DUKA YANG
MEMBAWA KEDEKATAN
Oleh: Abd. Qadir Arsyad
Saudaraku,
kita pernah menyesal dan bersedih atas kekeliruan dan kesalahan yang kita pernah lakukan. Tapi berapa banyak penyesalan dan
kesedihan itu juga kadang tak memicu pertaubatan kita. Kedukaan
karena kegagalan, karena kezaliman orang, karena takdir yang memisahkan ,karena
sakit yang menyampaikan, dan lainnya
Didunia
ini banyak peristiwa duka dan kesedihan yang mungkin telah kita alami, memoar masa lalu yang dapat menggulirkan
derai air mata jika mengigatnya. Sisi gelap yang dipenuhi kedukaan dan
kesedihan mendalam bagi jiwa. Kita boleh menangis mengigatnya. Kita
mungkin merasakan kepedihan dalam hati saat menghadirkan memori tentangnya.
Tapi, sayangnya kesedihan, kedukaan, kepedihan
itu, tak membuat kita lebih baik menjadi hidup setelahnya.
Saudaraku,
seharusnya ragam peristiwa lampau itu menjadi cermin yang bisa
menasehati langkah kita. Seharusnya
kepedihan, kedukaan, kesedihan itu adalah pengikat agar lebih berhati-hati
dan lebih memilih jalan untuk dekat dengaNya. Apalagi
mencari jalan lain. Seharusnya begitu tapi itu tidak terjadi, hingga detik ini.
Lalu apa arti penggalan kisah itu di berikan Allah ada dalam hidup kita?
Bukankah Rasulullah Saw mengigatkan kita, bahwa musibah itu sejatinya bila
disikapi dengan benar akan bisa membawa kita pada derajat yang lebih baik dari
sebelumnya. Bukankah segala penderitaan yang dialami seorang mukmin itu akan
membersihkan dirinya dari dosa dan kesalahan yang terkikis dari tubuhnya hingga
ia bisa menjadi bersih karenanya.
Apa
musibah yang pernah kita alami dalam hidup kita sekarang? Apakah ada musibah
paling berat yang kita rasakan di banding berbagai kondisi sulit yang kita
lewati itu? lalu apa reaksi kita dan langkah kita setelah mengalaminya? Apakah
benar musibah yang dialami itu mencuci kesalahan dan lebih mendekatkan diri
kita kepadanya?
Saudaraku
di zaman dahulu, saat Rasulullah Saw dan para sahabatnya hadir menerangi dan
menebar cahaya tauhid di muka bumi ini, mereka juga bersedih, berduka atas
segala sesuatu yang telah terjadi. Tapi mereka sama-sama mengerti, bahwa kesedihan,
kedukaan, penyesalan terhadap sesuatu yang sudah lewat, substansinya adalah
bagaimana mereka bisa mengambil pelajaran untuk kebaikan selanjutnya.
Karenannya Allah Swt menegaskanya
24. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk
Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan
bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Orang yang memiliki pandangan, melihat masa lalu dan membaca
sejarah, menerima nasihat membekali diri dengan pengalaman yang lalu,
berhati-hati untuk tidak terjebak dalam kasus yang sama di kemudian hari, kesedihan,
luka sakit di masa kemarin itu, menjadi modal untuk bisa menjadi lebih kuat menghadapi beragam situasi yang
akan datang. Kuat menghadapi rongrongan hati untuk tidak terjerumus dalam kubangan maksiat.
Kuat mengatasi desakan-desakan
lingkungan yang mendorong dorong untuk jatuh ke lembah dosa. Kuat mengontrol
diri untuk tidak terpeleset dan jatuh dalam bisikan syaitan yang ingin
menjauhkannya dari Allah swt.
Orang yang optimis, menurut ahli hikmah, adalah orang yang tidak melihat adanya cahaya tapi ia berusaha mencarinya sampai
ia
mendapatkanya. Sedangkan orang yang putus asa adalah orang yang melihat cahaya
tapi ia tak percaya bahwa ia telah melihat cahaya. Jika
anda ditimpa sesuatu keburukan jangan katakan seandainya aku tidak lakukan hal itu, niscaya
akan begini dan begitu. Tapi katakanlah, sungguh jika Allah swt telah menakdirkan
apa yang dia kehendaki pasti terjadi karena sesungguhnya kata “seandainya” itu
membuka campur tangan syaitan “ demikian
wasiat Rasulullah Saw. Maka, Insyaallad dengan
cara seperti ini kita bisa mengubah segala kedukaan, menjadi jembatan ke
arah kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar