Rumah
adalah sebuah tempat untuk bernaung dan sebagai tempat kita untuk berlindung
baik dari hujan dan terik matahari. Rasulullah sendiri pernah menyabdakan bahwa
rumahku surgaku. Kita tahu bahwa Rasulullah saw mempunyai tempat tinggal yang
sangat sederhana untuk beliau tinggali. Namun karena ia merasa nyaman dan penuh
dengan kebahagiaan mestinya juga menjadi contoh bagi umatnya yakni umat muslim
seluruhnya. Rumah adalah sebuah tempat idaman bagi seseorang bahwa sekarang
banyak yang membangun rumah untuk mereka tinggali sebagai tempat untuk anak dan
istri mereka bagi yang telah berkeluarga. Hal ini adalah sebuah keniscayaan
bagi yang telah memiliki sebuah rumah. Tetapi, ada juga yang hanya sebuah gubuk
kumuh yang dimilikinya bahkan juga ada yang tidak punya rumah sama sekali dan
menjadi gelandangan dijalanan dan tak tentu arahnya. Hingga akhirnya mereka
mungkin tinggal di kolong jembatan atau dimana saja sebagai tempat untuk
berlindung. Rumah tempat dimana sebuah keluarga dapat bercanda tawa,
gembira,senang, sedih dan lain sebagainya sebagai wujud akan rasanya. Tentu ini
menjadi sebuah hal yang senantiasa di dambakan oleh orang-orang mereka
tinggali. Namun, tidak sedikit juga yang hanya karena sebuah rumah hancur
berantakan akibat ada yang ingin memiliki rumah tersebut dengan sewenang-wenang
dan ingin menang sendiri. Sehingga tak jarang mereka berakhir dengan kemarahan
yang besar dan mereka kemudian pergi dari rumahnya lantaran mereka di usir dan
tak akan kembali lagi. Miris rasanya, jika hal itu terjadi, tetapi kiranya itu
menjadi sebuah refleksi bagi kita mengintrospeksi diri bahwa tempat kita
nantinya adalah sebuah tempat dimana hanya kita sendiri yang akan menghuninya
yaitu kuburan. Dengan demikian, untuk apa rumah yang megah jika tak ada
kebahagiaan bagi kita. Namun mereka yang memiliki rasa untuk meninggalinya
dengan penuh kasih dn cinta yang tulis tentunya itulah sesungguhnya menjadi
idaman setiap orang. Rumah memang seharusnya menjadi hal yang prioritas bagi
kita sebab itu adalah salah satu kebutuhan primer yang mesti harus ada dan
menjadi tumpuan harapan setiap orang. Inilah kiranya menjadi sesuatu yang mesti
dipikirkan oleh siapa saja ketika hendak membangun sebuah tempat untuk
berlindung.
Seperti
halnya juga dengan ka’bah, yang merupakan tempat berkumpul atau berlindung,
atau tempat memperoleh pahala atas ibadah haji, umrah, atau ibadah lainnya
dengan pahala yang berlipat ganda dibandingkan dengan ibadah di tempat-tempat
lain. Ka’bah dinamakan bait yang berarti rumah. Karena rumah adalah tempat
kembali untuk beristirahat. Jika seseorang lelah atau gelisah dalam perjalanan,
maka ia kembali ke rumahnya. Di sana kelelahan dan kegelisahan akan hilang atau
berkurang. Demikian pula dengan rumah Allah. Hati manusia akan terpanggil untuk
berkunjung kesana (M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan
Keserasian Al-Qur’an, Volume 1, hal.304).
Rumahku
surgaku, dimana di dalamnya terdapat ketenangan jiwa dan kebahagiaan tersendiri
bagi yang punya rumah termasuk penulis sendiri. Itulah kiranya kata yang tepat
untuk rumahku yang penulis tinggali selama ini sebelum hijrah ke Makassar
kuliah. Rumah tersebut salah satu rumah yang sudah sangat lama dan belum pernah
di renovasi bahkan sekarang telah roboh disebabkan angin yang bersamaan dengan
hujan yang menimpanya. Tetapi apa yang mesti dikecewakan semua telah terjadi
dan kini rumah tersebut tidak ditinggali lagi. Harapan untuk memiliki rumah
sendiri masih ada sebab ibu dan penulis sendiri telah memikirkan itu sejak lama
juga ada usaha untuk membangun rumah membeli beberapa tiang dan penyangga
itupun belum cukup dan masih memerlukan lagi untuk bisa membangun sebuah istana
untuk ditinggali tetapi bukan ditempat rumah tersebut lagi atau di kampung itu
namun jauh dari sana yakni di kampung orang tua suami dari ibu penulis.
Sebenarnya penulis dan sekeluarga untuk tetap tinggal disana oleh keluarga
lain. Kendalanya tidak ada tanah dan sesuatu yang bisa dikelola disana seperti
kebun sedangkan di kampung bapak penulis ada tanah dan kebun untuk ditinggali. Penulis
biasa berseloroh bahwa rumah itu bagaikan rumah kuno yang ada di zaman modern
tanpa lampu. Namun satu hal yang meski diketahui bahwa walaupun rumah seperti
sekarang ini penulis merasa tetap bisa menikmati akan nikmat kebahagiaan dan
ketenangan walapun rumah sebelum roboh itu kami tempati untuk istirahat dan
berlindung dalam kelelahan dan
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar