Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Selasa, 23 September 2014

DUKA YANG MEMBAWA KEDEKATAN


DUKA YANG MEMBAWA KEDEKATAN

Oleh: Abd. Qadir Arsyad

Saudaraku, kita pernah menyesal dan bersedih atas kekeliruan dan kesalahan yang kita pernah lakukan. Tapi berapa banyak penyesalan dan kesedihan itu juga kadang tak memicu pertaubatan kita. Kedukaan karena kegagalan, karena kezaliman orang, karena takdir yang memisahkan ,karena sakit yang menyampaikan, dan lainnya

Didunia ini banyak peristiwa duka dan kesedihan yang mungkin telah kita alami, memoar masa lalu yang dapat menggulirkan derai air mata jika mengigatnya. Sisi gelap yang dipenuhi kedukaan dan kesedihan mendalam bagi jiwa. Kita boleh menangis mengigatnya. Kita mungkin merasakan kepedihan dalam hati saat menghadirkan memori tentangnya. Tapi, sayangnya kesedihan, kedukaan, kepedihan itu, tak membuat kita lebih baik menjadi hidup setelahnya.

Saudaraku, seharusnya ragam peristiwa lampau itu menjadi cermin yang bisa menasehati langkah kita. Seharusnya kepedihan, kedukaan, kesedihan itu adalah pengikat agar lebih  berhati-hati  dan lebih memilih jalan untuk dekat dengaNya. Apalagi mencari jalan lain. Seharusnya begitu tapi itu tidak terjadi, hingga detik ini. Lalu apa arti penggalan kisah itu di berikan Allah ada dalam hidup kita? Bukankah Rasulullah Saw mengigatkan kita, bahwa musibah itu sejatinya bila disikapi dengan benar akan bisa membawa kita pada derajat yang lebih baik dari sebelumnya. Bukankah segala penderitaan yang dialami seorang mukmin itu akan membersihkan dirinya dari dosa dan kesalahan yang terkikis dari tubuhnya hingga ia bisa menjadi bersih karenanya.

Apa musibah yang pernah kita alami dalam hidup kita sekarang? Apakah ada musibah paling berat yang kita rasakan di banding berbagai kondisi sulit yang kita lewati itu? lalu apa reaksi kita dan langkah kita setelah mengalaminya? Apakah benar musibah yang dialami itu mencuci kesalahan dan lebih mendekatkan diri kita kepadanya?

Saudaraku di zaman dahulu, saat Rasulullah Saw dan para sahabatnya hadir menerangi dan menebar cahaya tauhid di muka bumi ini, mereka juga bersedih, berduka atas segala sesuatu yang telah terjadi. Tapi mereka sama-sama mengerti, bahwa kesedihan, kedukaan, penyesalan terhadap sesuatu yang sudah lewat, substansinya adalah bagaimana mereka bisa mengambil pelajaran untuk kebaikan selanjutnya. Karenannya Allah Swt menegaskanya

24. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Orang yang memiliki pandangan, melihat masa lalu dan membaca sejarah, menerima nasihat membekali diri dengan pengalaman yang lalu, berhati-hati untuk tidak terjebak dalam kasus yang sama di kemudian hari, kesedihan, luka sakit di masa kemarin itu, menjadi modal untuk bisa menjadi  lebih kuat menghadapi beragam situasi yang akan datang. Kuat menghadapi rongrongan hati untuk tidak terjerumus dalam kubangan maksiat. Kuat mengatasi desakan-desakan lingkungan yang mendorong dorong untuk jatuh ke lembah dosa. Kuat mengontrol diri untuk tidak terpeleset dan jatuh dalam bisikan syaitan yang ingin menjauhkannya dari Allah swt.

Orang yang optimis, menurut ahli hikmah, adalah orang yang tidak melihat adanya cahaya tapi ia berusaha mencarinya sampai ia mendapatkanya. Sedangkan orang yang putus asa adalah orang yang melihat cahaya tapi ia tak percaya bahwa ia telah melihat cahaya. Jika anda ditimpa sesuatu keburukan jangan katakan seandainya aku tidak lakukan hal itu, niscaya akan begini dan begitu. Tapi katakanlah, sungguh jika Allah swt telah menakdirkan apa yang dia kehendaki pasti terjadi karena sesungguhnya kata “seandainya” itu membuka campur tangan  syaitan “ demikian wasiat Rasulullah Saw. Maka, Insyaallad dengan cara seperti ini kita bisa mengubah segala kedukaan, menjadi jembatan ke arah kebahagiaan.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar