Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Selasa, 21 Oktober 2014

KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM

 
KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. 9 : 36) 
   Tak terasa detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, bahkan tahun demi tahun yang silih berganti dan tak akan terulang kembali di dalam kehidupan kita ini , untuk itu tentunya ada hal yang perlu kita lakukan tak lain adalah menginstropeksi diri kita atas apa yang telah kita lakukan. Tahun  1435 H telah berganti menjadi tahun 1436 H. Sebagai seorang hamba Allah tentu saja kita dituntut untuk memanfaatkan umur kita dalam rangka beribadah kepada-Nya di segala bulan yang ada, akan tetapi ajaran Islam juga mengajarkan kepada kita bahwa ada beberapa bulan yang memiliki keutamaan, karakteristik dan ibadah tertentu yang dianjurkan padanya. Atas dasar itulah Al Imam Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahulloh menyusun kitabnya yang berjudul “Lathoif Al Ma’aarif Fiimaa Limawaasimil ‘Aam minal Wazhoif”, kitab beliau ini merinci ke-utamaan beberapa bulan yang ada beserta amalan-amalan sholeh yang dianjurkan padanya. Bagaimana dengan bulan Muharram, apa saja keutamaannya dan ibadah apa yang dianjurkan padanya?

Penamaan Bulan Ini

Kata Muharram secara bahasa, berarti diharamkan. Abu ‘Amr ibn Al ‘Alaa berkata, “Dinamakan bulan Muharram karena peperangan (jihad) diharamkan pada bulan tersebut” (Tarikh Ad Dimasyq 1/51); jika saja jihad yang disyariatkan lalu hukumnya menjadi terlarang pada bulan tersebut maka hal ini bermakna perbuatan-perbuatan yang secara asal telah dilarang oleh Allah Ta’ala memiliki penekanan pengharaman untuk lebih dihindari secara khusus pada bulan ini.(Sumber: http://majelisfiqih.wordpress.com/2011/11/28/kajian-tematik-seri-keutamaan-dan-amalan-muharram/

 Menyambut tahun baru Hijriyah

Dan dalam rangka menyambut dan bukan memperingati atau merayakan tahun baru Hijriyah, berikut ini beberapa hal yang hendaknya dilakukan oleh ummat Islam:

Pertama. Setiap orang Islam senantiasa dengan bersyukur menunjukkan jati diri keislamannya, antara lain dengan lebih mengutamakan penggunaan kalender Hijriyah sebagai salah satu identitas ummat pengikut Rasulullah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam.

Kedua. Menjadikan fenomena pergantian waktu: siang-malam, hari, pekan, bulan, tahun dan seterusnya yang merupakan salah satu tanda-tanda kebesaran Allah, untuk banyak bertafakkur dan berdzikir mengingat muroqobah (pengawasan) Allah, dan bukan untuk merayakannya dengan cara-cara yang penuh dengan kesia-siaan, seperti yang biasa kita saksikan pada fenomena penyambutan tahun baru yang lain. Firman Allah:“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal “ (QS. Ali Imran : 190).

Ketiga. Mengingatkan bahwa berdasarkan sunnah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, tidak ada contoh aktifitas atau praktek ritual tertentu dalam menyambut pergantian tahun.

Keempat. Namun tidak ada salahnya, bahkan sangat baik jika momentum ini digunakan untuk hal-hal bermanfaat yang tidak bersifat ritual khusus, seperti diambil ibrah dan pelajaran darinya, disamping dimanfaatkan untuk muhasabah dan instropeksi diri. Karena setiap muslim harus selalu melakukan muhasabah diri, disamping setiap saat, juga yang bersifat harian, pekanan, bulanan, tahunan dan seterusnya. Umar  bin Al Khatthab radhiyallahu ’anhu berkata : ”Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan bersiap-siaplah untuk hari menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah)”, Firman Allah: Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah) “. (QS Al-Haaqqah : 18)

Ketiga. Mengingatkan bahwa berdasarkan sunnah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, tidak ada contoh aktifitas atau praktek ritual tertentu dalam menyambut pergantian tahun.

Keempat. Namun tidak ada salahnya, bahkan sangat baik jika momentum ini digunakan untuk hal-hal bermanfaat yang tidak bersifat ritual khusus, seperti diambil ibrah dan pelajaran darinya, disamping dimanfaatkan untuk muhasabah dan instropeksi diri. Karena setiap muslim harus selalu melakukan muhasabah diri, disamping setiap saat, juga yang bersifat harian, pekanan, bulanan, tahunan dan seterusnya. Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ’anhu berkata : ”Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan bersiap-siaplah untuk hari menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah)”, Firman Allah: Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah) “. (QS Al-Haaqqah : 18)

Kelima. Tahun baru Hijriyah  mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka marilah kita benar-benar menghijrahkan diri dari segala bentuk keburukan menuju kebaikan, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari kebid’ahan menuju kesunnahan, dari kejahiliyahan menuju totalitas Islam dan  dari kegelapan memperturutkan hawa nafsu menuju cahaya terang keikhlasan dalam menggapai ridha Allah.

Keutamaan Bulan Muharram

Bulan Haram

Allah berfirman: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At-Taubah: 36)

Bulan Syahrullah(Bulan Allah)

Kedua belas bulan yang ada adalah makhluk ciptaan Allah, akan tetapi bulan Muharram meraih keistimewaan khusus karena hanya bulan inilah yang disebut sebagai “syahrullah” (Bulan Allah). Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. [H.R. Muslim (11630)

Adanya Hari Asyura dan Tasu’a

Dari Ibnu Abbas radhiallahu‘anhuma, beliau menceritakan, Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa-pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari pada kalian.” kemudian Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam   berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk  puasa. (HR. Al Bukhari). Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa-pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari pada kalian.” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. (HR. Al Bukhari). Kemudian tentang puasa Tasu’a Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Kalau Aku hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan puasa pada tanggal 9 (Muharram). (HR. Muslim)

Bulan Mulia setelah Ramadhan

Para ulama menyatakan bahwa bulan Muharram adalah adalah bulan yang paling mulia setelah Ramadhan
Hasan Al-Bashri mengatakan, Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini. (Lathaiful Ma’arif, Hal. 34).(Dari Berbagai Sumber)
Sumber: Buletin Al-Mufiid, Edisi 50
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar