Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Jumat, 06 Januari 2017

بَيْتِيْ جَنَّتِيْ


Rumah adalah sebuah tempat untuk bernaung dan sebagai tempat kita untuk berlindung baik dari hujan dan terik matahari. Rasulullah sendiri pernah menyabdakan bahwa rumahku surgaku. Kita tahu bahwa Rasulullah saw mempunyai tempat tinggal yang sangat sederhana untuk beliau tinggali. Namun karena ia merasa nyaman dan penuh dengan kebahagiaan mestinya juga menjadi contoh bagi umatnya yakni umat muslim seluruhnya. Rumah adalah sebuah tempat idaman bagi seseorang bahwa sekarang banyak yang membangun rumah untuk mereka tinggali sebagai tempat untuk anak dan istri mereka bagi yang telah berkeluarga. Hal ini adalah sebuah keniscayaan bagi yang telah memiliki sebuah rumah. Tetapi, ada juga yang hanya sebuah gubuk kumuh yang dimilikinya bahkan juga ada yang tidak punya rumah sama sekali dan menjadi gelandangan dijalanan dan tak tentu arahnya. Hingga akhirnya mereka mungkin tinggal di kolong jembatan atau dimana saja sebagai tempat untuk berlindung. Rumah tempat dimana sebuah keluarga dapat bercanda tawa, gembira,senang, sedih dan lain sebagainya sebagai wujud akan rasanya. Tentu ini menjadi sebuah hal yang senantiasa di dambakan oleh orang-orang mereka tinggali. Namun, tidak sedikit juga yang hanya karena sebuah rumah hancur berantakan akibat ada yang ingin memiliki rumah tersebut dengan sewenang-wenang dan ingin menang sendiri. Sehingga tak jarang mereka berakhir dengan kemarahan yang besar dan mereka kemudian pergi dari rumahnya lantaran mereka di usir dan tak akan kembali lagi. Miris rasanya, jika hal itu terjadi, tetapi kiranya itu menjadi sebuah refleksi bagi kita mengintrospeksi diri bahwa tempat kita nantinya adalah sebuah tempat dimana hanya kita sendiri yang akan menghuninya yaitu kuburan. Dengan demikian, untuk apa rumah yang megah jika tak ada kebahagiaan bagi kita. Namun mereka yang memiliki rasa untuk meninggalinya dengan penuh kasih dn cinta yang tulis tentunya itulah sesungguhnya menjadi idaman setiap orang. Rumah memang seharusnya menjadi hal yang prioritas bagi kita sebab itu adalah salah satu kebutuhan primer yang mesti harus ada dan menjadi tumpuan harapan setiap orang. Inilah kiranya menjadi sesuatu yang mesti dipikirkan oleh siapa saja ketika hendak membangun sebuah tempat untuk berlindung.

Seperti halnya juga dengan ka’bah, yang merupakan tempat berkumpul atau berlindung, atau tempat memperoleh pahala atas ibadah haji, umrah, atau ibadah lainnya dengan pahala yang berlipat ganda dibandingkan dengan ibadah di tempat-tempat lain. Ka’bah dinamakan bait yang berarti rumah. Karena rumah adalah tempat kembali untuk beristirahat. Jika seseorang lelah atau gelisah dalam perjalanan, maka ia kembali ke rumahnya. Di sana kelelahan dan kegelisahan akan hilang atau berkurang. Demikian pula dengan rumah Allah. Hati manusia akan terpanggil untuk berkunjung kesana (M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, hal.304).
Rumahku surgaku, dimana di dalamnya terdapat ketenangan jiwa dan kebahagiaan tersendiri bagi yang punya rumah termasuk penulis sendiri. Itulah kiranya kata yang tepat untuk rumahku yang penulis tinggali selama ini sebelum hijrah ke Makassar kuliah. Rumah tersebut salah satu rumah yang sudah sangat lama dan belum pernah di renovasi bahkan sekarang telah roboh disebabkan angin yang bersamaan dengan hujan yang menimpanya. Tetapi apa yang mesti dikecewakan semua telah terjadi dan kini rumah tersebut tidak ditinggali lagi. Harapan untuk memiliki rumah sendiri masih ada sebab ibu dan penulis sendiri telah memikirkan itu sejak lama juga ada usaha untuk membangun rumah membeli beberapa tiang dan penyangga itupun belum cukup dan masih memerlukan lagi untuk bisa membangun sebuah istana untuk ditinggali tetapi bukan ditempat rumah tersebut lagi atau di kampung itu namun jauh dari sana yakni di kampung orang tua suami dari ibu penulis. Sebenarnya penulis dan sekeluarga untuk tetap tinggal disana oleh keluarga lain. Kendalanya tidak ada tanah dan sesuatu yang bisa dikelola disana seperti kebun sedangkan di kampung bapak penulis ada tanah dan kebun untuk ditinggali. Penulis biasa berseloroh bahwa rumah itu bagaikan rumah kuno yang ada di zaman modern tanpa lampu. Namun satu hal yang meski diketahui bahwa walaupun rumah seperti sekarang ini penulis merasa tetap bisa menikmati akan nikmat kebahagiaan dan ketenangan walapun rumah sebelum roboh itu kami tempati untuk istirahat dan berlindung dalam kelelahan dan lainnya.

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar