Kata Mutiara

Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu

Minggu, 24 Juni 2018

PELAJAR SOLUTIF BERKARYA NYATA

Sandi Ibnu Syam (Ketum PD IPM Jeneponto)


Dalam Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan disebutkan bahwa tujuan pembinaan kesiswaan antara lain adalah “menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak azasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society).
Sering terdengar, bahkan sudah lama berlangsung. Sebagai contoh, pada anak-anak usia sekolah, perilaku kurang sopan terhadap orang tua dan guru, mengambil barang teman tanpa ijin, lupa mengatakan terimakasih atau maaf, mengucapkan kata-kata tidak sopan merupakan perilaku yang sering terjadi. Pada sekolah menengah, perilaku tawuran, menyontek, kabur dari sekolah, bullying, membolos, perilaku seks sebelum menikah, merupakan contoh yang kerap terjadi. Semua contoh yang disebut di atas itu merupakan cerminan akhlak yang tidak terpuji yang terjadi pada siswa. Masyarakat mendambakan siswa yang berakhlak mulia, orang tua berharap memiliki putra/putri yang baik, antara lain; taat menjalankan agamanya, jujur, disiplin, toleran, tidak cepat putus asa, bekerja/belajar keras, suka menolong, dan akhlak mulia lainnya.
Gerakan dakwah Muhammadiyah terlebih lagi IPM tidak semata amar makruf nahi mungkar, lebih luas lagi, merupakan upaya pencerahan umat dari segala bentuk kebodohan. Melalui berbagai amal nyatanya Muhammadiyah tampil sebagai organisasi Islam modern yang memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Muhammadiyah juga mempunyai berbagai ortom untuk menunjang gerak dakwah persyarikatan. Ortom didirikan bukan sekedar pelengkap struktur persyarikatan. Tapi untuk melanjutkan dan mengembangkan estafet dakwah persyarikatan. Tapi sudah maksimalkah ortom mengemban tanggung jawab itu?.
Pertanyaan-pertanyaan di atas harus mampu direpresentasikan oleh IPM. Apakah IPM mampu menjalankan tanggung jawab tersebut atau malah sebaliknya. Ada sebuah pernyataan yang membuat kita terhenyak mendengar atau membaca pernyataan tersebut. Salah satu bunyi pernyataan itu adalah “jangan menyalahkan kepala sekolah/madrasah atau guru Muhammadiyah karena pelajarnya terlibat tawuran, minum-minuman keras, free sex, dan mengkonsumsi narkoba, tapi mintalah IPM bertanggung jawab secara moral atas kejadian itu”.(Suara Muhammadiyah,edisi no.20 th ke-102). Sekarang apakah IPM mampu bertanggung jawab dengan pernyataan tersebut?
IPM basis massanya adalah kalangan pelajar(AD IPM pasal 8), tentunya semua langkah-langkah strategisnya atau usaha yang dilakukannya adalah untuk kalangan pelajar di antaranya adalah sesuai Anggaran Dasar pasal 7 adalah sebagai berikut :
1.    Menanamkan kesadaran beragama Islam, memperteguh iman, menertibkan peribadatan dan mempertinggi akhlak karimah.
2.    Mempergiat dan memperdalam pemahaman agama Islam untuk mendapatkan kemurnian dan kebenaran-Nya.
3.    Memperdalam, memajukan, dan meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi, social dan budaya.
4.    Membimbing, membina, dan menggerakkan anggota guna meningkatkan fungsi dan peran IPM sebagai kader persyarikatan, umat, dan bangsa dalam menunjang pembangunan manusia seutuhnya menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
5.    Segala usaha yang tidak menyalahi ajaran Islam dengan mengindahkan hukum dan falsafah yang berlaku.
Dengan usaha-usaha yang dilakukan IPM di atas kita tentu yakin bahwa IPM mampu untuk bertanggung jawab atas segala problema yang dihadapi oleh pelajar-pelajar yang ada di Amal Usaha Muhammadiyah terutama di sekolah/madrasah naungan Muhammadiyah. Bukan sesuatu yang mustahil bahwa IPM mampu melakukan agen-agen perubahan atau agen of change, inilah yang dimaksud bahwa pelajar untuk mampu dengan kreativitasnya dan inovasinya sebagai pelajar solutif yang mampu untuk berkarya nyata. Dengan demikian, maksud dan tujuan IPM(AD IPM pasal 6), terbentuknya pelajar Muslim yang berilmu, berakhlak mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Bukan hanya itu, IPM sampai saat ini terus menggelorakan Gerakan Pelajar Berkemajuan. Sebagai pelajar Berkemajuan atau generasi berkemajuan di dalamnya telah termaktud dan tersirat makna pelajar yang solutif. Generasi berkemajuan menurut Muhammadiyah, merujuk pada kelompok, atau komunitas yang “mendorong pada kebaikan, dan mencegah kemungkaran (amar makruf nahi mungkar). Generasi berkemajuan memanfaatkan etos kolaborasi dan etos berbagai sebagai caranya memperoleh inspirasi sekaligus caranya memperkuat proses amar makruf nahi mungkar. Bercermin dari KH. Ahmad Dahlan, generasi berkemajuan merupakan kelompok, atau komunitas yang mampu berpikir mendalam atas kondisi realitas, potensi mengubahnyadan cara memanfaatkan kekuatan yang tersedia. KH. Ahmad Dahlan  memiliki visi mendalam terhadap kondisi masyarakat yang tertindas dibawah hegemoni suprastruktur baik yang dijalankan oleh colonial maupun feodalisme para priyayi. Dengan demikian berpikir kritis-analitis melalui telaah literasi yang mendalam akan menjadi landasan penting generasi berkemajuan.
Arti penting menjadi generasi berkemajuan bagi aktivis IPM terletak pada lima hal. Pertama, sebagai proses pemurnian tauhid, yang juga berarti purifikasi motif segala tindakan transformasi social sebagai bentuk pengabdian terhadap Allah swt. Kedua, sebagai proses pembelajaran ummat dalam rangka rahmatan lil alamin. Ketiga, pelembagaan inisiasi-inisiasi kreatif dalam rangka merawat keberlanjutan transformasi social pembaruan yang mampu mendukung kebermanfaatan yang bermakna. Kelima, bersikap kolaboratif dengan berbagai pihak sebagai kehendak murni mendorong kemajuan kehidupan(Tanfidz Muktammar XX, hal.34).
Salah satu agenda aksi untuk mewujudkan pelajar solutif yang berkarya nyata adalah, pertama gerakan jihad literasi yang mempunyai konsep dasar membumikan tradisi literasi sebagai manifestasi gerakan ilmu Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Tujuannya: mengenalkan dan membudayakan tradisi literasi dlam ikatan, mewujudkan tradsi baca tulis di kalangan pelajar, dan membentuk pelajar yang berwawasan luas dan berkemajuan. Selain itu, bentuk aksinya adalah pembentukan pojok-pojok baca di kelas dan kantor IPM, pembentukan komunitas ‘Sahabat Buku’, penyelenggaraan perpustakaan keliling, diskusi buku dan arisan buku dan pelatihan jurnalistik. Dengan gerakan jihad literasi ini pelajar dapat meningkatkan tradisi literasi menjadi prasyarat peningkatan kualitas kehidupan. Jihad literasi oleh karenanya harus dilandasi semangat pencerdasan, perberdayaan, dan pembebasan masyarakat.
 Kedua, pemdampingan teman sebaya, konsep dasarnya adalah pembelaan hak-hak pelajar yang dimulai dari individu dan jejaring pertemanan. Tujuannya adalah memperjuangkan terpenuhinya hak-hak pelajar, mengupayakan regulasi yang berpihak kepada pelajar, menbentuk budaya kritis. Bentuk aksinya berupa pembentukan kelompok advokasi teman sebaya di sekolah, pelatihan advokasi, seminar dan diskusi pemetaan isu, pembuatan modul atau buku panduan advokasi dan kampanye advokasi. Dengan demikian gerakan membela teman sebaya diharapkan dapat membentuk kesadaran kritis di kalangan pelajar sehingga mampu memperjuangkan hak-haknya secara mandiri.(Tanfidz Muktamar XX, hal.67-69).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar