seperti komite sekolah , organisasi wali murid, dan lain lain. biasanya berbentuk komponen perubahan morfologi masyarakat. Sedangkan yang bersifat non-material sesuatu yang dianggap nyata namun masih abstrak seperti, kesadaran solidaritas, moralitas dan lain-lain.
D. UNIT ANALISIS STRUKTURAL FUNGSIONAL
Fakta social ini terutama memfokuskan perhatian terhadap analisa pada level makro obyektif. Studi makro dalam sosiologi pendidikan antara lain berkaitan dengan kajian terhadap pendidikan dan interelasinya dengan struktur social, institusi masyarakat dan hubungannya dengan shukum, birokrasi, arsitektur, teknologi juga bahasa. Dalam sosiologi pendidikan membahas dalam ranah makro subjektif seperti masalah budaya sekolah dan masyarakat, terutama akibat pengaruh dari faktor-faktor structural seperti perkembangan teknologi, sistem politik, pemerintahan, ekonomi dan lain-lain yang semuanya itu akan membentuk ekuilibrium dan mekanisme consensus. Yang akan menjadikan tumbuhnya kesadaran integrasi social dan menghindarkan adanya disintegrasi social
Oleh karena itu cakupan bersekala makro , tujuan analisisnya adalah mencari hukum-hukum universal dan bukan menelusuri keunikan dari sebuah fenomena. Teori structural fungsional lebih terpusat pada kelompok dan sistem social sebagai unit analisis. Sekolah sebagai institusi, sistem dan kelompok kependidikan sebagau unit analisis. Tidak digunakan untuk tujuan memahami kesadaran individu melainkan untuk kepentingan semua orang yang berada dalam institusi, sistem dan dimana pendidikan diselengarakan
E. METODOLOGI YANG DIPAKAI
Teori fungsional adalah faham positivism yang berasumsi sesuatu dapat diobservasikan dan diukur secara empiris (aliran ini di pengaruhi oleh ilmu-ilmu dalam dan eksak). mereka berpendapat bahwa fakta sosial bersifat objektif yang efeknya dapat diobservasi. Dan bukan sebagai tujuan praksis. Analisa teri funsional bertujuan untuk menmukan hukum-hukum universal dan bukan mencari keunikan. Dengan demikian teori fungsional berhadapan dengan cakupan populasi yang sangat luas, sehingga tidak mungkin untuk mengambil secara keseluruhan sebagai sumber data. Untuk menkaji secara realitas universal dapat diambil sejumlah sampel yang mewakili. Dengan kata lain keterwkilan menjadi sangat penting.
Kajian fungsional menekankan upaya menemukan hubungan kausal dan korelasi antar fenomena, maka metode penelitian ini mengarah kepada pemekaian tehnik kuantitatif. Dengan sendirinya, metode survey lebih memungkinkan penelitian mencari penjelasan korelasi antar fenomena, dan juga metode eksperimen menjadi penguji hubungan kausalitas antar fenomena. Kedua metode tersebut menjadi popular di mata para eksponen teori structural fungsional.
F. TOKOH PERSPEKTIF FUNGSIONAL
1.  Auguste Comte
2.  Herbert Spencer
3.  Charles Darwin
4.  Emile Durkheim
5.  Talcott Parsons
6.   Robert K. Merton

G. KRITIK TERHADAP STRUKTURAL FUNGSIONAL
Neofungsionalisme lahir dari tokoh Jeffrey C alexander yang mengemukakan kritik internal terhadap pandangan-pandangan teori fungsional dengan memperluas lingkup kajian intelektualnya sembari mengacu kepada dasar pemikiran fungsionalisme itu sendiri. Neofungsionalisme memimiliki orientasi berupa membuat model deskripsi masyarakat dengan pola-pola tertentu, berorientasi kepada level makro dengan memperhatikan struktur social dan budaya. Fenomena yang mengandung kemungkinan. Fenomena budaya dapat melahirkan ketegangan tersendiri dan perubahan social yang berlangsung melalui differensiasi dalam system kepribadian, budaya dan system social.

H. DESAIN PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF FUNGSIONALIS
Ada tiga unsur dalam desain pembelajaran menurut penganut funsionalis,yang pertama adalah kurikulum yang di angkat berdasarkan gagasan,konsep dan jenis pengetahuan yang ada dalam masyarakat yang memiliki nilai-nilai budaya. Dengan adanya nilai budaya yang terdapat dalam kurikulum yang kemudian di kembangkan menjadi karakteristik. Yang kedua adalah peranan guru yang bertugas untuk mengembangkan rasa tanggung jawab siswa ketika hidup dalam lingkungan kelompoknya, mendorong untuk membangun kesetiaan terhadap cita-cita dan nilai-nilai kelompok,berusaha mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Mengembangkan dan mematangkan skill siswa dengan keahlian yang di perlukan masyarakat. Kaum fungsionalis menganggap murid sebagai kotak kosong yang harus diisi oleh seorang guru,dalam hal ini proses pembelajaran masih berpusat pada guru sebagai sumber informasi.











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Para penganut pandangan structural fungsional percaya bahwa pendidikan dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan tertib sosial. Pendidikan dijadikan sebagai media sosialisasi kepada generasi muda untuk mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai yang diperlukan sebagai anggota masyarakat.


           
DAFTAR PUSTAKA

Maliki, Zainuddin. Sosiologi Pendidikan, Gadjah Mada University Press, 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar