Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Rabu, 10 Mei 2017

KEKASIHKU, MAAFKAN AKU

Ibnu Syam
(Ketua Umum PD IPM Jeneponto)

Kisah ini bermula ketika Aku duduk dibangku MA tepatnya di MA Muhammadiyah Tanetea di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Saat itu, Aku sedang mengendarai sepeda untuk meluangkan waktu sejenak setelah seharian penuh belajar di kelas. Ini sudah menjadi kebiasaanku melakukan touring ke kampung-kampung dengan naik sepeda hanya seorang diri dan kembali pulang ketika matahari meninggalkan siang yang dihiasi warna kemerah-merahkan di ufuk barat. Tiba-tiba HP-ku berdering pertanda ada orang yang menelpon. Aku berhenti sejenak untuk mengangkat teleon. Ternyata yang menelpon adalah seorang perempuan yang kira-kira seumuran denganku. Aku kira yang menelpon temanku ternyata sepupunya ketika Aku tanya dan ia juga memperkenalkan dirinya bahwa ia bersepupu dengan Nurjannah yang juga salah satu kader IPM.

Hari pun berlalu, perempuan itu selalu menelpon saya untuk lebih kenal lagi. Hasilnya ia salah satu siswi di Pesantren Embo yang juga sekolah di MA. Sekitar beberapa minggu kenalan dengannya Aku berniat untuk ke sekolahnya bertemu dengannya. Kaki dengan siap mengayuh sepeda Aku kemudian meluncur ke sekolahnya setelah Aku pulang dari sekolahku. Dibawah terik matahari yang menyengat Aku tetap mengayuh hanya untuk bertemu dengannya. Boleh jadi betul kata para pecinta, “Wujud dicinta wulan pun tiba”. Mungkin itulah yang Aku rasakan sebagai seseorang yang menyukai seorang perempuan.

Akhirnya Aku sampai disekolahnya yang memang memakan waktu bebepara menit sebab jarak antara rumah dan sekolahnya sekitar 1 km. sesampainya disana aku tak mendapati dirinya disekolah lalu Aku menunggu hampir satu jam dan Aku berniat pulang ke rumahku sebab telpon dan sms saya tidak direspon. Aku pun bergegas memutar sepedaku untuk pulang ke rumahku tetapi dalam perjalanan pulang HP-ku berdering tanda ada yang menelpon. Dengan sigap Aku ambil HP-ku setelah berhenti dan mengangkat telpon  ternyata yang ditunggu-tunggu yang menelpon. Ia memberitahu Aku bahwa ia sedang tidak ada ditempat sehingga ia tidak membalas smsku maupun tidak mengangkat telponku. Ia juga memberitahu Aku bahwa ia sementara ada di rumahnya temannya.

Banyak kata pujangga yang Aku ucapkan padanya melalui telpon maupun sms dan ia pun sering melakukan hal itu. Seiring berjalannya waktu, Aku jadian dengannya tepat pada 5 November 2011 beberapa tahun yang lalu. Inilah awal kami berdua menjalani masa-masa yang indah. Masa-masa di mana seorang remaja yang ingin beranjak dewasa untuk saling menyukai antara satu dengan lainnya. Satu hal yang ingin Aku tekankan bahwa kami ingin berubah menjadi lebih baik indikatornya adalah melakukan hal-hal yang baik dan bukan sebaliknya seperti orang yang pacaran pada umumnya. Ini kami jalani sampai beberapa tahun hingga setelah Aku menginjakkan kaki di kota Daeng.

Pagi-pagi buta Aku telah beranjak dari tidur untuk menunaikan shalat subuh. Suasana masih terasa lengang sebab kebanyakan manusia-manusia waktu subuh tidurnya terasa nyenyak sekali. Shalat subuh telah Aku tunaikan saatnya siap-siap untuk mengikuti pelaksanaan Ujian Nasional di MA Babussalam DDI Kassi. Ada beberapa Madrasah yang ikut nimbrung di MA Babussalam DDI Kassi termasuk Madrasah yang ditempati oleh sang kekasih hati. Ujian Nasional ini dilaksanakan bertujuan untuk sampai dimana kemampuan seorang siswa dalam mengukur kecerdasannya dalam menjawab soal-soal yang terbagi atas dua paket. Ini akan terasa sulit bagi mereka yang memang betul-betul tidak belajar apalagi jika siswa diliputi rasa kecemasan yang tinggi apakah mereka lulus atau tidak. Sehingga banyak kepala sekolah/madrasah ataupun guru pada sebuah sekolah/madrasah mengambil langkah-langkah strategis agar siswa-siswinya lulus.

Ujian Nasional ketika itu dilaksanakan selama tig hari. Selama itu pula Aku sering bertemu dengan kekasihku bahkan bukan hanya dia ada juga teman satu sekolah pada saat Aku masih SMP dan banyak lagi yang lain. Masa-masa UN pun ini menjadi boomerang bagi siswa yang tak siap secara mental walaupun mereka siap secara financial. Mengapa? Ini menjadi tanda tanya besar yang dicarikan solusinya. Sebagian besar siswa maupun siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan intelektual tinggi tetapi mempunyai mental yang rendah sehingga tidak jarang di antara mereka banyak yang bunuh diri seakan hidup mereka tiada berarti lagi. Ada juga siswa stress akibat mereka tidak bias mempertahankan nilai mereka selama tiga tahun lamanya belajar di sekolah. Apakah tiga hari Ujian Nasional menjadi penentu kelulusan siswa lalu bagaimana dengan apa yang dijalaninya selama tiga tahun menghabiskan masa-masa putih abu-abunya dengan belajar tekun. Tetapi, harus diakui juga bahwa di setiap sekolah/madrasah mempunyai siswa yang pintar dan ada juga siswa yang hanya ingin mengharapkan ijasah. Dan tentu orientasinya pun berbeda antara satu siswa dengan yang lainnya. Tetapi harus diketahui bahwa itulah dunia pendidikan saat ini yang terjadi.

Selama mengikuti Ujian Nasional banyak pengalaman yang bisa Aku dapatkan salah satu adalah kami semua yang satu Madrasah di MA Muhammadiyah Tanetea kumpul bersama di Ujian Nasioanl ini yang selama masa-masa aktif sekolah mereka jarang sekali masuk bahkan tidak sama sekali. Ada juga yang memang sibuk membantu orang tua mereka atau hal lain yang mereka tidak aktif mengikuti mata pelajaran di Madrasah. Di UN ini kami bisa bersua dengan bercanda ria mengikuti UN ini dengan gembira walaupun ada di antara kami yang cemas tidak lulus sebisa mungkin kami lawan. Bahkan ada teman-temanku yang saling menyukai akibat dari pandangan pertama selama UN ada juga yang ditolak mentah-mentah. Dunia pelajar seperti itu pacaran sesame satu atap yang lebih kerennya disebut sebagai cinlok (cinta lokasi) ada juga bukan sesama mereka salah satunya adalah Aku sendiri dan mereka yang sedang dirundung cinta.

Setiap pagi Aku ke tempat UN naik Pete-Pete (Mobil Angkutan Umum) yang ada di Jeneponto lalu lalang di jalan raya yang mempunyai arah tujuan ke Makassar ada juga yang hanya sampai di Perbatasan Takalar. Benda itu Aku sebut sebagai Kuda besi berwarna merah dan biru berplat warna kunig dengan model mobil yang berbeda-beda. Mobil pete-pete ini biasanya mengangkut siswa, pedagang, pegawai dan lain-lain sebagainya. Mobil pete-pete ini terkadang dicarter jika ada rombongan, diantaranya ada pesta pernikahan, wisata rekreasi, dan lain-lain. Terkadang juga mereka kurang sekali mendapatkan pendapatan hasil dari mobil tersebut. Inilah siklus kehidupan banyak warna warni di dalamnya. Sebagai manusia hanya bisa berusaha sekuat tenaga dan pikiran dan penentu dari semua itu adalah Allah swt.

Banyak diantara manusia yang lalai mengingat Allah swt. padahal kita tahu bersama bahwa yang memberikan kita hidup, rezeki, kesempatan, kesehatan dan lain sebagainya itu semua karena ada Allah swt yang senantiasa memberikan rahmatnya kepada manusia. Namun, seperti dalam bahasa Indonesia ada kata antonym yang berarti lawan kata. Banyak juga manusia yang bersyukur atas segala nikmat yang diberikan kepadanya. Dengan melaksanakan kewajibannya sebagai makhluk ciptaan Allah swt. jangan karena selalu mencari harta hingga Tuhan yang memberikan kita hidup, rezeki kita lupakan. Jika demikian maka Allah akan melupakan diri pribadi kita itu semua tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

Berangkat dari langkah pertama Aku menciptakan  puluhan bahkan ribuan langkah hingga Aku sampai di kota kecamatan. Jarak rumahku dengan kota kecamatan hanya berjarak satu kilometer dan Aku melanjutkan lagi perjalanan dengan naik pete-pete jaraknya pun sama sekitar satu kilometer menuju ke MA Babussalam DDI Kassi. Juga bisa menuju ke Makassar si kota Daeng. Mobil berhenti saat penumpang mengatakan “kiri”. Aku tidak tahu mengapa pada saat penunpang ingin turun dari mobil, penumpang itu mengatakan “kiri” padahal itu kata sebenarnya kurang tepat dipakai dalam penggunaan bahasa saat turun dari mobil. Tetapi karena sopir dan kita semua telah paham dengan kata “kiri” maka mobil berhenti seketika. Aku salah satunya yang mengucapkan kata “kiri” tepat di depan MA Babussalam DDI Kassi. Jika Aku ingat mungkin hanya dua kali Aku naik mobil pete-pete selebihnya Aku di bonceng dengan teman satu kelasku.

Siapa pun yang pernah ke Makassar akan mengenal pete`-pete`, entah ia pernah menaikinya atau sekadar melihatnya menepi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, atau sekadar menyaksikan pete`-pete` menyusuri jalan raya di Kota Daeng. Tapi tidak, pete`-pete` tidak hanya terlihat namun juga terdengar sebab mode transportasi darat warga Kota Coto ini biasanya dilengkapi dengan sound system yang memuntahkan musik dalam volume yang nyaring. Juga pete`-pete` tidak berhenti terbaca di koran lokal dan running text TV lokal sebab pete`-pete` adalah entitas yang selalu ingin diantisipasi oleh kekuasaan politik melalui wacana dan praktik perencanaan kota.

Bentuk pete`-pete` telah banyak mengalami perubahan, sekarang bentuknya mirip kapsul dengan 3 pintu yang terdiri dari 2 pintu di sisi kanan dan kiri bagian depan badan pete`-pete` dan 1 pintu di bagian tengah sebagai lubang gerbang penumpang naik dan turun. 2 pintu di depan digunakan oleh sang supir pada bagian kanan dan penumpang pada bagian kiri untuk naik atau turun pete`-pete` sekaligus celah yang digunakan oleh semua penumpang membayar tarif kepada sang supir. Selain sang supir dan para penumpang, tak ada lagi subjek lain di atas/di dalam pete`-pete`, sebab tidak ada kondektur/karnek/knek pete`-pete`; penumpang membayar tarif pete`-pete` langsung kepada sang supir.

Secara etimologis, penamaan pete`-pete` hingga hari ini adalah strategi linguistik untuk melawan pelupaan; pada awalnya mode transportasi darat yang muncul pada pertengahan 1980 ini tidak memiliki nama yang jelas. Pete`-pete` adalah nama bagi uang receh yang digunakan oleh para penumpang untuk membayar jasa sang supir karena telah menjual mobilitas geografis yang bisa menghemat waktu dan tenaga para penumpang. Lambat laun, nama pete`-pete` pun lekat bukan sebagai sebentuk uang logam minim harga namun sebagai nama bagi sebentuk kendaraan yang membantu warga Kota Makassar agar bisa bergerak lebih jauh menyusuri kotanya. Bagi saya ini adalah strategi berbahasa untuk melawan lupa dengan cara mengalihmaknakan pete`-pete` dari maknanya sebagai uang receh menjadi kendaraan umum bertarif ekonomis. Dengan cara ini maka kata pete`-pete` tetap tinggal dibenak pengguna meskipin telah beralih makna secara radikal.

Bisa juga fenomena ini adalah simptom kemalasan berbahasa yang menyandera warga Kota Makassar. Sebagai kata, pete`-pete` telah utuh, fixed, sebab konstituen/pengguna, rujukan makna dan rujukan materialnya telah ada sebelumnya, yakni dalam ranah ekonomi. Perubahan makna kata pete`-pete` dari uang receh menjadi sebentuk mode transfortasi darat menjadi bukti yang sangat meyakinkan untuk berpikir bahwa citizen Makassar kala itu sangat malas mengelaborasi gudang referensi dan kamus sosial berbahasa yang mereka miliki.

Itulah sekilas informasi tentang mobil “pete-pete” yang sering digunakan oleh masyarakat umum dalam bepergian. Tentunya ada sejarah tersendiri mengapa mobil “pete-pete” dinamakan seperti itu. Hmm, hampir Aku lupa bahwa dalam tulisan ini kan yang Aku bahas tentang kekasihku kenapa jadi begini. Ok. Baiklah Aku lanjutkan perjalanan ceritaku bersama sang kekasih yang pernah bersemayam di hatiku. Rentetan demi rentetan perjalananku. UN telah usai dan sisa menunggu hasil pengumuman. Daripada ke sekolah tidak belajar juga mendingan Aku ikut nasehat dari Ibu untuk bekerja pada sepupu ipar yang juga seorang kontraktor diberbagai kabupaten. Jaringan usahanya luas dan beliau mendapat beberapa kepercayaan dari perusahaan untuk mengelola kontraktor dari beliau punya pengalaman pasang surut dalam menekuni aktivitasnya sebagai kontraktor.

Masih basah diingatanku Aku akan bekerja sebagai buruh dalam sebuah proyek yang dikelola oleh Dg. Baso suami Dg. Ina. Awalnya Aku bekerja di Kota Pare-Pare selama beberapa hari dan akhirnya Aku ikut bersama dengan beberapa Tukang Batu dan buruh naik mobil hingga akhirnya kami sampai di Sidrap tepatnya di Kampung Tanru’ Tedong yang beberapa kilometer lagi sampai diperbatasan antara Kabupaten Sidrap dan Wajo. Aku bekerja sebagai buruh galian yang akan dijadikan sebagai pondasi jaraknya sekitar 4-5 m di pinggir jalan provinsi. Aku bekerja disini selama kurang lebih satu bulan lamanya. Setiap pagi jam 8 masuk kerja dan pulang sekitar jam 5 sore. Ada banyak pengalaman yang Aku petik dari bekerja sebagai buruh bahwa betapa sulitnya mencari pekerjaan yang bisa menutupi kebutuhan keluarga dan perjuangan yang keras dan harus mampu kuat secara tenaga. Selama di Sidrap Aku dinasehati oleh Dg. Baso untuk tetap saja bekerja sebagai buruh galian. Jika dipikir-pikir sih tidak salah karena melihat kondisi keluargaku yang dari kecukupan sehingga itu menjadi alasan ditambah oleh Ibu dan nenek Aku untuk tetap saja bekerja sebagai buruh bahkan menjadi Tukang nantinya. Tetapi tidak bisa Aku pungkiri juga bahwa Aku ini mempunyai secerca harapan dan cita-cita besar. Aku akui bahwa selama berada di Sidrap hati dan pikiranku melayang-layang entah kemana seperti laying-layang yang terbang atau seperti burung merpati yang elok dipandang sementara terbang ke angkasa tinggi mencari sesuatu. Ak tanamkan dalam diriku untuk bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi.

Aku pernah membayangkan bahwa Aku sementara menanjaki sebuah gunung yang tinggi dan Aku telah berada di tengah-tengah gunung dan tentunya Aku tidak boleh turun dan tetap menanjaki gunung hingga sampai ke puncaknya. Apalagi pesan dari Kepala SMPN 1 Tamalatea ketika selesai UN pada saat Aku masih SMP, beliau pernah mengatakan dihadapan para siswanya bahwa jangan pikirkan bagaimana satu atau dua tahun ke depan tetapi pikirkanlah bagaimana kehidupanmu sepuluh tahun yang akan datang. Tentunya ini sebuah kalimat yang mampu menggugah siapa saja yang mendengarnya. Aku salah satu dari sekian banyak siswa menyimpan kalimat bijak itu di memori jangka panjangku untuk selalu mengingat kalimat itu.

Akhirnya ada angin sepoi-sepoi datang menghampiriku bahwa akan ada kampus yang bisa melalui jalur beasiswa dengan beberapa jurusan yaitu, jurusan sosiologi dan bahasa inggris. Aku mantapkan pilihanku untuk mengambil jurusan bahasa inggris agar Aku mempunyai sedikit ilmu dasar dalam bahasa inggris. Dan akhirnya bukan hanya akan kuliah nantinya Aku telah mendengar pengumuman dari sahabat karibku Rusli bahwa pengumuman telah ada dan katanya Aku dinyatakan tidak lulus menurut informasi yang Aku dapatkan. Aku sempat down mendengar pengumuman itu tetapi pada akhirnya Aku dinyatakan lulus menurut informasi dari Rusli dan yang lainnya nilaiku yang paling tinggi di antara semua teman-temanku. Aku sempat tidak percaya bahwa nilaiku yang paling tinggi. Tetapi sepulang dari Sidrap Aku beranikan diri ke kepala Madrasah untuk melihat langsung nilaiku dan ternyata betul nilaiku yang paling tinggi dengan nilai 8,…. Maaf, yach Aku lupa berapa setelah tanda “koma”, nanti Aku lihat kembali ijasahku.

Dengan persiapan untuk bertemu dengan kakanda Ahmad untuk membicarakan apakah Aku akan lanjut di salah satu perguruan tinggi yang beliau maksud. Tetapi pada akhinya Aku tidak pernah bertemu dengan beliau hanya lewat telpon saja. Hingga suatu ketika ada kegiatan Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati I (PKD TM I) di SMK 8 Jeneponto disana Aku menjadi panitia pada kegiatan tersebut dan mendapat kabar ada pendaftaran di Unismuh Makassar lewat Pendidikan Tarjih Muhammadiyah yang dibiayai oleh Unismuh hingga selesai kuliah. Saat itu hadir Sekretaris PDM Jeneponto di SMK 8 Jeneponto untuk memberikan motivasi untuk lannjut kuliah disana dan ada juga orang Jeneponto yang sementara kuliah disana.
Singkat cerita Aku pun telah mendapat rekomendasi dari PDM Jeneponto bersama Rusli ke Makassar untuk ke Unismuh Makassar mendaftar sebagai Mahasiswa baru. Kami berdua berangkat dengan apa adanya hanya bermodalkan sewa mobil pergi dan pulang sebab kami targetkan akan nginap Cuma dua hari saja setelah itu balik lagi ke Jeneponto. Betul kami Cuma dua hari di Makassar Aku dan Rusli balik lagi karena persiapan yang kami bawa belum lengkap dan kami memang hanya mendaftar saja dulu. Kota Daeng begitu elok orang lalu lalang jalanan macet dengan polusi udara yang beterbangan Aku termenung di lantai 4 Rusunawa C tempat dimana Aku tinggal dan belajar nantinya.

Kami berdua yang sejak kecil bersahabat tetap menjaga kebersamaan walau memang kami harus akui banyak perbedaan di antara kami berdua tetapi bukan berarti tidak menyurutkan semangat dan saling larut dalam permasalahan. Semenjak itu pula Aku dan Rusli resmi menjadi Mahasiswa di Unismuh Makassar. Dan harus diketahui bahwa di antara semua satu kelasku di MA Muhammadiyah Tanetea Jeneponto hanya kami berdua yang mampu melanjutkan pendidikan ke Perguruan TInggi Swasta milik Amal Usaha Muhammadiyah. Ada banyak dinamika yang kami lalui sewaktu mengikuti perkuliahan di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Unismuh Makassar. Selama tiga setengah tahun kuliah hanya Aku sendiri yang sampai finish dan wisuda di Balai Sidang Muktamar 47 Muhammadiyah Unismuh Makassar. Temanku Rusli gugur ditengah jalan sebab ada sesuatu hal. Dan saat itu pula Aku menjadi Ketua Umum Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Jeneponto.

Aku dan kekasihku pun hubungan kami tidak baik lagi karena membuat Aku sangat kecewa dengan apa yang dilakukannya. Malam itu Aku tiba-tiba ditelpon dan memberitahukan kepadaku bahwa ia mempunyai kekasih lain selain dariku. Dan bukan hanya itu hal ini diluar dugaanku Aku awalnya tidak percaya tetapi ia dengan meyakinkanku dengan apa yang sebenarnya terjadi. Sesuatu itu adalah bahwa ia telah melakukan hubungan diluar nikah dengan seorang lelaki dan ia mengatakan tidak perawan lagi. Ini hal tidak Aku terima selama ini dengan gigih Aku pertahankan hubungan jarak jauh kami sebab Aku menimba ilmu. Walau banyak perempuan yang datang menghampiri. Padahal sepupu dan keluarganya telah ketahui bersama setelah kelulusanku Aku berniat untuk melamarnya. Tetapi sia-sia saja apa yang Aku lakukan selama ini. Bukan hanya itu, ia Aku anggap sebagai pengisi waktu kosongnya saja. Apakah ia tidak paham dan punya pengertian bahwa Aku juga mempunyai kesibukan kuliah di Makassar.

Daripada Aku larut dalam masalah ini Aku kuatkan hatiku untuk tetap semangat bahwa masih banyak perempuan lain lagi yang lebih baik lagi. Apakah ini suatu jalan untuk mencari pendamping hidup di taman sendiri sebab akan lebih paham lagi jika nantinya Aku mempunyai kesibukan di semua kegiatan Muhammadiyah. Hingga detik ini Aku tetap teguh pendirian untuk tidak lagi mengenal yang namanya “Pacaran”. Yah… inilah adalah salah satu bagimana agar IPM di Jeneponto dan Muhammadiyah secara keseluruhan itu tetap terjaga. Apalagi Aku diberi amanah sebagai Ketua Umum Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kabupaten Jeneponto tentu sangat riskan jika Aku “pacaran” dengan perempuan baik itu kader maupun bukan itu menjadi salah satu pemicu kehancuran sebuah organisasi. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk untuk tidak lagi mengenal kata “pacaran” sebelum suatu kelak nanti mendapatkan pendamping hidup yang mau menerima Aku apa adanya dengan segala keterbatasan dan kesederhanaan.

Kekasihku, jika Aku pernah mengikrarkan sebuah janji suci untuk meminang kelak saat selesai kuliahku. Dan semua keluargamu telah tahu termasuk sepupumu. Tetapi, entah mengapa 180 derajat terbalik dengan semua yang kuperjuangkan selama ini. Okelah kamu menganggapku seorang pengecut, munafik, atau apapun yang kamu katakana. Aku juga telah tahu bahwa semua keluargamu kecewa dengan keputusanku. Semua itu Aku tahu dapat informasi darimu. Sekali lagi, kekasihku itu tidak dapat merubah keputusanku. Bahkan Aku tidak mau lagi mendengar bahkan melihat dirimu saja Aku sudah tidak mau lagi bertemu denganmu. Bahkan ketika di hari kebahagiaanku tepat pada 27 Agustus 2016, Aku dan di antara ratusan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar di Wisuda dan beberapa orang se angkatanku di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Unismuh Makassar.

Aku tak membiarkanmu hadir walau jarakmu tinggal beberapa ratus meter lagi. Aku tak sudi lagi bertemu denganmu walau kamu memelas meminta bertemu dan foto bersama denganku di Wisudaku ini. Dan nyatanya memang kamu tidak datang itu kesyukuran buatku. Aku hanya tak ingin mengenang masa pahit yang Aku rasakan saat denganmu. Dan Alhamdulillah Ibuku dan kedua adikku hadir termasuk Riska Asmasari teman Adikku Isma datang untuk hadir di wisudaku saat Aku memberitahukan bahwa Aku di wisuda, Riska datang dengan sepupunya yang jika tidak salah seumuran dengan Adikku Erna.

Kekasihku, maafkan Aku jika selama ini khilaf dan Aku tidak bisa melanjutkan apa yang pernah Aku ikrarkan. Jika keluargamu kecewa Aku terima dengan penuh keikhlasan. Apapun yang terjadi suatu kelak. Itu urusanmu bukan urusanku. Dan carilah orang lebih baik lagi daripada Aku ini. Jika engkau kecewa denganku semua itu akan sirna suatu saat nanti kebenaran akan terlihat. Dan Aku yakin keluargamu akan kecewa jika tahu semua ini. Entah kapan dan dimana mereka tahu biarlah waktu yang menjawab semua itu. Apakah melalui tulisanku ini. Ataukah ada hal yang lain. Aku hanya berusaha menutupi semua itu dengan menjauh darimu. Walau pernah juga Aku utarakan bahwa dalam shalat istikharahku engkau cenderung dalam ada dalam setiap ingatanku yang menandakan engkau menjadi pendamping hidupku. Tetapi, harus diingat semua itu dengan ikhtiar dan doa. Apakah kelak bersatu atau tidak hanya Allah yang tahu. Sekarang dan sampai kapanpun itu rasa kekecewaanku masih ada dalam hatiku jika mengingat dan namamu disebut.

Kekasihku, sekali lagi maafkan Aku tidak meneruskan apa yang telah aku ikrarkan sejak itu. Biarlah itu menjadi kenangan bagi kita berdua. Menjadi kenangan terindah. Satu lagi, Aku pernah membaca sebuah kalimat di Mushallah SMAN 2 Binamu yang sekarang berubah menjadi SMAN 3 Jeneponto. Kalimat itu “masa sulitmu hari ini menjadi cerita indah ketika suksesmu nanti”. Kalimat itu dicoret di tembok bagian bawah dinding Mushalla yang saat melihatnya Aku senantiasa mengingat semua masa sulitku dan mudah-mudahan itu menjadi inspirasi bagi suatu kelak nantinya.
Akhirnya, Aku hanya ingin menyampaikan bahwa tulisanku ini sekedar menjadi penenang hati, pelepas penat dan sebagai bahan renungan untuk diriku yang pernah mengenal seseorang yang kesebut ia dengan sebutan dalam tulisanku ini dengan kata “kekasih” agar pemaknaannya biasa-biasa saja. Aku menuliskan kisahku ini bersama kekasih yang bercokol di hatiku, kini tak ada lagi dia bersandar didekatku. Seperti dalam buku Boy Candra “Senja, Hujan dan Cerita yang telah usai” buku tersebut menceritakan tentang seseorang pernah saling jatuh cinta tetapi pada akhirnya terjadi perpisahan antara keduanya. Boleh jadi, hal itu terjadi dengan apa yang Aku alami saat ini.

Tulisan di atas sebenarnya ingin Aku kirimkan kepada Rumah Baca Ikatan yang pernah mengadakan sayembara tulisan kepada seluruh kader Muhammadiyah dan simpatisan Muhammadiyah beberapa bulan yang lalu. Mereka (baca: Rumah baca Ikatan) mengambil tema sentral “Mengapa Aku Muhammadiyah” lewat Facebook group PP IPM yang dibagikan. Dan saat membuka Aku pikir-pikir bisa juga menyumbangkan sebuah tulisan pengalamanku dalam ber Muhammadiyah. Lalu saat mengajar di SMAN 3 Jeneponto dihadapan semua siswaku Aku utarakan pengumuman bagi mereka yang berminat menulis. Aku membacakan semua item-itemnya secara rinci yang Aku copy paste dari Facebook group PP IPM ke dalam Microsoft word lalu Aku simpan di dokemen dalam Notebook ini.

Alhasil sampai detik ini tulisan ini belum selesai-selesai Aku tulis boleh jadi penyakitku kambuh lagi “malas” atau ada kesibukan lain sehingga untuk menyempatkan menulis ini sangatlah susah. Namun, yang pasti sampai detik ini juga virus untuk terus menulis semakin tinggi untuk bisa membuat sebuah karya yang mampu dibaca oleh orang lain. Jika demikian, ada sesosok yang menginspirasi Aku ini untuk terus menulis. Dia juga seorang kader IPM Jeneponto yang sementara menimba ilmu di Universitas Negeri Makassar. Saat memberikan bukunya “Pelangi Bertasbih di SMA” lewat Adikku Isma ia menyisipkan secarik kertas isinya sebuah pesan untukku agar setelah membaca bukunya dan tulisannya dalam buku tersebut untuk bisa berkarya juga seperti beliau ini. Dalam secarik kertas tersebut ada tanda tangan dan namanya tetapi bukan nama aslinya kusebut sesosok itu dengan sebutan “khumairah”. Ya itu nama dalam secarik kertas tersebut. Hinnga kini masih kusimpan rapi di antara himpitan tulisan yang jika membacanya seperti kea lam lain.

Aku hanya mampu berucap terima kasih banyak untuknya memberikan inspirasi dalam menuliskan huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraph demi paragraph menjadi sebuah lembaran-lembaran. Aku harus akui bahwa Aku bukanlah seorang penulis handal yang mampu menciptakan sebuah kata yang teramat indah yang mampu mempengaruhi orang lain dengan cara pandangku. Tulisanku ini biasa-biasa saja. Aku hanya berusaha menulis sedikit demi sedikit jika Aku bergairah untuk menulis sebuah tulisan yang mampu dibaca oleh orang lain. 

Satu lagi sebagai penutup dari tulisanku ini Aku mengutip dari buku Tere Liye, “Kau, Aku dan Sepucuk Surat Angpau” mengisahkan seorang bujang bernama Borno dengan perempuan yang ia kagumi. Di buku tersebut ada seorang tokoh pemeran yang bernama Pak Tua (baca: Pak Hidir) yang senantiasa memberikan kepada Borno tentang arti kehidupan dan cinta. Pak Tua tersebut menceritakan pengalamannya dengan temannya sepasang suami istri yang sama-sama buta yang bernama Fulan dan Fulani. Di akhir ceritanya Pak Tua kepada Borno menggambarkan kedua temannya tersebut bahwa cinta adalah perbuatan. Tulisan dan kata-kata indah semua itu omong kosong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar