KEUTAMAAN BULAN
MUHARRAM
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. 9 : 36)
Tak terasa detik demi
detik, jam demi jam, hari demi hari, bahkan tahun demi tahun yang silih
berganti dan tak akan terulang kembali di dalam kehidupan kita ini , untuk itu
tentunya ada hal yang perlu kita lakukan tak lain adalah menginstropeksi diri
kita atas apa yang telah kita lakukan. Tahun
1435 H telah berganti menjadi tahun 1436 H. Sebagai seorang hamba Allah tentu saja kita dituntut untuk memanfaatkan
umur kita dalam rangka beribadah kepada-Nya di segala bulan yang ada, akan
tetapi ajaran Islam juga mengajarkan kepada kita bahwa ada beberapa bulan yang
memiliki keutamaan, karakteristik dan ibadah tertentu yang dianjurkan padanya.
Atas dasar itulah Al Imam Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahulloh menyusun kitabnya
yang berjudul “Lathoif Al Ma’aarif Fiimaa Limawaasimil ‘Aam minal Wazhoif”,
kitab beliau ini merinci ke-utamaan beberapa bulan yang ada beserta amalan-amalan
sholeh yang dianjurkan padanya. Bagaimana dengan bulan Muharram, apa saja
keutamaannya dan ibadah apa yang dianjurkan padanya?
Penamaan Bulan Ini
Kata Muharram secara bahasa, berarti
diharamkan. Abu ‘Amr ibn Al ‘Alaa berkata, “Dinamakan bulan Muharram karena
peperangan (jihad) diharamkan pada bulan tersebut” (Tarikh Ad Dimasyq 1/51);
jika saja jihad yang disyariatkan lalu hukumnya menjadi terlarang pada bulan
tersebut maka hal ini bermakna perbuatan-perbuatan yang secara asal telah
dilarang oleh Allah Ta’ala memiliki penekanan pengharaman untuk lebih dihindari
secara khusus pada bulan ini.(Sumber: http://majelisfiqih.wordpress.com/2011/11/28/kajian-tematik-seri-keutamaan-dan-amalan-muharram/
Menyambut
tahun baru Hijriyah
Dan dalam rangka menyambut dan bukan
memperingati atau merayakan tahun baru Hijriyah, berikut ini beberapa hal yang
hendaknya dilakukan oleh ummat Islam:
Pertama. Setiap orang Islam senantiasa dengan bersyukur menunjukkan jati diri
keislamannya, antara lain dengan lebih mengutamakan penggunaan kalender
Hijriyah sebagai salah satu identitas ummat pengikut Rasulullah Muhammad
shallallahu ’alaihi wasallam.
Kedua. Menjadikan fenomena pergantian waktu: siang-malam, hari, pekan, bulan,
tahun dan seterusnya yang merupakan salah satu tanda-tanda kebesaran Allah,
untuk banyak bertafakkur dan berdzikir mengingat muroqobah (pengawasan) Allah,
dan bukan untuk merayakannya dengan cara-cara yang penuh dengan kesia-siaan,
seperti yang biasa kita saksikan pada fenomena penyambutan tahun baru yang
lain. Firman Allah:“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal
“ (QS. Ali Imran : 190).
Ketiga. Mengingatkan bahwa berdasarkan sunnah Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam, tidak ada contoh aktifitas atau praktek ritual tertentu dalam
menyambut pergantian tahun.
Keempat. Namun tidak ada salahnya, bahkan sangat baik jika momentum ini
digunakan untuk hal-hal bermanfaat yang tidak bersifat ritual khusus, seperti
diambil ibrah dan pelajaran darinya, disamping dimanfaatkan untuk muhasabah dan
instropeksi diri. Karena setiap muslim harus selalu melakukan muhasabah diri,
disamping setiap saat, juga yang bersifat harian, pekanan, bulanan, tahunan dan
seterusnya. Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ’anhu berkata : ”Hisablah dirimu sebelum
kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan
bersiap-siaplah untuk hari menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah)”,
Firman Allah: Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun
dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah) “. (QS Al-Haaqqah : 18)
Ketiga. Mengingatkan bahwa berdasarkan sunnah Nabi shallallahu ’alaihi
wasallam, tidak ada contoh aktifitas atau praktek ritual tertentu dalam
menyambut pergantian tahun.
Keempat. Namun tidak ada salahnya, bahkan sangat baik jika momentum ini
digunakan untuk hal-hal bermanfaat yang tidak bersifat ritual khusus, seperti
diambil ibrah dan pelajaran darinya, disamping dimanfaatkan untuk muhasabah dan
instropeksi diri. Karena setiap muslim harus selalu melakukan muhasabah diri,
disamping setiap saat, juga yang bersifat harian, pekanan, bulanan, tahunan dan
seterusnya. Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ’anhu berkata : ”Hisablah dirimu
sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan
bersiap-siaplah untuk hari menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah)”,
Firman Allah: Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun
dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah) “. (QS Al-Haaqqah : 18)
Kelima. Tahun baru Hijriyah mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, maka marilah kita benar-benar menghijrahkan diri dari segala
bentuk keburukan menuju kebaikan, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari
kebid’ahan menuju kesunnahan, dari kejahiliyahan menuju totalitas Islam dan dari
kegelapan memperturutkan hawa nafsu menuju cahaya terang keikhlasan dalam
menggapai ridha Allah.
Keutamaan Bulan Muharram
Bulan Haram
Allah berfirman: “Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus..” (QS. At-Taubah: 36)
Bulan Syahrullah(Bulan Allah)
Kedua belas bulan yang ada adalah makhluk
ciptaan Allah, akan tetapi bulan Muharram meraih keistimewaan khusus karena
hanya bulan inilah yang disebut sebagai “syahrullah” (Bulan Allah). Sebagaimana
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah
(yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu
adalah shalat malam”. [H.R. Muslim (11630)
Adanya Hari Asyura dan Tasu’a
Dari Ibnu Abbas radhiallahu‘anhuma,
beliau menceritakan, Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di
Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau
bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah
menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa-pun berpuasa pada hari
ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari
pada kalian.” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan para sahabat
untuk puasa. (HR. Al Bukhari). Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melihat
orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’. Beliau bertanya, “Hari apa ini?”
Mereka menjawab, “Hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil
dari musuhnya, sehingga Musa-pun berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur
kepada Allah. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari pada kalian.” kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan para
sahabat untuk puasa. (HR. Al Bukhari). Kemudian tentang puasa Tasu’a Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Kalau Aku hidup sampai tahun depan,
niscaya aku akan puasa pada tanggal 9 (Muharram). (HR. Muslim)
Bulan Mulia setelah Ramadhan
Para ulama menyatakan bahwa bulan Muharram adalah adalah bulan yang
paling mulia setelah Ramadhan
Hasan Al-Bashri mengatakan, Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini. (Lathaiful Ma’arif, Hal. 34).(Dari Berbagai Sumber)
Sumber: Buletin Al-Mufiid, Edisi 50Hasan Al-Bashri mengatakan, Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini. (Lathaiful Ma’arif, Hal. 34).(Dari Berbagai Sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar