Ibnu Syam (Ketua Umum PD IPM Jeneponto |
Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah sebuah wadah bagi pelajar yang
ingin mengembangkan diri melalui organisasi yang merupakan organisasi otonom
Muhammadiyah. IPM harus senantiasa menyiapkan kader-kader militansi dan
mempunyai loyalitas dalam berorganisasi. Mengapa demikian? Sebab ini harus
dilakukan untuk bisa menjadikan mereka menjadi kader-kader yang mempunyai visi
dan misi yang sesuai dengan harapan yang di dalam IPM sebagaimana yang telah
digariskan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga di IPM yang telah
ditanfidzkan dari periode ke periode.
Kabupaten Jeneponto merupakan daerah yang di dalamnya ada
pelajar-pelajar yang bisa dibina dan dilatih untuk menjadi kader-kader yang
mempunyai integritas tinggi dan bisa menjadi pimpinan dalam setiap tingkatan
baik di ranting hingga daerah tingkat kabupaten menjadi kader pelopor,
pelangsung dan menjadi penyempurna amanah dan mempunyai keterampilan, ilmu
pengetahuan dan berakhlaq mulia. Dan bisa menyesuaikan diri dengan tertib
ibadah, tertib belajar dan tertib organisasi.
Apa yang menjadi harapan di atas menjadi kenyataan dan bukan hanya
berkutat pada wacana tetapi mampu menginspirasi dengan real action yang
nyata bagi kalangan pelajar Muhammadiyah terutama yang ada di Kabupaten
Jeneponto. Harus disadari bahwa dalam berorganisasi tentu ada dinamika
disana-sini dan kiranya itu hal yang biasa terjadi dan seorang kader IPM harus
cerdas menyikapi dalam menghadapi dinamika
tersebut. Sebenarnya bukan persoalan dinamika apa yang terjadi dalam sebuah
ikatan tetapi bagaimana seorang kader mampu memandang dan melihat dari sudut
pandang apa dalam memecahkan dinamika kehidupan di tubuh IPM terutama di
Kabupaten Jeneponto.
Di samping itu di kabupaten Jeneponto telah banyak kader setiap
diadakan pengkaderan baik di Amal Usaha Muhammadiyah sendiri maupun diluar AUM.
Namun, miris rasanya yang bisa tetap untuk bisa aktif dalam berorganisasi tidak
seberapa. Inilah kiranya perlu perhatian yang sangat serius bagaimana cara
untuk menanggulangi semua itu. Salah satu penanganan untuk menghadapi masalah
ini dengan senantiasa melakukan pengajian dan pengkajian baik sekali seminggu
atau boleh juga satu kali dalam sebulan. Seorang kader bisa saja begitu karena
tidak ada perhatian kepada mereka semua. Dan yang mencengankan lagi adalah jika
sudah dikader di IPM tetapi lebih memiliki melakukan kajian pada wadah yang
lain. Mereka juga tidak bisa disalahkan tetapi bagaimana mereka tetap mendapat
perhatian dari kakanda-kakandanya agar tidak menumpang lagi di tempat lain.
Aspek lain dinamika dari tubuh IPM di Kabupaten Jeneponto adalah
adanya miss comunication di antara sesama pimpinan baik itu ketua umum,
ketua bidang, sekretaris bidang dan bahkan kepada anggota-anggotanya. Dinamika
inilah yang biasa membuat sebuah perpecahan dalam tubuh pimpinan dan ini mesti
dicarikan solusi agar tidak terjadi lagi hal yang sama untuk masa yang akan
datang. Boleh jadi bukan hanya di Kabupaten Jeneponto hal seperti itu, namun
hampir semua mengalami hal yang serupa.
Pentingnya Penguatan di tingkat Ranting
Untuk itulah kiranya ada beberapa hal yang dijadikan sebagai
pegangan untuk menjadi kekuatan dalam tubuh IPM terutama yang ada di kabupaten
Jeneponto sebagaimana apa yang telah ditulis oleh Dr. H. Haedar Nashir, M.Si
sebagai berikut :
“Hidup matinya Muhammadiyah sebagai gerakan keumatan dan
kemasyarakatan tergantung pada aktivitasnya di basis Ranting. Ranting merupakan
tolok ukur utama dari keberadaan Muhammadiyah di akar rumput. Di tingkat
kepemimpinan paling bawah itulah adanya denyut nadi kehidupan jamaah umat dan
masyarakat. Meskipun keberadaan Muhammadiyah kuat ditingkat kepemimpinan Pusat,
Wilayah, Daerah, dan Cabang maka semuanya tidak akan kokoh jika pergerakan
Rantingnya rapuh atau lemah”.[1]
Satu poin penting untuk diketahui bahwa Ranting merupakan pondasi
dasar dalam menggerakkan Muhammadiyah dan ini sama saja apa yang di IPM agar
terus melakukan pembaruan-pembaruan untuk menjadikan IPM sebagai gerakan yang
berkemajuan. Dengan demikian yang harus dilakukan pertama kali adalah dengan melakukan
pembinaan ke-Islaman. Di Muhammadiyah sendiri salah satu langkah penting adalah
revitalisasi Ranting yang menjadi fokus gerakan Muhammadiyah di akar rumput
hasil Muktamar Satu Abad ialah menghidupsuburkan aktivitas ke-Islaman. Artinya
menguatkan kembali kegiatan-kegiatan pembinaan ke-Islaman bagi warga umat atau
masyarakat di mana Ranting itu berada. Ruh kegiatan Muhammadiyah itu ialah
menyebarluaskan dan memajukan hal ihwal ajaran Islam. Ajaran Islam dalam aspek
aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah-dunyawiyah harus diyakinkan dan
dipahamkan dalam diri setiap pemeluknya untuk diamalkan dalam kehidupan. Kedua
adanya prioritas gerakan, umat atau masyarakat saat ini di mana pun berada dan
bagaimanapun keadaannya sangat haus atau dahaga akan nilai-nilai ke-Islaman
yang dapat membimbing jalan hidup mereka. Kenapa mereka lebih tertarik pada
Salafi, Jamaah Tabligh, Majelis Tafsir Al-Qur’an, Tarbiyah, dan gerakan-gerakan
Islam lain sebagai pendatang baru. Tentu ada yang mereka cari dan ingin menemukan
sesuatu yang dibutuhkan secara keruhanian dan nilai-nilai ke-Islaman. Apapun
corak pemahamannya dari gerakan-gerakan Islam itu ternyata diminati umat atau
masyarakat, yang boleh jadi tidak mereka temukan atau kurang mendapat pembinaan
ke-Islaman dari Muhammadiyah dan gerakan Islam yang besar lainnya selama ini.
Jadi, dalam menghidupkan ruh ke-Islaman di basis gerakan IPM adalah
dengan melakukan pembinaan ke Islaman dan prioritas gerakan.
Kaderisasi Kepemimpinan di IPM
Kaderasasi kepemimpinan di IPM sangat perlu dilakukan untuk
memajukan IPM Kabupaten Jeneponto. Di Muhammadiyah sendiri sebagai gerakan
Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar serta gerakan pembaruan (tajdid).
Muhammadiyah sebagaimana yang dikutip oleh M. Muchlas Abrar bahwa :
“Muhammadiyah adalah organisasi besar dan telah teruji dalam
perjalanan sejarahnya yang panjang melintasi beberapa zaman. Muhammadiyah
selain mempunyai kader, juga pasti mempunyai pimpinan. Pimpinan Muhammadiyah
pada tiap tingkat terdiri atas sejumlah orang yang mendapat kepercayaan untuk
mengemban amanah Persyarikatan. Para pemimpin ini tentu memiliki tanggung jawab
dalam melaksanakan fungsi dan
peran kepemimpinan. Jadi, kepemimpinan berperan dalam kehidupan berorganisasi”[2]
Apa yang menjadi harapan diatas itulah juga yang diharapkan di IPM menjadikan
kepemimpinan yang mempunyai peran dalam menggerakkan jiwa kepemimpinan dalam
berorganisasi. Masih menurut M. Muchlas
Abror menyatakan bahwa :
“Kaderisasi
kepemimpinan Muhammadiyah adalah baik sekali bila dilakukan secara berencana,
teratur dan tertib, sistematis, terarah, dan disengaja. Banyak hal yang dapat
dilakukan dalam rangka itu. Diantaranya memberi motivasi dan kesempatan kepada
generasi muda untuk memangku jabatan pimpinan. Mengikutsertakan angkatan muda
yang berbakat untuk mengikuti latihan di dalam dan di luar organisasi. Bisa
pula dengan memberikan kepada anggotanya yang potensial untuk tugas belajar
pada lembaga pendidikan yang jenjangnya lebih tinggi. Memberikan beasiswa atau
tunjangan belajar kepada anak-anak yatim piatu yang berprestasi dan orangtuanya
tidak mampu. Mereka diarahkan untuk bersekolah di Sekolah atau kuliah
diPerguruan Tinggi Muhammadiyah yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Kaderisasi kepemimpinan Muhammadiyah yang berarti proses mempersiapkan
seseorang atau sejumlah orang untuk menjadi pemimpin penerus Muhammadiyah di
masa depan jelas mutlak perlu. Karena itu harus diprioritaskan.”
Penguatan identitas kader IPM sebagai bagian dari Muhammadiyah
apalagi IPM telah memasuki separuh abad sejak berdirinya dan Muhammadiyah
sendiri telah memasuki abad kedua. Untuk itu Man Hakim yang juga adalah
Pimpinan wilayah dari Bengkulu menyatakan bahwa :
“Diantara hal yang patut dibanggakan adalah sistem pengelolaan
organisasi dan perkaderan dalam Muhammadiyah cukup terpola dan sistematis.
Dengan pengelolaan dan pembinaan yang demikian mampu melahirkan kader-kader
yang memiliki loyalitas dan militansi yang cukup tinggi, memiliki ruh serta integritas
dan kompetensi untuk berperan di Persyarikatan dalam kehidupan umat dan
dinamika bangsa.”[3]
Apa yang termaktub di atas mudah-mudahan bisa diterapkan dalam IPM
terutama di Kabupaten Jeneponto punya spirit memiliki loyalitas dan militansi
dan mampu untuk membangkitkan ruh apa yang dalam organisasi ini. dan Man Hakim
menambahkan ada beberapa kemungkinan usaha yang bisa dilakukan untuk meneguhkan
kembali identitas kader Muhammdiyah. Pertama, dengan melakukan pencerahan pemikiran melalui
pendidikan/pelatihan baik secara formal, nonformal, informal. Kedua, pelibatan
secara langsung para kader pada setiap amal usaha sesuai dengan bidang dan
kemampuannya. Ketiga, pelibatan secara langsung setipa kegiatan yang diadakan oleh
Muhammadiyah.[4]
Dengan ketiga usaha peneguhan identitas kader Muhammadiyah diatas
termasuk di dalamnya adalah kader-kader dari IPM baik dimanapun mereka berada
untuk bisa dimanfaatkan dalam usaha mencapai tujuan Muhammadiyah.
Memudarnya Literasi Membaca dan Peradaban bagi kalangan Pelajar
Dalam Majalah Khittah edisi 007 tahun III/2015 kolom khittah
utama, dengan Judul “mengembangbiakkan Tradisi Literasi” Kepala Bagian
Deposito Perpustakaan Wilayah Sulsel dengan tegas menyatakan bahwa tradisi literasi
masyarakat, masih jauh dari harapan, bahkan semakin menurun. Survei yang
dilakukan menyimpulkan, penyebab penurunan minat baca masyarakat dalam hal ini
buku, adalah kemajuan teknologi.[5]
Ini perlu mendapat perhatian yang serius jika literasi dan peradaban itu dapat
bisa berkembang dengan baik. Mengapa demikian perlu, masyarakat sekarang ini
hanya disibukkan dengan mengutak atik gadget yang super canggih. Sehebat-hebatnya
gadget, secepatnya akses informasi dari providor pendukung, buku
tetap merupakan jiwa dari intelektual, sehingga budaya literasi harus
dihidupkan.
Kebanyakan pelajar saat ini lebih senang membawa gadget daripada
buku. Ini ada sebuah penyakit sosial yang harus ditanggulangi. Kamaruddin
Hidayat juga menegaskan dengan pernyataan :
“Musuh utama suatu negara adalah kemiskinan. Akan tetapi, ada
yang lebih menakutkan lagi dari kemiskinan, yaitu kebodohan. Karena kebodohan
merupakan kemiskinan yang paling rawan, yaitu kemiskinan pengetahuan. Bangsa
yang miskin, jangankan untuk menghalau dan melawan bangsa-bangsa luar, untuk
berdiri bangkit sendiri saja tidak akan mampu. Bila kebodohan telah menggurita,
suatu bangsa sebenarnya sedang membangun nisan kematian negaranya.”[6]
Sebagai bahan refleksi untuk semua kalangan pelajar hari ini,
cobalah untuk berbenah agar semangat literasi membaca buku dan peradaban bagi
kalangan pelajar tumbuh kembali. Pimpinan Wilayah IPM Sulsel pada Konferensi
Pimpinan Daerah dalam draf komisi A membahas 10 Strategis salah satu poin yang
dibahas adalah tentang penting literasi bagi kalangan pelajar. Menurut Komaruddin Hidayat,
“Kemajuan bangsa ini ditandai dengan tersedianya sarana
pendidikan, riset keilmuan, kebudayaan yang cukup dan berkualitas, buka
disebabkan oleh banyaknya restoran dan pusat perbelanjaan. Peradaban besar yang
pernah ada adalah peradaban intelektual, bukan peradaban konsumtif dan
berbelanja, namun, kita menyaksikan satu hal yang ironi di sekitar kita. Kita
begitu sudah untuk mendapatkan sebuah perpustakaan yang bagus, tempat membaca
yang indah, hingga sarana belajar yang kreatif dan kondusif.”[7]
Pendidikan memang kata kunci untuk kalangan pelajar bahwa melalui
pendidikanlah bangsa yang besar ini akan
menjadi bangsa yang punya peradaban yang tinggi dan pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang dibarengi oleh nilai-nilai moral dan iman. Perlu juga dicermati
apa yang ditulis oleh HM Nasruddin Anshory Ch dalam bukunya Matahari pembaruan
Rekam Jejak KH. Ahmad Dahlan yang menyatakan sebagai berikut.
“Tanpa suatu tradisi intelektual yang mampu berdialog dengan
peradaban modern di atas, negara-negara baru Islam akan berhadapan dengan
masalah pembangunan tata kehidupan. Pengembangan kehidupan sosial muslim pun
berhadapan dengan realitas yang kurang serupa. Maka, pembangunan peradaban
Islam dalam masyarakat modern sesuangguhnya, merupakan agenda gerakan Islam
masa depan.”[8]
Dalam IPM ada spirit keilmuan yang perlu dan terus dikembangkan
untuk menjadikan pelajar sebagai orang terampil, berakhlak mulia dan berilmu. Pelajar
saat ini harus mampu memadukan literasi membaca dn transformasi dalam ilmu
pengetahuan untuk bisa lagi merebut kejayaan Islam masa lalu dengan terus
membaca dan mengambil manfaat dari yang dibancanya. Dan tentu ini suatu
pekerjaan yang sudah sanagat sulit dlakukan disamping apa yang telah dibahas
sebelumny bahwa pelajar saat ini lebih sering memegang gadget daripada membaca
buku untuk penambahan ilmu untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dakwah Pencerahan Berbasis Komunitas Bagi Pelajar
Secara sistemik dan terprogram Muhammadiyah pada Muktamar ke-37
tahun 1968 melangkah lebih jauh dengan menggagas dan merumuskan program Gerakan
Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ). Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah tersebut
dirumuskan untuk mengembalikan Muhammadiyah (Re- Tajdid Muhammadiyah) ke jalur
dakwah di basis akar rumput. Kelahiran Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ)
atau disebut Gerakan Jamaah (GJ) tersebut menunjukkan kesadaran, komitmen, dan
usaha Muhammadiyah untuk berdakwah secara langsung menggarap kelompok masyarakat
di akar rumput (grass-root) yang disebut jamaah atau dalam istilah
mutakhir dikenal dengan sebutan komunitas (coommunity). [9]
Karenanya dalam Muktamar ke-47 diagendakan dan diprogramkan secara
khusus tentang “Model Dakwah Pencerahan Berbasis Komunitas” sebagai wujud
aktualisasi Gerakan Jamaah untuk dilaksanakan dan menjadi gerakan masif dalam
pergerakan Muhammadiyah ke depan. [10] Untuk
itulah IPM Kabupaten jeneponto berupaya untuk membangkitkan kembali pengkajian
dan bukan pengajian. Mengapa demikian? Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed.(Sekretaris
Umum PP Muhammadiyah) menyatakan bahwa :
“Muhammadiyah memilih istilah “pengkajian” dan bukan “pengajian”
karena di dalamnya dibahas berbagai permaslahan agama ayat-ayat qauliyah (AL-Qur’an dan Hadits) dan kauniyah
( dinamika sosial, ekonomi, politik, kebudayaan,dll), dari berbagai perspektif,
bukan hanya monopolitik dari sudut pandang ilmu-ilmu agama.”[11]
Komunitas atau
jamaah dalam kehidupan masyarakat Indonesia baik di perkotaan dan pedesaan
maupun kawasan lain berkembang pesat dan dinamis seiring dengan perkembangan
zaman yang menjadi hukum kehidupan. Komunitas (jamaah) sebagai
kelompok-kelompok sosial umum yang memiliki identitas heterogen dalam
masyarakat di berbagai struktur dan lingkungan kehidupan merupakan sasaran
dakwah yang harus menjadi perhatian Muhammadiyah dalam sistem gerakannya,
terutama ketika gerakan Islam ini memasuki abad kedua.[12]
IPM harus
mengambil bagian dalam menyukseskan program PP Muhammadiyah ini untuk bisa
berpartisipasi dalam mencapai dan mampu untuk mengaktualisasikan implementasi
daripada program PP Muhammadiyah tersebut yang telah dibahas dalam forum
tertinggi di Muhammadiyah dalam Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar bulan
Agustus tahun 2015 lalu. Model dakwah ini sebenarnya adalah model pengembangan
dari Gerakan Dakwah dan Dakwah Jamaah yang kurang maksimal dalam pelaksanaannya
sehingga dimunculkan kembali dengan model lain agar lebih bisa disesuaikan
dengan perkembangan zaman saat ini dan demikian pula ke depannya.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan dan pembahasan di atas kiranya ada beberapa catatan
penting dalam mengembangkan spirit
keber-Islaman di IPM kabupaten Jeneponto dengan :
1.
Pentingnya penguatan di tingkat Ranting.
2.
Kaderisasi kepemimpinan di IPM.
3.
Memudarnya literasi membaca dan peradaban bagi kalangan pelajar.
4.
Dakwah pencerahan berbasis komunitas bagi pelajar.
B.
Saran
Apa yang terdapat dalam tulisan ini masih jauh kesempurnaan dan
kekeliruan. Kiranya kritik dan masukan yang membangun demi melengkapi
kekurangan-kekurangan dalam tulisan ini. terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Anshory Ch, HM Nasruddin. Matahari Pembaruan Rekam Jejak KH.
Ahmad Dahlan. Yogyakarta. JB Publisher.
2010.
Hidayat, Komaruddin. Ungkapan Hikmah Membuka Mata, Menangkap Makna.
Jakarta. Noura Books. 2013.
Majalah Khittah edisi 007 tahun III/2015.
Mundzir, Ilham. Amar, Faozan. Muhammadiyah dan Dakwah Pencerahan
untuk masyarakat Kelas Menengah. Jakarta. Al-Wasat Publishing House.2013.
PP Muhammadiyah. Model Dakwah Pencerahan Berbasis Komunitas.
Yogyakarta. Gramasurya. 2015.
Syaifullah.Refleksi Satu Abad Muhammadiyah. Bengkulu. PWM B-Press.
2010.
Suara Muhammadiyah edisi no.04 th. Ke-100. 2015.
Suara Muhammadiyah edisi no.09 th ke-100. 2015.
[1] Nashir,
Haedar. Menghidupkan Ruh Ke-Islaman di basis Gerakan Muhammadiyah. Suara
Muhammadiyah edisi no.04 th. Ke-100. 2015. Kolom BINGKAI. Hal. 12
[2] M. Muchlas
Abror. Kaderisasi Kepemimpinan Muhammadiyah Suara Muhammadiyah edisi no.09 th
ke-100. 2015. Kolom KALAM. Hal. 26
[3]
Syaifullah.Refleksi Satu Abad Muhammadiyah. Bengkulu. PWM B-Press. 2010.
Hal. 453
[4] Ibid. Hal. 458
[5] Majalah
Khittah edisi 007 tahun III/2015
[6] Hidayat,
Komaruddin. Ungkapan Hikmah Membuka Mata, Menangkap Makna. Jakarta. Noura
Books. 2013. Hal. 281
[7] Ibid. Hal. 281
[8] HM Nasruddin Anshory Ch. Matahari Pembaruan Rekam Jejak KH.
Ahmad Dahlan. Yogyakarta. JB Publisher.
2010. Hal. 22
[9] PP
Muhammadiyah. Model Dakwah Pencerahan Berbasis Komunitas. Yogyakarta.
Gramasurya. 2015. Hal.3
[11] Mundzir, Ilham. Amar, Faozan. Muhammadiyah dan Dakwah Pencerahan
untuk masyarakat Kelas Menengah. Jakarta. Al-Wasat Publishing House.2013. hal.vii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar