Sandi Ibnu Syam (Ketum PD IPM Jeneponto) |
Judul
di atas nampaknya bagi penulis ada kegelisahan, resah, kecewa atau apalah
namanya itu yang jelas semua hampir tak bisa dipungkiri. Apa yang selama ini
tertanam dalam pikiran, hati itu semua menjadi sirna dalam sekejap saja. Ya..
sirna saja perjuangan itu jika hanya sebagian yang betul-betul ingin
memperjuangkannya. Ideology yang tergadai seakan rapuh, keropos tak mempunyai
nilai apa-apa. Itu semua karena ada kepentingan-kepentingan sesaat. Apakah karena
jabatan, kekuasaan, uang, atau semacamnya. Saat ini telah kurang yang ingin
meraih sebuah kebahagiaan dengan jalan yang benar tetapi yang terjadi adalah
ingin meniti jalan kebaikan dengan kebatilan. Tentu itu menjadi sebuah tanda
tany besar bagi kita semua. Harapan itu kembali sirna. Apalah gunanya retorika
yang yang mampu menggugah audiens tetapi dibalik semua itu hanyalah omong
kosong belaka. Omong kosong dengan semua itu tak ada gunanya.
Aduh
kasihan perih hati ini. Baper (bawa perasaan) deh. Namun kucoba untuk tegar
kembali. Ini hanyalah bagaimana kita mampu mengolah hati dari rasa benci
menjadi cinta, dari kusut menjadi plong kembali. Apa yang ada dalam tulisan ini
hanyalah semua refleksi perenungan dan memuntahkan rasa kekecewaan itu. Apalah dayaku,
lidahku keluh tak ingin lagi bicara, tak ingin berkata-kata dengan lantang
bahwa wahai kalian yang selama ini mengagung-agungkan ideology itu. Kalian kemanakan
ideology itu hingga tergadai. Tak habis pikir mengapa itu sering terjadi di
negeri ini.
Semoga
di sore hari ini diselimuti angin sepoi-sepoi di sebuah gedung kampus di
Jeneponto mampu menjawab kegundahan hatiku. Jika aku pernah dirundung rindu
dengan kekasih tercinta yang telah pergi dengan hati yang pilu tak sembuh dari
kemalangan. Tetapi ini lebih sadis dan bisa dikatakan tak termaafkan. Aku hanya
satu diantara sekian banyak orang dikecewakan. Tetapi sekali lagi apalah
dayaku. Saya mampu mengungkapkan itu lewat tulisan. Untungnya itu tips ibunda Siti
Rimang” dari bukunya yang berjudul “menulis seindah bernyanyi”, beliau
adalah dosen saya ketika semester empat dan waktu itu memberikan arahan dan
motivasi dalam menulis. Lagi-lagi semoga itu mampu terwakilkan dari apa yang
saya rasakan saat ini. Saya hanya tak habis pikir mengapa demikian terjadi
lagi.
Hingga
detik ini hatiku semakin tak menentu saya merasa ada ganjil dari semua rentetan
kejadian selama beberapa hari ini. Biarlah semua orang tahu bahwa ini masih
jauh dari harapan kita bersama. Saya yang tadinya gerah karena kepanasan namun
itu hampir berangsur-angsur hilang akibat cuaca bersahabat sekali denganku. Entahlah
kulihat juga rerumputan bergoyang dan menari-nari dengan indahnya. Tetapi itu
semua belum mampu menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku.
Dari
kejauhan saya mendengar lantunan ayat Al-Qur’an dengan murattal dari menara
sebuah Masjid yang dipasangi speaker semoga itu dapat mengurangi kegundahan
hatiku. Alamak, mengapa cepat sekali dimatikan saya masih ingin mendengarnya. Tetapi
apalah dayaku saya tak berada di Masjid sebelah. Suasana sore ini kampus ini
begitu lengang, namun masih ada beberapa Mahasiswa yang beraktivitas kalau
tidak salah dari AMPALA (Aksi Mahasiswa Pecinta Alam) YAPTI TURATEA Jeneponto. Kampus
ini berada tepat di persimpangan jalan Provisi yang beralamat di Belokallong
no.1 jika saya tidak melihat apa yang pernah tertera di pintu gerbang kampus
ini.
Saya
terus berusaha menenangkan hati dan pikiran agar tidak terpenjara serta tidak
dipengaruhi oleh syaithan yang berwujud iblis atau jin. Mudah-mudahan. Apa yang
ada dalam tulisan ini hanyalah sebuah pengejewantahan apa yang selama ini
terjadi. Keikhlasan itu susah terwujudkan dalam setiap langkah dan aktivitas
apa yang kita kerjakan. Sebisa mungkin keraguan itu dihilangkan sebab semua itu
awal dari kegagalan. Kata Bang Lawa (Muh. Syahrir Sarea) tidak ada kata gagal
dan mengeluh. Nampaknya mudah terucap di lisan kita tetapi realisasi dari
kalimat tersebut susah sekali diwujudkan. Masih Bang Lawa beliau pernah berucap
kepadaku saat berdiskusi denganku, Bang Lawa bersabda, “saya tidak terlalu memerlukan
hasil tetapi yang perlu itu adalah proses dalam stiap pergerakan dan aktivitas
yang kita lakukan. Saya dengan takzim menyimak sabda-sabda Bang Lawa dengan
takjub dan tergugah hatiku. Boleh jadi itu cerminan dari kepribadian Bang Lawa
setiap melontarkan sabda-sabdanya. Satu lagi Bang Lawa pernah berucap “saya
jika dibenci dengan seseorang lantas apa yang saya lakukan itu sebuah kebenaran
maka tunggu akan ada sesuatu yang terjadi”. Mantap itu adalah sebuah prinsip
yang harus ditegakan.
Kayaknya
ada yang terlupakan, Bang Haspian mengapa lama sekali. Saya sudah lama menunggu
di ruangan 2 sebuah kelas Mahasiswa tetapi hanya bangku yang tak beraturan
ditambah sampah berserakan dimana-mana. Kata orang bijak, orang sabar disayang
Tuhan. Entah mengapa kalimat ini sering dilontarkan oleh siapa saja jika
kesabarannya tidak ada lagi. Hal itu hampir kena dengan saya atas kata bijak
tadi. Daripada saya lama menunggu. Lebih baik saya menulis saja agar terbiasa
menuliskan kisah perjalanan hidupku. Kata Bang Beni Pramula dalam bukunya,
Mengukir Sejarah Merawat Peradaban beliau berucap dengan lantang bahwa sejarah
adalah apa yang kita torehkan hari ini untuk generasi mendatang, menulisnya dengan
tinta emas atau catatan kelam. Ngerih juga yach ucapan dari Mantan DPP IMM
Periode 2012-2014. Kalimat tersebut sejalan dengan apa yang pernah dilontarkan
oleh Bapak Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Edi Irate, SH, MM. beliau
bersabda, berbuatlah saja dulu hasilnya nanti kami lihat. Kayak Nabi Muhammad
saw dalam setiap haditsnya yang diriwayatkan oleh pecinta hadits seperti Imam
Bukhari, Imam Muslim Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan lain lainnya. Dalam
buku hadits mereka terjemahan Indonesia selalu ada kata “Sabda”.
Bang
Lawa baru-baru ini kembali bersabda, saya ingin membuat history bahwa kita
pernah berangkat bersama dan history itu suatu saat nanti menjadi
lembaran-lembaran yang kita jalani saat ini itu terbuka dan ketika semua itu
terbuka ada saya, Sandi, Haspian. Oleh karena itu, untuk memulai semua itu
kemana kita akan melangkah, dengan siapa kita melangkah, apa yang kita bawa
kesana dan apa tujuan kita. Betul sekali Bang Lawa, saya ingin menambahkan
bahwa saya ingin membuat sejarah atau history dengan tinta emas bukan dengan
catatan kelam. Harapku sih gitu.
Kulihat
Bang Ketua (Haspian) telah keluar dari persembunyiannya. Tak lama kemudian Pak
Sek (Hafid, Sekretaris IMM Jeneponto) tiba-tiba datang kemudian bertemulah
masing-masing pucuk pimpinan. Saya menoleh kemudian kembali focus di depan Buku
elektronikku yang berwarna putih usianya telah memasuki 11 tahun. Alamak,
ternyata benda ini sudah berumur 11 tahun. Tak kusangka dan tak kuduga. Tetapi satu
hal harus Anda sekalian tahu ya bahwa buku elektronikku ini yang telah
membuatku mampu menciptakan sejarah dalam hidupku. Walau saya tahu buku
eletronikku ini baru menemani saya selama tiga tahun terakhir ini. Pantesan
sering membuat kepalaku pusing dibuatnya karena LCD-nya bermasalah dan juga
fleksibelnya juga ikut bermasalah. Saat menulis tulisan ini saja saya dibuat
repot lagi. Tetapi tidak mengapa yang terpenting ia masih setia dimanapun saya
berada NB (Notebook) ini selama ada.
Dari
kejauhan saya mendengar mereka bercakap-cakap dengan santai tentang persiapan
Wisuda mereka yang sempat tertunda dan masih ada beberapa administrasi yang
belum selesai. Itu urusan kampus mereka jadi wajar mereka harus terus menanti
hingga waktu itu tiba. Ya iyalah, masa ia dong. Mereka sangat menanti akan
diwisuda. Saya dapat bocoran bahwa mereka akan diwisuda di Gedung Sipitangarri.
Bolehlah bisa muat tiga ratusan orang. Entah
apa yang terjadi sehingga mereka yang dari tahun lalu menurut kalender akademik
lulus dan wisuda. Eh nyatanya tahun ini baru ada rencana tersebut. Kulihat dari
tadi tampak beberapa orang sedang berkumpul dengan tiga barisan teratur di
pandu beberapa orang di depannya sambil bernyanyi lagu Indonesia Raya dan lagu
lainnya yang mirip nadanya dengan Lagu Partai Nasdem. Dan tahukah Anda itu lagu
Mars Kampus YAPTI yang dinyanyikan oleh sekelompok paduan suara persiapan
Wisuda. Suara mereka ibarat burung yang berkicau menyambut datangnya senja yang
berbeda-beda sambil melangkah kesamping dan ke depan.
Oh iya saya sudah tahu sedikit tentang
makna “konstalasi”. Saya ambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “konstalasi”.
/kon·ste·la·si/ /konstélasi/ n 1 kumpulan orang, sifat, atau benda
yang berhubungan; 2 keadaan,
tatanan: -- politik di Eropa; 3 bangun;
bentuk; susunan; kaitan; 4 gambaran;
keadaan yang dibayangkan: dalam negara demokratis, pemerintah sedapat
mungkin mencerminkan -- kekuatan yang ada dalam masyarakat. Kata “konstalasi”
ini tadi menurut etimologi (bahasa). Sedangkan menurut terminology “konstalasi”
saya tambahkan satu kata “politik” agar lebih mengerucut apa yang menjadi
tulisan saya ini. Jadi, “konstalasi politik” mempunyai 10 kata terkait yakni
sebagai berikut:
1. Poliitik
Berasal dari bahasa Yunani polisteia.
Polis berarti kota/Negara kota yaitu kesatuan masyarakat yang mengurus dirinya
sendiri dan teia artinya urusan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan
yang menyangkut kepentingan dari se-kelompok masyarakat atau Negara.
Selanjutnya beberapa pandangan politik diantaranya: 1) usaha yang ditempuh
warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kehidupan bersama segala hal
yang berkaitan dengan negara dan pemerintah 2) segala kegiatan untuk memperoleh
dan mempertahankan ke-kuasaan 3) segala kegiatan untuk merumuskan dan
melaksanakan ke-bijakan publik atau masyarakat umum 4) suatu konflik dalam
rangka mencari dan mempertahankan dari sumber-sumber yang penting 5) kegiatan
yang berkaitan dengan masalah siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana.
2. Konstalasi Politik
Bentuk bangunan politik atau keadaan dan perkem-bangan
kehidupan politik
3. Politik Etis
Politik balas budi yang dilakukan oleh
Belanda kepada Indonesia meliputi tiga hal yaitu edukasi (bidang pendidikan),
irigasi (bidang pengairan atau pertanian) dan trans-migrasi (perpindahan
penduduk). Pada pelak-sanaannya politik etis mengalami penyim-pangan dengan
ditujukan hanya untuk kepentingan Belanda sendiri.
4. Politik Lebensraum
Politik yang dijalankan oleh Adolf
Hitler dengan cara mencari daerah ruang hidup yang lebih luas untuk dikuasai.
5. Politik Adingadigung
Politik kekuasaan yang dijalankan secara
arogan dan sewenang-wenang, bersikap sombong dan anti kritik. Istilah ini
ditujukan kepada Soeharto, penguasa orde baru selama 32 tahun.
6. Politik Aliansi
Politik mencari kawan negara setelah
terjadi perang dunia II yang akhirnya memuculkan blok-blok.
7. Politik bermuka dua
Politik yang berupa siasat dengan
memperlihatkan sifat tidak jujur karena ingin mendapat keuntungan dari dua
belah pihak yang sedang bersengketa. Siasat politik ini ditujukan untuk meraih
simpati dari kedua belah pihak sekaligus mendapat keuntungan dari keduanya.
8. Politik daging sapi
Politik tawar-menawar me-ngenai jabatan
kekuasaan atau kursi menteri dalam kabinet. Biasanya, hal ini dilakukan bila
terjadi koalisi antar partai untuk membentuk pemerintahan yang kuat.
9. Politik isolasi
Politik menutup diri yang pernah
diterapkan oleh Jepang untuk menolak pengaruh asing, agama asing dan menyatakan
wilayah Jepang tertutup bagi orang asing serta orang Jepang dilarang bepergian
ke luar negeri.
10. Politik Mercusuar
Politik yang dijalankan pada masa
Soekarno yang lebih mementingkan keme-gahan dan kehebatan Indonesia yang
ditun-jukkan kepada dunia luar negeri atau dunia internasional. Contohnya
pembangunan Gelora Senayan yang menelan biaya yang sangat mahal.
Saya yakin dan percaya di anatara
semua sepuluh macam konstalasi politik di atas yang menyerupai apa yang selama
ini terjadi beberapa hari ada yang pas dan sesuai dengan apa konstalasi yang
terjadi. Jika di perpipaan air dan lampu ada yang dinamakan “instalasi” yang
mempunyai makna jalur atau alur setiap yang dilewati air atau aliran listrik
tersebut. Sedangkan “konstalasi” sendiri itu adalah jalur atau alur yang
ditempuh seseorang dalam menggapai apa yang dicita-citakannya.
Perlu diingat semua itu tidaklah
mudah seperti membalikkan telaapak tangan kita perlu usaha keras dan tekun
serta keuletan kita dalam mengambil langkah-langkah strategis dan mengambil
peran-peran strategis untuk masa depan yang lebih cerah dan mencerahkan sebagai
pencerahan untuk kita semua. Itu kita mulai dari masing-masing individu. Akhirnya
sudah mau maghrib ini saya dan Bang Ketua ingin bergeser ke rumah Bang Lawa
mengambil kompor milik keluarga Bang Ketua Haspian. Kami pun bergegas menuju
rumah Bang Lawa dengan menaiki kuda besi berwarna hitam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar