![]() |
Sandi Ibnu Syam (Ketum PD IPM Jeneponto) |
Dalam Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008
tentang Pembinaan Kesiswaan disebutkan bahwa tujuan pembinaan kesiswaan antara
lain adalah “menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak
mulia, demokratis, menghormati hak-hak azasi manusia dalam rangka mewujudkan
masyarakat madani (civil society).
Sering terdengar, bahkan sudah lama
berlangsung. Sebagai contoh, pada anak-anak usia sekolah, perilaku kurang sopan
terhadap orang tua dan guru, mengambil barang teman tanpa ijin, lupa mengatakan
terimakasih atau maaf, mengucapkan kata-kata tidak sopan merupakan perilaku
yang sering terjadi. Pada sekolah menengah, perilaku tawuran, menyontek, kabur
dari sekolah, bullying, membolos, perilaku seks sebelum menikah, merupakan
contoh yang kerap terjadi. Semua contoh yang disebut di atas itu merupakan
cerminan akhlak yang tidak terpuji yang terjadi pada siswa. Masyarakat
mendambakan siswa yang berakhlak mulia, orang tua berharap memiliki putra/putri
yang baik, antara lain; taat menjalankan agamanya, jujur, disiplin, toleran,
tidak cepat putus asa, bekerja/belajar keras, suka menolong, dan akhlak mulia
lainnya.
Gerakan dakwah Muhammadiyah terlebih lagi
IPM tidak semata amar makruf nahi mungkar, lebih luas lagi, merupakan upaya
pencerahan umat dari segala bentuk kebodohan. Melalui berbagai amal nyatanya
Muhammadiyah tampil sebagai organisasi Islam modern yang memiliki peran penting
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Muhammadiyah juga mempunyai berbagai ortom
untuk menunjang gerak dakwah persyarikatan. Ortom didirikan bukan sekedar
pelengkap struktur persyarikatan. Tapi untuk melanjutkan dan mengembangkan
estafet dakwah persyarikatan. Tapi sudah maksimalkah ortom mengemban tanggung
jawab itu?.
Pertanyaan-pertanyaan di atas harus mampu
direpresentasikan oleh IPM. Apakah IPM mampu menjalankan tanggung jawab
tersebut atau malah sebaliknya. Ada sebuah pernyataan yang membuat kita
terhenyak mendengar atau membaca pernyataan tersebut. Salah satu bunyi
pernyataan itu adalah “jangan menyalahkan kepala sekolah/madrasah atau guru
Muhammadiyah karena pelajarnya terlibat tawuran, minum-minuman keras, free
sex, dan mengkonsumsi narkoba, tapi mintalah IPM bertanggung jawab secara
moral atas kejadian itu”.(Suara Muhammadiyah,edisi no.20 th ke-102).
Sekarang apakah IPM mampu bertanggung jawab dengan pernyataan tersebut?
IPM basis massanya adalah kalangan
pelajar(AD IPM pasal 8), tentunya semua langkah-langkah strategisnya atau usaha
yang dilakukannya adalah untuk kalangan pelajar di antaranya adalah sesuai
Anggaran Dasar pasal 7 adalah sebagai berikut :
1. Menanamkan kesadaran beragama Islam,
memperteguh iman, menertibkan peribadatan dan mempertinggi akhlak karimah.
2. Mempergiat dan memperdalam pemahaman agama
Islam untuk mendapatkan kemurnian dan kebenaran-Nya.
3. Memperdalam, memajukan, dan meningkatkan
ilmu pengetahuan, teknologi, social dan budaya.
4. Membimbing, membina, dan menggerakkan
anggota guna meningkatkan fungsi dan peran IPM sebagai kader persyarikatan,
umat, dan bangsa dalam menunjang pembangunan manusia seutuhnya menuju
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
5. Segala usaha yang tidak menyalahi ajaran
Islam dengan mengindahkan hukum dan falsafah yang berlaku.
Dengan usaha-usaha yang dilakukan IPM di atas
kita tentu yakin bahwa IPM mampu untuk bertanggung jawab atas segala problema
yang dihadapi oleh pelajar-pelajar yang ada di Amal Usaha Muhammadiyah terutama
di sekolah/madrasah naungan Muhammadiyah. Bukan sesuatu yang mustahil bahwa IPM
mampu melakukan agen-agen perubahan atau agen of change, inilah yang
dimaksud bahwa pelajar untuk mampu dengan kreativitasnya dan inovasinya sebagai
pelajar solutif yang mampu untuk berkarya nyata. Dengan demikian, maksud dan
tujuan IPM(AD IPM pasal 6), terbentuknya pelajar Muslim yang berilmu, berakhlak
mulia, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai
ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Bukan hanya itu, IPM sampai saat ini
terus menggelorakan Gerakan Pelajar Berkemajuan. Sebagai pelajar Berkemajuan
atau generasi berkemajuan di dalamnya telah termaktud dan tersirat makna
pelajar yang solutif. Generasi berkemajuan menurut Muhammadiyah, merujuk pada
kelompok, atau komunitas yang “mendorong pada kebaikan, dan mencegah
kemungkaran (amar makruf nahi mungkar). Generasi berkemajuan memanfaatkan
etos kolaborasi dan etos berbagai sebagai caranya memperoleh inspirasi
sekaligus caranya memperkuat proses amar makruf nahi mungkar. Bercermin
dari KH. Ahmad Dahlan, generasi berkemajuan merupakan kelompok, atau komunitas
yang mampu berpikir mendalam atas kondisi realitas, potensi mengubahnyadan cara
memanfaatkan kekuatan yang tersedia. KH. Ahmad Dahlan memiliki visi mendalam terhadap kondisi
masyarakat yang tertindas dibawah hegemoni suprastruktur baik yang dijalankan
oleh colonial maupun feodalisme para priyayi. Dengan demikian berpikir
kritis-analitis melalui telaah literasi yang mendalam akan menjadi landasan
penting generasi berkemajuan.
Arti penting menjadi generasi berkemajuan
bagi aktivis IPM terletak pada lima hal. Pertama, sebagai proses
pemurnian tauhid, yang juga berarti purifikasi motif segala tindakan
transformasi social sebagai bentuk pengabdian terhadap Allah swt. Kedua,
sebagai proses pembelajaran ummat dalam rangka rahmatan lil alamin. Ketiga,
pelembagaan inisiasi-inisiasi kreatif dalam rangka merawat keberlanjutan
transformasi social pembaruan yang mampu mendukung kebermanfaatan yang
bermakna. Kelima, bersikap kolaboratif dengan berbagai pihak sebagai kehendak
murni mendorong kemajuan kehidupan(Tanfidz Muktammar XX, hal.34).
Salah satu agenda aksi untuk mewujudkan
pelajar solutif yang berkarya nyata adalah, pertama gerakan jihad literasi yang
mempunyai konsep dasar membumikan tradisi literasi sebagai manifestasi gerakan
ilmu Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Tujuannya: mengenalkan dan membudayakan
tradisi literasi dlam ikatan, mewujudkan tradsi baca tulis di kalangan pelajar,
dan membentuk pelajar yang berwawasan luas dan berkemajuan. Selain itu, bentuk
aksinya adalah pembentukan pojok-pojok baca di kelas dan kantor IPM,
pembentukan komunitas ‘Sahabat Buku’, penyelenggaraan perpustakaan keliling,
diskusi buku dan arisan buku dan pelatihan jurnalistik. Dengan gerakan jihad
literasi ini pelajar dapat meningkatkan tradisi literasi menjadi prasyarat
peningkatan kualitas kehidupan. Jihad literasi oleh karenanya harus dilandasi
semangat pencerdasan, perberdayaan, dan pembebasan masyarakat.
Kedua, pemdampingan teman sebaya, konsep
dasarnya adalah pembelaan hak-hak pelajar yang dimulai dari individu dan
jejaring pertemanan. Tujuannya adalah memperjuangkan terpenuhinya hak-hak
pelajar, mengupayakan regulasi yang berpihak kepada pelajar, menbentuk budaya
kritis. Bentuk aksinya berupa pembentukan kelompok advokasi teman sebaya di
sekolah, pelatihan advokasi, seminar dan diskusi pemetaan isu, pembuatan modul
atau buku panduan advokasi dan kampanye advokasi. Dengan demikian gerakan
membela teman sebaya diharapkan dapat membentuk kesadaran kritis di kalangan
pelajar sehingga mampu memperjuangkan hak-haknya secara mandiri.(Tanfidz
Muktamar XX, hal.67-69).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar