Boleh jadi karena penjara pikiran atau keyakinan yang
salah. Anda bisa membayangkan bebas masih bisa dipenjara. Apalagi fisik yang
hanya “budaknya” pikiran tentu akan mudah di penjara. Betapa manusia makhluk
paling “binging” dengan pikirannya sendiri. Manusia dengan kemampuan pikirannya
mampu menciptakan peradaban di muka bumi demi kepentingan sendiri. Begiti
menciptakan peradabannya manusia tidak berkutik dengan baarang ciptaannya. Manusia
harus patuh dengan segala aturan, norma, etika, hingga aturan protokoler yang
seringkali kembali memenjara pikirannya.
Akan tetapi kebingungan itu, manusia terus mencari dan
mencari celah-celah kosong dari ketatnya “norma” peradaban demi penyempurnaan
hidup. Dengan bingung manusia menjadi belajar, penjara pikiran manusia tidak
terbatas jumlahnya. Pikiran manusia yang binal dan liar, yang cenderung ingin
bebas sebebas burung yang terbang harus berhadapan dengan budaya hasil
ciptaannya. Bahasa adalah budaya tertua manusia agar antar manusia bisa saling
menyiapkan pesan. Celakanya, bahasa juga penjara pikiran.
Penjara pikiran ada di sekitar kita. Penjara pikiran
berasal dari lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja, dan dari masyarakat
umum, tempat kita kita hidup. Semua membelenggu pikiran sehingga pikiran tidak
bisa tumbuh secara bebas. Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang
mengisi pikiran kita. Pikiran bebas kita mulai dibentuk oleh orang tua kita.
Pada saat dalam pikiran mulai tumbuh rasa ingin tahu dan mencoba
membongkar-bongkar mainan baru, orang tua kita akan melarangnya.
Di sekolah ketika kita tidak bisa menjawab dengan
benar, kita akan dihukum, ketika sedikit berbeda pendapat dengan guru kita juga
tidak akan dapat apresiasi. Jawaban benar seolah-olah milik guru, padahal benar
dan salah dalam dunia kreatifitas nilainya sama.
Di tempat kerja juga sama, pikiran kita mendapat
“perlakuan” hukuman. Begitu kita masuk kerja, sudah ada program konduksi.
Pikiran kita harus berhadapan dengan budaya organisasi, aturan senoritas, dan
lainnya. Pegawai muda yang berprestasi harus mengalami kenyataan adanya
“Manajemen Urut Kacang” pikiran berliannya kurang mendapat tempat untuk
berkreasi. Jika kita telusuri, pikiran kita sesungguhnya penuh sesak dengan
program pikiran orang lain yang muncul karena adanya sosialisasi lingkungan.
Kita adalah “penghuni” penjara mental buatan orang lain dan kita tidak berdaya
menghadapinya.
Penjara mental adalah system keyakinan yang salah dan
memaksa diri kita untuk melahirkan sesuatu dengan normanya. Contoh semenjak di
sekolah pikiran kita telah direkomendasikan dengan “gagal itu suatu yang harus
dihindari”. Oleh karena itu, kita pun menjadi takut gagal dan tidak berani
mencoba hal-hal yang baru.
Adalagi bahwa “gelar akademik lebih penting daripada
kualitas diri”, entah pihak mana yang sengaja atau tidak. Memprogram pikiran
semacam itu yang jelas system keyakinan yang salah itu menjadikan sebagian
besar di antara kita mementingkan gelar (palsu) daripada kualitas diri.
Penjara mental
kurang lebih sama dengan “hantu” pikiran. Begitu mengingatnya pikiran merasa
takut terlebih dahulu sebelum mencoba. Takut bayangan terlebih dahulu, kalah
sebelum bertanding, cermen mental tempe (mudah menyerah).
System keyakinan salah bisa mengalahkan pikiran sadar,
bisa kita bayangkan seandainya pikiran kita dipenuhi oleh banyak keyakinan yang
salah. Pikiran autentik di penjara oleh pikiran yang salah. Apapun program yang
saya tawarkan kepada Anda, misalnya anda akan sulit menerimanya karena system
yang salah akan segera menghakimi dan menvonis bahwa program baru yang saya
tawarkan tidak menarik.
Kalau demikian, kapan anda bisa berubah? Sepanjang
tidak ada kesadaran dan keberanian untuk bertindak semua hambatan (keyakinan
yang salah) jangan harap ada perubahan dalam diri Anda. Perubahan dalam diri
Anda. Perubahan hanya bisa terjadi kalau ada ada tindakan “Action is Power”.
Opini umum begitu ditanya apa genius itu asosiasinya
pasti mengarah pada satu kecerdasan dengan kondisi IQ tinggi. Tetapi, dalam
Genius Learning Revolution ini, genius disini bukan berarti hanya mereka yang
punya IQ tinggi, tetapi lebih berarti kepada kesuksesan hidup yang luar biasa.
Sebab kalau hanya punya IQ yang tinggi banyak orang yang tidak punya kesempatan
untuk menjadi kelompok ini, padahal banyak orang sukses tidak selalu mempunyai
IQ yang tinggi. Genius lebih berarti kepada keadaan seseorang dalam menyikapi
hidupnya secara holistic.
Hasil penelitian Daniel Goleman dalam bukunya
“Emosional Intelegensi” sesungguhnya manusia mempunyai dua otak, yaitu otak
kiri dan otak kanan. Keselarasan kedua otak itu sangat diperlukan. Dan kalau
kita bisa memberdayakan secara seimbang, sebenarnya kecerdasan manusia akan
timbul secara dahsyat. Struktur otak kiri kita berkaitan dengan hal-hal yang
logis, linear, dan rasional, aktif, penilaian, kenvergen, dan nomerik. Sedang
otak kanan sarat dengan hal-hal yang berkaitan dengan sifatnya eksperimental,
difergen, metaforikal, subjektif, nonverbal, intuitif diffuse, holistic, dan
reseptif.
Fakta menunjukkan bahwa selama ini dalam system
pendidikan kita selalu menekankan otak kiri dan IQ tinggi. Kita lebih banyak
dianjurkan untuk selalu berpikir dengan otak kiri padahal hal tersebut ada
kelemahannya. Kita tidak dapat mengguanakannya bila data tak lengkap atau sukar
diperoleh data. Maka, jika kita termasuk kategori otak kiri dan tidak melakukan
upaya tertentu dengan mengaktifkan otak kanan maka kan menimbulkan
ketidakseimbangan. Dengan demikian, GENIUS disini saya maksimalkan satu upaya
memaksimalkan perberdayaan otak kiri dan otak kanan secara seimbang. Genius
bukan dilahirkan tetapi diciptakan.
Genius adalah suatu hasil pencapaian yang luar biasa
dahsyat. Pencapaian yang luar biasa ini merupakan sebuah kemauan X dan strategi
X action. Untuk bisa menggapai super sukses/genius, orang harus berani keluar
dari kebiasaan yang ada, baik berpikir ataupun bertindaknya.
Benar kata Johan Eliot dalam bukunya “Super
Performance” anda tidak akan pernah unggul kalau masih berpikir dan bertindak
normal. Jadi untuk menjadi orang sukses atau menjadi kelompok genius yang
pertama diperlukan adalah kemauan yang kuat untuk merubah dan siap membayar
harganya. Orang tidak akan pernah berhenti memperjuangkan impian besarnya.
Karena baginya yang berhenti adalah yang mati, yang abadi hanya perubahan untuk
mencapai sukses.
Perubahan bisa dicapai dengan disadari, diinginkan, dan
diperjuangkan dengan sepenuh hati. Orang-orang genius mempunyai kemauan yang
kuat, tidak mudah menyerah, tidak cengeng walaupun mungkin kegagalan selalu
menyertainya. Bukan berapa kali gagalnya tetapi yang penting adalah berapa kali
bangkitnya untuk berhasiil. Saat ini gagal bukan berarti besok akan tetap gagal
selama masih ada tekad dan kemauan yang kuat baginya selalu ada peluang untuk
sukses, sukses selalu terbuka.
Begitu sebaliknya, saat ini berhasil bukan berarti
besok otomatis akan berhasil lagi. Tanpa ada kesiapan yang lebih matang dan
berjuang lebih keras lagi, sangat mustahil untuk mempetahankan keberhasilan.
Hidup ini adalah kemauan untuk berubah itulah proses perjuangan, life is
stuggle.
Ada empat tipe manusia yang memengaruhi keberhasilan
dalam hidupnya begitu kata Andrie Wongso mativasi no. 1 di Indonesia.




Dan orang sering mengatakan strategi atau
knowledge is power, pengetahuan adalah kekuatan namun apabila pengetahuan ini
tidak diaplikasikan maka tidak ada hasil yang didapat. Maka kata-kata di atas
lebih tepat bila kita katakana “knowledge is potensial power” bisa berhasil
apabila digunakan dalam hidupnya, action is power..!!
Pada kelas IX, saat itu muncul satu
pertanyaan “apa rahasia keberhasilan seseorang”? dalam upaya mencari tahu
jawaban, kami menghabiskan waktu untuk belajar secara otodidak.
Orang yang genius adalah orang yang super
sukses, orang yang bertanggungjawab belajar dan bertindak. Bila kita rajin tapi
tak pernah bertindak, pembelajaran kita akan sia-sia Karena tindakanlah yang
membawa hasil. Sebaliknya, bila kita bertindak tanpa belajar, kita akan
menabrak-nabrak dan akan memakasa kita untuk belajar lebih menyakitkan.
Akhirnya manfaat dan perubahan akan timbul
ketika ada tindakan! Ambil keputusan sekarang juga untuk membuat diri lebih
berdaya “personal Excellent” serta bertanggungjawab untuk pencapaian maksimal.
Meskipun tersedia pengetahuan dan alat bantu yang luar biasa, pengetahuan dan
alat bantu itu sendiri tidak akan menciptakan perubahan. Kitalah yang harus
melakukan perubahan tersebut dengan bertindak.! SALAM GENIUS
Jeneponto,
23 Juli 2016
Nama
: Nur Intang
Kelas
: IX
Tidak ada komentar:
Posting Komentar